ADANYA “penggerudukan” oleh kader dan simpatisan PDI-Perjuangan di kantor Redaksi Radar Bogor baru-baru ini, apapun alasannya tidak dapat dibenarkan. Meski menurut politikus PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu, hal ini terjadi karena merupakan aksi spontanitas kader, polisi tidak boleh berpangku tangan.
Sebagai aparatur yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum serta memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, polisi sudah semestinya bersikap sigap dengan mengusut pihak-pihak yang terlibat dalam aksi tersebut. Tidak boleh “jerih” meski aksi ini dilakukan oleh “oknum” kader dan simpatisan PDI-Perjuangan yang bisa dikatakan merupakan “Partai Penguasa”.
Sebab, tidak boleh dengan alasan informasi yang diberitakan oleh media Radar Bogor terlalu berlebihan, dibalas dengan cara “penggerudukan” oleh aksi massa. Ada “pintunya” untuk menyelesaikan dan memediasi permasalahan tersebut. Dewan Pers misalnya. Atau cara-cara persuasif lainnya.
Mengapa ? Karena sebagai sebagai negara yang mengaku “BERPANCASILA” sudah semestinya nilai dan makna PANCASILA yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indoonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dan jujur saja, sebagai partai yang Ketua Umumnya duduk sebagai Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), PDI-Perjuangan harusnya bisa menjadi contoh dan pelopor dalam memaknai nilai-nilai PANCASILA dalam kehidupan sehari-hari. Bukan malah sebaliknya, melakukan tindakan-tindakan yang malah “melenceng” hingga justru dapat mencoreng nama baik Hj. Megawati Sukarno, sebagai Ketum DPP PDI-Perjuangan. Misalnya dengan adanya “aksi konyol” menggeruduk kantor Redaksi Radar Bogor lantaran merasa keberatan dengan suatu pemberitaan.(wassalam)