DIAKUI atau tidak, kebijakan Presiden Joko Widodo soal pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) pasti ada hubungannya dengan tahun politik. Dimana tahun depan 2019, akan ada agenda Pemilihan Presiden (Pilpres).
Dan untuk �melanjutkan� kekuasaan selama dua periode, tentunya posisi ASN sangatlah penting. Dimana menarik �simpati� mereka (baca ASN dan keluarganya) menjadi salahsatu prioritas utama.
Sayangnya kebijakan pemerintah ini cenderung dipaksakan. Mulai dari pelaksanaannya yang terkesan mendadak hingga melimpahkan tanggungjawab pembayarannya THR dengan membebani pada anggaran daerah baik itu Pemerintah Provinsi hingga Kabupaten/Kota.
Akibatnya tak sedikit Pemerintah Daerah yang melakukan protes penolakan. Meski ada juga yang tetap membayar dikarenakan �keterpaksaan�. Ada kesan terkait kebijakan THR ini, Pemerintah Pusat ingin dipuji dan dapat nama dimata ASN, namun pemerintah daerah justru malah terbebani dan pusing tujuh keliling.
Yang miris lagi, instruksi pemerintah pusat soal penyediaan THR bagi ASN daerah juga ternyata bisa berpotensi menyeret kepala daerah ke arah korupsi. Ini andai penganggarannya tidak cermat dan tidak melalui mekanisme dan prosedur yang ada. Untuk itu, sudah selayaknya pemerintah daerah harus sangat ekstra hati-hati dalam melakukan kajian pencairan dana THR.
Terlepas dari itu semua, ada baiknya para ASN, sudah semestinya bersyukur terkait kebijakan pemberian THR. Caranya dengan bijak dan cermat dalam menggunakan dan membelanjakan dana THR itu untuk kebutuhan sehari-hari. Jangan terlalu konsumtif.
Dan soal pilihan pada Pilpres nantinya, itu merupakan hak privaci. Gunakan hati nurani. Bukan lantaran memilih, karena tergiur adanya pemberian THR. Tapi pilihlah pemimpin yang mengerti tentang keagamaan, dekat dengan para ulama, sehingga para pemimpin bisa bersih dari perilaku yang merusak agama dan bangsa. (wassalam).