BANDARLAMPUNG � Akademisi yang juga mantan aktifis 1998, Rudi Antoni, S.H., M.H., menyindir gerakan mahasiswa saat ini. Pasalnya mereka terkesan tidak peduli dengan dinamika politik dan praktek ketidakadilan yang terjadi.

Puncaknya adalah para mahasiswa hanya bisa bersikap pasrah terhadap sikap arogansi dan kesewenang-wenangan yang dilakukan pihak kampus atau rektorat. Yakni dengan cara membungkam kebebasan para mahasiswa untuk berekspresi dan menggelar diskusi.

�Hal seperti ini harus dilawan. Para mahasiswa harus bergerak menuntut pejabat kampus atau rektorat terkait untuk mundur. Janganlah mahasiswa sok bicara menatap Indonesia maju-masa depan global, tapi hanya diam saat dibungkam kebebasannya oleh pihak kampus. Gerakan mahasiswa terkesan mati suri dan dikerdilkan. Kesewenang-wenangan didepan mata ini yang harus didobrak,� cetus Rudi Antoni, saat tampil sebagai pembicara pertama dalam diskusi BEM FEB Unila bertema “Menatap Indonesia Maju : Tentang Masa Depan Global dan Middle Income-Trap” Kamis (14/9) di GSG Pahoman Bandarlampung.

Pengamat politik Rocky Gerung sendiri menyebut Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Lusmeilia Afriani dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Prof. Nairobi telah melanggar konstitusi. Sebab, pimpinan Unila itu telah membatalkan diskusi BEM FEB Unila bertema “Menatap Indonesia Maju : Tentang Masa Depan Global dan Middle Income-Trap” yang seharusnya digelar di Auditorium Pascasarjana FEB, Kamis (14/9). Setelah dilarang oleh kampus, BEM FEB Unila tetap nekat menggelar diskusi di GSG Pahoman, Bandar Lampung.

“Kegiatan itu tidak boleh dibatalkan, karena melanggar konstitusi. Setiap orang berhak punya pikiran dan setiap orang berhak untuk dibantah pikirannya,” kata Rocky usai diskusi di GSG Pahoman.

Kepada para mahasiswa, Rocky Gerung menyampaikan bahwa di dalam kampus seharusnya ada pertengkaran pikiran yang terjadi.

“Mimbar akademisi itu bukan milik rektor bukan milik dosen dan dekan tapi milik siapapun orang yang berpikir. Kampus disebut kampus kalo ada pertengkaran pikiran,” kata dia.

Sehingga, melarang diskusi BEM FEB Unila merupakan sebuah penghinaan terhadap kaum intelektual.

“Saya ingin peristiwa ini kita ingat sebagai penghinaan terhadap kaum intelektual, melarang mahasiswa, padahal konstitusi kita bilang, pemimpin tugasnya mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Rocky Gerung.

Selain Rudi Antoni dan Rocky Gerung, diskusi publik yang digagas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unila ini juga dihadiri pakar hukum Refli Harun, politisi Habil Marati serta mantan wakil Ketua KPK periode 2015-2019.

Sebelumnya, diskusi ini akan digelar di Unila. Namun mendapat penolakan dari pihak universitas. (ilo/net)