BANDARLAMPUNG— Tiga penasehat hukum kader Partai Geeindra, Darussalam, telah mengirim surat permohonan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada Polresta Bandar Lampung. Itu karena tuduhan yang dialamatkan kepadanya dinilai mengada-ngada dan dipaksakan.
Dua saksi ahli dari Unila, Prof. Wahyu Sasongko dan Dr. Eddy Rifai menyatakan, Darussalam tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana maupun perdata atas tuduhan Nuryadin (pelapor).
Nuryadin melaporkan Darussalam terkait dana pengurusan sporadik tanah senilai Rp500 juta atas nama M. Syaleh. Jual beli lahan batal, Nuryadin minta pengembalian uang tersebut.
Posisi Darussalam dalam surat perjanjiannya sebagai saksi dari transaksi tersebut. Urusan pertanggungjawaban dana adalah antara Nuryadin dengan M. Syaleh yang sudah berstatus tersangka.
“Saya sudah serahkan permasahan ini kepada kuasa hukum saya,” kata Darussalam yang juga wakil ketua DPP Persatuan Advocaten Indonesia (PAI) ini, Kamis (15/10).
Ketiga kuasa hukumnya–Ahmad Handoko, Yopi Hendro, Suherman–mengatakan kliennya tak memeroleh bagian atau imbalan apapun dari dana buat pengurusan surat tanah dari Nuryadin ke M. Syaleh.
Ketiga penasihat hukum mantan staf ahli Kapolda Lampung itu telah mengirim surat kepada Kapolresta Bandarlampung Kombes Pol Yan Budi Jaya agar perkara kliennya diputuskan dengan�Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Dijelaskan oleh Ahmad Handoko, selain bukti kuitansi atas penyerahan dana tersebut dari Nuryadin kepada M. Syaleh, pihaknya juga berdasarkan tiga saksi: satu saksi surat sporadik dan dua saksi ahli.
Diketahu, masalah ini berawal dari Darusalam memperkenalkan M. Syaleh kepada Nuryadin untuk meminjam uang sebesar Rp500 juta dalam rangka pembuatan surat sporadik pada tahun 2014.
Lantaran transaksi lahan batal, Nuryadin minta pengembalian uangnya. Karena tak kunjung kembali, Nuryadin melaporkan M. Syaleh dan Darussalam ke Polresta Bandarlampung, Februari lalu. (rml)