BANDARLAMPUNG � Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mencermati perkembangan sidang perkara korupsi suap fee proyek di Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) dengan terdakwa Gilang Ramadhan, Direktur PT Prabu Sungai Andalas, di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Rabu (14/11). Terutama soal pengakuan saksi Plt. Bupati Lamsel, Nanang Ermanto. Dimana dia mengaku telah menerima uang ratusan juta rupiah dari pihak yang terlibat kasus fee proyek ini. Bahkan karena perbuatannya, Nanang Ermanto mengaku telah mengembalikan uang yang diterimanya ke KPK senilai Rp480 juta.

�Pertanyaannya darimana saksi Nanang Ermanto bisa dapat uang sebegitu besar di waktu singkat. Kalau dari gaji sebagai Plt Bupati, jelas tak mungkin. Untuk itu KPK harus jeli mengusut asal muasal uang pengembalian Rp480juta dari Nanang,� terang tokoh masyarakat Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie.

Menurut Alzier, agak aneh dimana dalam persidangan, Nanang mengaku tak memiliki uang. Dia pun lantas mau saja menerima bahkan memaksa minta uang ratusan juta ke pihak yang terlibat kasus fee proyek. Seperti dari tersangka, Agus Bhakti Nugroho (anggota DPRD Lampung) dan Anjar Asmara (Kadis PUPR Lamsel), serta makelar proyek Sahroni, Kabid Pengairan Dinas PUPR Lamsel.

Namun nyatanya, begitu kasus ini mencuat, dimana Bupati Lamsel, Zainudin Hasan ditangkap, dan Nanang kemudian ditunjuk jadi Plt Bupati Lamsel, tiba-tiba dia langsung memiliki uang Rp480juta untuk dikembalikan ke penyidik KPK.

�KPK harus patut curiga soal asal muasal uang pengembalian itu. Rasanya tak mungkin kalau dari gaji sebagai Plt Bupati. Apalagi uang yang dikembalikan cukup besar Rp480juta. Ini harus diusut KPK. Jangan sampai uang ini bersumber dari fee proyek dan sebagainya. Dimana kini, Nanang Ermanto sudah berstatus sebagai Plt Bupati. Sekali lagi KPK harus berani usut masalah ini,� tandas Alzier.

Selain itu, lanjut Alzier yang harus diingat pengembalian uang korupsi milik negara, tak menghilangkan kasus pidana atau perbuatan melawan hukum. Melainkan hanya menjadi salahsatu pertimbangan jaksa dan hakim untuk menentukan tuntutan dan vonis penjara.

�Karenanya sekali lagi saya minta KPK berani mengusut kasus ini hingga keakar-akarnya. Dalam hukum, jangankan ratusan juta. Menikmati Rp1juta hasil korupsi, itu kejahatan. Lalu Sahroni, jelas disurat dakwaan berperan memuluskan praktek suap mengatur proyek di Lamsel. Ini harus diproses dan dibui semua. Bila perlu tetapkan sebagai tersangka TPPU. Jangan hanya Zainudin Hasan,� harap Alzier yang juga merupakan calon anggota DPD RI Dapil Lampung dalam pemilu 2019 mendatang.

Seperti diketahui dalam sidang lanjutan perkara korupsi suap fee proyek di Kabupaten Lamsel dengan terdakwa Gilang Ramadhan, Nanang Ermanto mengungkap banyak fakta. Hal ini terbongkar saat JPU KPK, Wawan Yunarwanto menanyakan apakah Nanang yang saat itu Wabup ada komitmen dengan Bupati Zainudin Hasan soal pembagian tugas.

�Apakah semua kegiatan pemerintahan dan proyek yang ambil alih Bupati Zainudin Hasan semua?� tanya JPU.

�Iya, tapi kalau soal kesepakatan enggak ada, saya ngikut aja apa kata Pak Bupati,� jawab Nanang.

�Ini aneh�masa�Anda tidak tahu soal anggaran dan terkait proyek yang berjalan di Lampung Selatan,� cecar JPU.

�itu kenyataan-nya Pak Jaksa,� timpal Nanang.

�Kalau kepala daerah tidak peduli dengan pemerintahan ini bisa kacau,� lanjut JPU.

�Saya hanya menjaga keharmonisan Pak Jaksa, saya tahu diri,� ucap Nanang.

Sementara mengenai uang yang pernah diterimanya, Nanang mengaku lupa. �Saya hanya ingat Rp100 juta, kalau totalnya saya itu yang sudah saya kembalikan Rp480 juta,� jawabnya.

�Pernah tidak saksi minta uang terhadap terdakwa untuk kegiatan ke Jakarta?� tanya JPU.

�Saya lupa Pak Jaksa,� elak Nanang. �Coba saudara ingat dulu, tadi tidak pernah, sekarang lupa,� cecar JPU.

Pertanyaan JPU mengkonfrontir persidangan sebelumnya, dimana saksi Agus Bhakti Nugroho mengatakan pernah mengantarkan uang ke Nanang atas perintah Zainudin Hasan. Selain itu JPU juga menegaskan kembali soal uang yang pernah diterima Nanang melalui Sahroni.

�Kalau Sahroni itu saya lupa Pak Jaksa,� aku Nanang.

�Ini semua berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saudara. Tahun 2018 anda menerima Rp200 juta,� jelas JPU.

Lagi-lagi Nanang berkelit dengan mengaku lupa dan tidak pernah.�Lupa Pak Jaksa, tidak pernah,� ujar Nanang dengan suara bergetar.

Namun, Nanang mengakui pernah menerima uang dari Agus BN, Sahroni, Anjar Asmara secara bertahap.

�Ya pernah Pak Jaksa, saya tidak tahu itu uang darimana, saya terima aja namanya dikasih, yang pasti itu dari Pak Bupati,� jelasnya.

Majelis Hakim PN Tanjungkarang sendiri, menilai ada yang janggal dengan kesaksian yang disampaikan Nanang Ermanto. Pada persidangan, Nanang mengakui menerima uang Rp100 juta dari Agus Bhakti Nugroho. Nanang juga menyebut maksud pemberian uang itu.

�Yang saya ingat uang Rp100 juta itu diberikan untuk takziyah�almarhumah ibu saya Yang Mulia,� sambung Nanang lagi.

�Tahun berapa diberikan?� tanya majelis hakim ketua, Mien Trisnawati. �Tahun 2017 Yang Mulia,� jawab Nanang.

Jawaban Nanang itu janggal, sebab ibundanya wafat pada 29 Oktober 2018. Namun, uang Rp100 juta itu diakuinya untuk takziah almarhumah ibundanya telah diberikan satu tahun sebelumnya, yakni tahun 2017.

Kejanggalan lainnya, ketika majelis hakim anggota Syamsudin menanyakan soal APBD Lamsel terkait proyek infrastruktur. �Saya tidak tahu, kerja saya hanya sebatas wakil bupati,� jawabnya.

�Ini aneh, anda wakil bupati tapi dari tadi mengatakan tidak tahu soal APBD,� tutup majelis.

Menariknya awalnya Nanang saat ditanya ketua majelis hakim, Mien Trisnawati, sempat hanya pernah pernah menerima uang dari Agus BN. �Saudara pernah menerima uang?� tanya majelis.

�Pernah Yang Mulia, itu instruksi dari Pak Bupati (Zainudin Hasan),� ucapnya.

�Yang terakhir saya ingat Rp.100 juta melalui Agus Bhakti Nugroho Yang Mulia. Itu di parkiran masjid,� jelasnya.

Selain itu, siapa lagi yang pernah menyerahkan uang terhadap anda? tanya majelis.

�Enggak pernah yang mulia, hanya Agus yang memberikan uang itu, saya kira uang itu dari Pak Bupati,� tukas Nanang.(red/net)