JAKARTA– Komisi I DPR RI bersama pemerintah sepakat untuk membawa Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ke paripurna.
Revisi itu mengatur pasal yang dianggap karet hingga ketentuan terkait sistem elektronik untuk memberikan perlindungan bagi konsumen.
Ketua Panja RUU ITE Abdul Kharis Almasyhari dalam rapat menjabarkan, substansi RUU tentang Perubahan Ke-2 atas UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ia mengatakan, pada 10 April 2023, Komisi I bersama pemerintah telah menyepakati 38 DIM.
“Perubahan ketentuan mengenai informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 4,” tutur Abdul dalam rapat, Rabu (22/11/2023).
Kharis mengatakan ada penambahan ketentuan di Pasal 27. Sebagaimana dimuat adanya Pasal 27a tentang larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan hingga diketahui publik.
“Penambahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan sesuatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik diatur dalam Pasal 27a,” kata dia.
Pada Pasal 27b juga diatur terkait ancaman kekerasan untuk mendapatkan suatu barang menggunakan ancaman. Dalam pasal ini, diatur jika ada pendistribusian elektronik menggunakan tindakan yang melawan hukum.
“Penambahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,” tutur Abdul Kharis.
“Memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk mendapatkan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang diatur dalam Pasal 27b,” sambungnya.
Revisi RUU ITE termasuk soal pendistribusian berita bohong yang menyesatkan kepada publik. Termasuk di pasal lainnya soal informasi bernuansa kekerasan.
“Perubahan ketentuan tentang larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiil bagi konsumen dan transaksi elektronik diatur dalam Pasal 28 ayat 1,” ujar Kharis.
“Perubahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti diatur dalam Pasal 29,” lanjutnya.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, Bobby Rizaldi, mengatakan Revisi RUU ITE ini untuk mengisi kekosongan sebelum KUHP berlaku pada 2026. Menurut dia, revisi tersebut juga merevisi pasal yang dianggap karet.
“Kalau Revisi UU ITE tentu merevisi pasal-pasal yang dianggap ‘karet’ agar sinkron dengan pasal-pasal pidana di KUHP. Lainnya adalah pengaturan PSE (penyelenggaraan sistem elektronik) dan PSRE (penyelenggara sertifikasi elektronik) yang sebelumnya diatur dalam PP sekarang karena ada pasal pidananya masuk dalam UU,” imbuhnya.
Berikut ini identifikasi atas substansi yang dimaksud:
1. Perubahan terhadap ketentuan Pasal 27 ayat 1 mengenai muatan kesusilaan; ayat 3 mengenai muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik; dan Ayat 4 mengenai pemerasan atau pengancaman yang dengan merujuk pada ketentuan pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
2. Perubahan ketentuan Pasal 28 ayat 1 mengenai keterangan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik
3. Perubahan ketentuan Pasal 28 Ayat 2 mengenai menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, serta perbuatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA
4. Perubahan ketentuan Pasal 29 mengenai ancaman dan/atau menakut-nakuti
5. Perubahan ketentuan Pasal 36 mengenai perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain
6. Perubahan ketentuan Pasal 45 terkait ancaman pidana penjara dan pidana denda, serta menambahkan ketentuan mengenai pengecualian pengenaan ketentuan pidana atas pelanggaran kesusilaan dalam Pasal 27 ayat 1
7. Perubahan ketentuan Pasal 45a terkait ancaman pidana atas perbuatan penyebaran berita bohong dan menyesatkan. (detik)