BANDAR LAMPUNG — Tidak ada jaminan seorang penegak hukum jadi panutan. Lihat saja Briptu ZO dan� Briptu F beserta H dan M. Mereka dilaporkan Herio Trisnadi Raphi ke Polda Lampung, Kamis, (11/06/2020) atas tudingan melakukan perbuatan merampas kemerdekaan orang lain.

Menurut pelapor, kejadian terjadi pada 29 Mei 2020 sekira pukul 21.00 WIB di Jalan Pulau Legundi Gg� H2O diteras dikontrakan Dini.

Selepas makan bersama teman-teman, Dini, Suci dan Andi, datanglah dua anggota Polisi (Briptu ZO dan F) didampingi M (istri korban) serta H (paman istrinya). Mereka datang dengan tujuan menangkap pelapor karena telah dituduh mencuri uang Bapak K (mertua korban).

�Oknum polisi tersebut mengambil handphone yang saya dipegang dan membawa saya keluar dari kontrakan. Sampai di halaman depan, badan saya dibanting Briptu ZO dan saya jatuh ke tanah. Lalu saya� diinjak-injak oleh H sambil berteriak tembak saja, sakit sekali,� terang Herio.

Tidak merasa puas, Briptu ZO dan H mengikat kedua tangan korban dengan tali rapia dan dilakban, lalu korban dimasukkan ke bagasi belakang mobil.

�Sebelum dibawa pergi, Briptu ZO dan H mengikat tangan saya lebih kencang lagi dan setelah itu Briptu F menutup mata saya dengan lakban bening keliling kepala, sehingga saya tidak bisa melihat apa yang terjadi karena mata di lakban dan tangan terikat,� tambahnya.

Sepanjang perjalanan korban mendapatkan kekerasan dari H, kantong korban� digeledah Briptu ZO dan Briptu F dan dompet korban diambil.

�Dompet saya berisi uang cash Rp600 ribu, KTP, SIM C dan Kartu ATM BCA milik Sdr. MY diambil saat saya di mobil dan saat ini uang yang ada di ATM senilai Rp13,3 juta ditarik oleh M,� lanjut Herio.

Setelah itu H dan M turun dari mobil. Ternyata korban dibawa ke Polresta Bandar Lampung. Di halaman parkir Polresta mata korban ditambah lakbannya dengan lebih kencang lagi, sehingga kepala korban� sakit dan berkeringat. Namun mereka tidak peduli apa yang keluhkan oleh korban.

�Di Polresta Briptu ZO dan Briptu F menunggu rekannya. Namun rekannya tidak sedang piket. Lalu mobil keluar dari Polresta menuju ke Korps Sabhara. Dari pembicaraan yang saya dengar, setelah sekitar 30 menit, mobil kembali lagi ke Polresta, menunggu H dan M membuat laporan di Polresta. Setelah beberapa waktu Briptu ZO dan Briptu F, H dan M kembali ke mobil karena laporan mereka ditolak oleh Polresta� tegas korban.

Karena laporan mereka ditolak, setelah itu mobil yang membawa korban menuju rumah Bpk. K (Mertua korban) di Jagabaya, sesampainya di rumah Bpk. K, Briptu ZO menelepon pihak keluarga korban untuk menjemput korban di rumah mertuanya. Tak lama berselang keluarga korban datang dan membawa pulang korban.

Korban melapor ke Polda Lampung dengan didampingi Penasehat Hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum Cinta Kasih (LBH-CIKA) yakni Gindha Ansori Wayka, Thamaroni Usman, Iskandar dan Deswita Apriyani.

Menurut Gindha, laporan diterima SPKT Polda Lampung dengan Nomor Laporan Polisi: STTLP/B-853/VI/2020/LPG/SPKT, tanggal 11 Juni 2020 dengan tuduhan diduga telah melakukan perbuatan merampas kemerdekaan orang sebagaimana Ketentuan Pasal 333 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara dan laporan yang di Yanduan sudah dicatat dan korban tidak diberi tanda bukti lapor karena alasan saksi dari korban tidak dibawa ke Yanduan Polda Lampung.

�Tadi kita dampingi korban melaporkan 2 Laporan yakni ke Pidana Umum dan ke Bagian Yanduan Polda Lampung, karena melibatkan 2 oknum Polisi yakni Briptu ZO dan Briptu F. Kami harap tindak pidana ini diungkap sesuai fakta� secara transparan,� terang pengacara muda ini. (Red)