MOMEN Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) khususnya Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung 2018 harusnya disambut dengan suka-cita. Tapi ternyata situasinya bagi beberapa pihak, termasuk saya malah berbeda. Kadang-kadang menimbulkan duka-cita. Ini lantaran adanya perbedaan pilihan sehingga beberapa sahabat enggan menyapa.

Inilah pikiran sempit yang ternyata masih mudah menghinggapi kita. Saya tidak ingin menyebut �semua�, karena masih ada juga sahabat yang lain yang ternyata malah bersikap sangat dewasa.

�Jika jago kamu menang, saya titip program ini. Begitu sebaliknya jika jago saya yang unggul, silakan sampaikan program yang kamu ingin wujudkan,� pesannya.

Momen pilkada langsung diakui atau tidak, memang membuat perpecahan di masyarakat hingga ketingkat paling bawah. Ini disebabkan minimnya pendidikan politik. Namun adanya kelemahan itu, bukan berarti pula wacana pilkada melalui DPRD, segera kita �amini�. Harus benar-benar dikaji sampai dengan timbul keyakinan bahwa politisi yang ada saat ini merupakan orang-orang yang memiliki sifat negarawan. Bukan politisi yang culas dan serakah. Sebab bila tidak, hasilnya pun sama.

Kepala Daerah yang terpilih tidak akan lebih baik. Dia bisa menjadi sosok �pencuri�, perampok atau malah lebih tinggi hingga layak disebut �mafia�.

Seiring dengan itu, pelan-pelan pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi, Parpol, ormas dan lainnya harus rutin memberi pendidikan politik pada masyarakat. Sehingga suatu hari nanti, rakyat bisa menilai sang calon pemimpinnya berdasarkan isi visi dan misinya. Bukan semata karena kedekatan faktor primordial hingga menjadi tim sukses kubu sang calon.

Bila perbedaan dilandasi karena visi dan misi, bukan semata karena kubu-kubuan, maka saya yakin suatu hari nanti kedewasaan berpolitik akan timbul. Perpecahan yang ada seperti saat ini pun pelan-pelan terkikis dan menghilang. Semoga ini bukan hanya mimpi. (wassalam)