SEBENARNYA saya malas menulis ini. Namun saya anggap tulisan ini perlu. Terutama bagi mereka yang bergelut di dunia hukum. Harapannya agar bisa paham untuk terciptanya wibawa dan kepastian hukum bukan hal yang mudah.
Misalnya di pelaksanaan eksekusi putusan inkracht PT. Sumber Batu Berkah (SBB) yang dimenangkan penggugat Babay Chalimi di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap sejak hampir 17 tahun lalu. Tepatnya sejak 28 Juli 2005 silam.
Dari catatan yang ada, perkara terdaftar di PN Tanjungkarang medio Maret 2002 Nomor 15/PDT.G/2002/PN TK. Kemudian di 14 Oktober 2019 ditetapkan Penetapan Eksekusi nomor 26/Pdt.Eks.PTS/2019/PN Tjk.
Atas penetapan eksekusi, ada pihak mengajukan Bantahan. Namun bantahan yang teregister Nomor 34/Pdt.Bth/2020/PN Tjk, oleh Mahkamah Agung (MA) RI dengan tegas ditolak. Dengan demikian berdasarkan putusan MA, Babay Chalimi untuk kedua kalinya mempunyai dua putusan inkracht yang semuanya dimenangkan.
Mirisnya meski sudah dua kali menang dan inkracht, Babay Chalimi hingga kini tak kunjung mendapat keadilan. Pihak PN Tanjungkarang terkesan enggan melakukan eksekusi. Padahal satu-satunya pihak yang dapat melakukan eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap atas sengketa keperdataan adalah pengadilan negeri. Merekalah yang harus bertanggungjawab melaksanakan.
Ada saja alasannya agar eksekusi terkesan tak dapat dijalankan. Padahal pelajaran ilmu hukum paling dasar adalah bahwa semua upaya hukum luar biasa maupun biasa yang dilakukan, tidak bisa menghalangi pelaksanaan eksekusi putusan inkracht.
Sekali lagi apapun alasannya. Termasuk juga misalnya jika ada perdamaian sebagaimana yang didengungkan. Dimana dalam pendapatnya majelis hakim kasasi menilai alasan kasasi tidak dapat dibenarkan.
Oleh karenanya putusan judex facti PT. Tanjungkarang tidak salah dalam menerapkan hukum. Dimana putusan perkara asal Nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK. adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Bahwa adanya perjanjian penyelesaian perselisihan dengan akta notaris adalah penyelesaian diluar proses pengadilan yang tidak dapat mengesampingkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, bila putusan itu dimohonkan eksekusinya.
Untuk itu hakim agung Sudrajat Dimyati, S.H., M.H., sebagai ketua majelis serta Dr. M. Yunus Wahab, S.H., M.H., dan Dr. Rahmi Mulyati, S.H.,M.H, hakim agung, sebagai hakim anggota menyatakan pembantah bukan merupakan pembantah yang benar dan jujur, menolak bantahan pembantah seluruhnya, menghukum pembantah membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan.
Karenanya sudah benar langkah yang diambil oleh MA-RI dengan memerintahkan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Tanjungkarang sebagai Voorpost MA-RI, untuk menindaklanjuti permasalahan ini, serta melaporkan hasilnya kepada MA-RI.
Ini dalam rangka mengembalikan kewibawaan Mahkamah Agung sebagai Peradilan Yang Agung. Jangan sampai putusan yang mereka buat sendiri, terkesan diabaikan dan tidak dianggap oleh jajarannya sendiri.
Sebab bila ini yang terjadi, maka hancurlah harapan dan kepercayaan masyarakat memperoleh apa yang dinamakan keadilan. Tentunya kita semua berharap, ini jangan sampai terjadi. Apalagi sampai terjadi di Lampung. Tepatnya di PN Tanjungkarang. Semoga. (wassalam)