PRINGSEWU – Ketua Komisi� Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
Dr. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si. atau biasa dikenal sebagai Kak Seto berkunjung ke Pringsewu dan di temui langsung oleh Wakil Bupati Pringsewu Dr.H.Fauzi, S.E., M.Kom., Akt., C.A Kamis(28/2) siang.
Kunjungan kak Seto ini terkait kejadian persetubuhan sedarah atau inces yang dilakukan oleh tiga orang laki laki yaitu JM (44) , SA (23) dan Y (15) yang ke tiganya merupakan ayah, kakak dan adik kandung korban AG gadis belia yang masih berusia 18 tahun yang merupakan penyandang disabilitas/keterbelakangan mental.
“Kita terkadang terlalu sibuk memikirkan pelaku yang paling penting adalah, pertama korban segera mendapatkan treatment psikologis yang profesional. Dan mungkin kalau memang tempatnya ataupun lokasinya dan sebagainya itu menimbulkan pengalaman traumatis memang sebaiknya juga dapat dipindahkan ke tempat yang lebih nyaman sesuai dengan pilihan korban, karena hak suara perlu juga didengar,”ucapnya.
“Kalau misalnya memerlukan tempat sementara yang agak tenang di Jakarta maka kami siap. Kami juga selalu kalau berbagai kasus nya di daerah kami arahkan ke Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) dari Kementerian Sosial Republik Indonesia, kalau itu mungkin disetujui mungkin kami akan bekerjasama dengan bapak wakil bupati disini kami akan segera telpon ke Jakarta. Jadi di sana juga tempatnya aman. Kemudian juga pakar pakar psikiatri psikiologi dan sebagainya cukup banyak sehingga dengan mudah bisa dikerahkan. Ini semua tergantung posisi yang ada disini. Kalau memang di sini sudah dianggap cukup lengkap profesional dan menjadi pilihan korban ya tidak apa-apa”, ujarnya.
Menurut Seto Mulyadi, terjadinya hal seperti ini ibaratnya suatu tindakan jahat. Selain niat pelakunya juga adanya kesempatan.
“Jadi kesempatan ini terbuka lebar pada saat warga tidak mengetahui. Dia satu-satunya putri di dalam rumah itu dengan tiga laki laki yang kemudian memungkinkan terjadinya tindakan tindakan tersebut. Tadi juga saya bertemu dengan pelaku yang masih berusia 15 tahun itu juga mengaku bahwa dia kelas 1 SD itu juga tidak selesai. Lalu sama sekali tidak sekolah. Dia bekerja mengeruk pasir kemudian dia terpengaruh oleh handphone. Jadi karena tadi dorongan dorongan seksual masa remaja yang sedang memuncak ini tiba tiba tidak tersalurkan kemudian ada rangsang seperti itu lalu adanya kesempatan lalu terjadilah seperti itu,” paparnya.
Kak Seto pun menambahkan,”bahwa kasus incest ini seperti fenomena gunung es di berbagai tempat sering muncul.
“Dalam penelitian menunjukkan bahwa pelaku incest resiko untuk mengulang kembali itu tinggi sekali dibandingkan yang belum pernah melakukan incest. Jadi ini sangat berbahaya sekali. Jadi� jika itu hukuman tambahan itu konteksnya rehabilitasi,” pungkasnya. (Adic)