BANDARLAMPUNG – �Adanya pemberitaan di berbagai media online yang diantaranya berjudul, �Penjualan Objek Sita Jaminan Pantai Queen Artha Melibatkan Oknum Jaksa� tertanggal 27 Agustus 2020 dan �Hindari Lelang Hingga Hanya Setor Rp10 M ke Kejati, Jualbeli Aset Alay Pantai Queen Artha Senilai Rp88 Miliar Diminta Diusut, tertanggal 8 September 2020, mendapat tanggapan dari Siti Masnuni S.H., dan Kadafi S.H, selaku �kuasa hukum dan juru bicara, Donny.

Sebelumnya polemik dan sengketa atas ratusan aset yang diduga sebagai obyek sita eksekusi atau jaminan milik terpidana korupsi Sugiharto Wiharjo alias Alay Bank Tripanca makin panas. Termasuk akhirnya transaksi penjualan Pantai Queen Artha yang juga turut dipermasalahkan oleh Amrullah S.H., Irfan Balga S.H., dan Biana Haikal. S.H., dari Kantor Law Firm SAC & Partners Advocates and Legal Consultans.

Seperti diberitakan, kuasa hukum Amrullah, S.H., membenarkan jika pihaknya telah mengajukan sita eksekusi. �Kami sudah mengajukan sita eksekusi terhadap objek sita jaminan perkara dimaksud, yaitu salah satunya berupa tanah pantai seluas hampir 9 hektar di Lempasing Pesawaran yang dikenal dengan sebutan Queen Artha,� kata Amrullah.

Dari informasi yang ada, tanah dibeli Donny, Pemilik Jatim Park, pengusaha asal Surabaya. Nilai jual mencapai Rp12 miliar lebih. �Pertanyaannya, benarkah nilai jual hanya Rp12 miliaran, saya yakin di atas itu,� ujar, Amrullah, S.H. didampingi Irfan Balga, S.H.

�Dan kamipun paham bahwa objek sita jaminan tersebut dijual oleh Puntjak Indra dan Budi Winarto kepada Donny warga Surabaya, yang juga kami ketahui bahwa uang transaksi atas objek sita tersebut diserahkan ke Kejati Lampung yang beberapa waktu lalu menjadi berita di media-media yang ada di Lampung dan berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat, uang penjualan lebih besar jumlahnya dari yang sudah diserahkan ke Kejati Lampung yang hanya Rp 10 Milyar,� lanjut Amrullah.

Amrullah menjelaskan terhadap objek sita eksekusi yang sudah rampung dilaksanakan oleh PN Pesawaran tentang tanah Pantai Queen Artha itu, pihaknya sudah mengajukan pemblokiran di BPN Pesawaran berdasarkan semua dokumen hukum yang berkenaan dan bersifat mengikat. �Dan BPN Pesawaran karena bukti sita eksekusi itu langsung ikut menetapkan sita sehingga status tanah pantai Queen Artha menjadi dalam sita PN Pesawaran dan BPN Pesawaran, yang tentunya itu bukan lagi hanya sekedar dalam status blokir. Untuk itu dalam kesempatan ini kami menghimbau agar pihak-pihak terkait dapat mematuhi ketentuan hukum dan kepada para notaris maupun PPAT agar mencermati hal itu sebelum tersangkut fenomena hukum dimaksud,� katanya.

Tidak terima atas penyebutan Jatim Park dan perbuatan yang dilakukan oleh Amrullah Dkk, Donny pun membuat dua laporan polisi sekaligus di Polda lampung, pada tanggal 15 September 2020 lalu. Donny menerangkan bahwa setelah mendengarkan masukan dari tim penasehat hukum, dirinya membuat laporan polisi ke Polda Lampung No: LP 1410/IX/2020/LPG/SPKT. Tujuannya untuk meluruskan hoax dan fitnah terkait jual beli Pantai Queen Artha, SHM No 13 dan 14. Serta membuat laporan polisi No LP 1409/IX/2020/LPG/SPKT terkait dengan pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu di BPN Pesawaran yang berujung pemblokiran proses balik nama kenamanya.

Tim hukumnya juga telah menyerahkan bukti-bukti terkait laporan polisi tersebut. Dan saat ini kedua laporan polisi itu tersebut telah ditangani oleh penyidik Polda Lampung guna mencari motif tersangka dan siapa saja yang terlibat dalam persekongkolan jahat ini. Selebihnya Donny mengharapkan agar polemik dan berita negatif hoax yang sudah terlanjur beredar di masyarakat melalui media online, akan dia serahkan ke proses hukum dan tim advokat, agar fakta sebenarnya yang simpang siur ini menjadi lebih jelas.

Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum Donny, Siti Masnuni S.H., menjelaskan proses sita eksekusi ini sangat aneh. Belakangan tim hukumnya menemukan banyak kejanggalan dalam proses blokir di BPN Pesawaran.

Dia pun heran, bagaimana mungkin proses balik nama kliennya terhambat lebih dari 8 (delapan) bulan di BPN, hanya gara-gara berdasarkan fotocofi Surat Penetapan Sita Eksekusi Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 9/Eks/2009/PN TK Tanggal 26 Mei 2009, yang akhirnya pihaknya Laporkan ke Polda karena diduga dipalsukan. Alasannya, ini jelas-jelas tidak sesuai dengan Surat keterangan Ketua PN Tanjung Karang.

�Bayangkan kalau proses jual-beli tanah semudah itu diblokir hanya memakai bukti Fotocopy ? Apakah ada kekhilafan dari pihak BPN Pesawaran, kami masih mencoba mencari kejelasan landasan hukum dan motifnya,�.

Ditambahkan juru bicara Donny, Kadafi S.H., kliennya merupakan pembeli yang beritikad baik. Bahkan notaris telah telah melakukan pengecekan ke BPN Pesawaran sebanyal 2 (dua) kali dengan status clean and clear sebelum dilakukan pelunasan.

Untuk itu, pihaknya sangat menyayangkan tuduhan fitnah, pencemaran nama baik dan hoax melalui media online yang dinilainya telah meresahkan masyarakat dan membuat keonaran. Pasalnya institusi kejaksaan pun ikut difitnah. Bahkan Jatim Park yang tidak ada kaitan apapun dengan kliennya dalam transaksi ini turut dibawa-bawa.

Dia menegaskan berita yang disiarkan terlalu tendensius dan prematur. Apalagi yang didengar hanya berdasarkan fotocopy Penetapan Sita Eksekusi yang belum tentu Asli. Tapi dipakai untuk melakukan tuduhan tuduhan yang keji dan sangat merusak nama baik kliennya. Diapun berharap dengan laporan polisi ini, semuanya akan menjadi jelas mana yang hoax dan mana yang asli.(rilis)