BANDARLAMPUNG � Adanya laporan Koalisi Rakyat Lampung Untuk Pemilu Bersih (KRLUPB) terhadap Bawaslu Lampung direspon Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Rencananya Kamis (6/9) DKPP menggelar sidang perdana. Sedikitnya ada dua aduan yang akan diperiksa dan diklarifikasi kepada para komisioner Bawaslu Lampung.

Pertama soal ketidak profesionalan para komisioner Bawaslu dalam menjalankan tupoksi. Yakni dengan �mengabaikan� terjadi praktek politik uang yang diduga dilakukan Pasangan Calon (Paslon) Gubernur-Wakil Gubernur Lampung terpilih, Arinal Djunaidi-Chusnunia (Nunik). Lalu yang kedua soal dugaan ketidaknetralan para komisioner yang dinilai para pelapor memiliki kedekatan personal dengan paslon.

�Rencananya hari Kamis (6/9) pekan depan sidang DKPP digelar,� terang sumber wartawan koran ini, kemarin.

Sebelumnya diketahui KRLUPB menyerahkan 12 barang bukti dan mengajukan delapan saksi ke DKPP di Jakarta, Jumat (3/8). Ini terkait laporan mereka terhadap Komisioner Bawaslu Lampung yang dinilai �mengabaikan� terjadi praktek politik uang dalam Pilgub Lampung, 27 Juni lalu.

Menurut Koordinator KRLUPB, Rakhmat Husein DC, laporan terhadap tiga komisioner Bawaslu ke DKPP ini untuk memberikan efek jera. Tujuannya agar kedepan siapapun yang menjadi Komisioner Bawaslu Lampung dapat mengawal demokrasi di Lampung. Tidak seperti sekarang, yang dinilai tak mampu mencegah terjadinya politik uang pada Pilgub Lampung 2018.

Diuraikannya, para Komisioner Bawaslu Lampung telah abai menindaklanjuti laporan masyarakat terhadap kasus politik uang yang diduga dilakukan Arinal-Nunik. Dimana semua juga tahu dalam kasus politik uang yang diduga dilakukan Arinal-Chusnunia hampir semua terlapor menghilang hingga kini. �Kenapa saksi dan terlapor bisa hilang? Bisa ada yang sengaja �menghilangkannya,� tegasnya.

KRLUPB, belajar dari pengalaman sidang di Gakkumdu Lampung, kata Rakhmat Husein, tak mau kandas lagi. �Kami tak mau terlapor dan saksi dihilangkan. Kami menghindari terlapor kabur seperti dalam kasus politik uang yang selama ini terjadi,� ujarnya.

Hasil pemeriksaan administratif Bawaslu Lampung, politik uang tidak terbukti terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Salah satu alasan, tidak cukup bukti, para pelakunya, terlapor, dan para saksi tidak memenuhi panggilan panwaslu di daerah-daerah.

Disisi lain, adanya vonis tiga tahun penjara bagi dua pembagi amplop politik uang paslon Arinal-Nunik pada Pilgub Lampung, 27 Juni 2018 lalu, mendapat komentar Dr. Eddy Rifai, SH, MH, pakar hukum pidana Universitas Lampung. Keduanya adalah Sarwoto dan M. Harisun. Ironisnya sang pemberi atau yang memerintahkan politik uang yakni Ketua Pimpinan Kecamatan (PK) Partai Golkar Kelumbayan Barat, Hendrik justru lari hingga kini.

Dikatakan Eddy Rifai, penyelenggara Pilgub Lampung 2018 terkesan melakukan pembiaran terhadap larinya para pelaku politik uang.�Sehingga, dengan ketidakhadiran mereka membuat Bawaslu Lampung menyatakan tak terbukti adanya politik uang yang TSM. �Hal ini terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota, saksinya ada, barang buktinya ada, pemberinya kabur,� kata Eddy Rifai.(red/net)