Gedung Baru KPK

BANDARLAMPUNG � Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menilai telah terjadi pelanggaran pemanfaatan ruang pesisir, laut dan pulau kecil di Pulau Tegal di Desa Gebang dan Dermaga Penyeberangan di kawasan Pantai Ringgung, Desa Sidodadi, Kecamatan Teluk Pandan, Pesawaran. Hal ini berdasarkan supervisi oleh KPK bersama tiga kementerian terkait. Kesimpulan yang dikeluarkan KPK tentang Pulau Tegal Mas yang dikelola Thomas Azis Riska telah melakukan pelanggaran melalui surat No.B/8230/KSP00/01-16/10/2019. Surat ditandatangani Ketua KPK Agus Rahardjo, tanggal 10 Oktober 2019.

Ketua Tim Koordinasi Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK Wilayah II Dian Patria sebagaimana dilansir Kantor Berita RMOLLampung,�menyatakan kesimpulan adanya pelanggaran dari hasil koordinasi supervisi, dan monitoring Korsupgah.

“Adanya pelanggaran berdasarkan koordinasi, sepervisi dan monitoring KPK bersama Kementrian Agraria dan Tata Ruang BPN, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Korwas PPNS Bareskrim Polri, Pemprov Lampung dan Pemkab Pesawaran,” ujar Dian Patria.

Karenanya KPK RI meminta tiga kementerian tersebut segera mengakselerasi penegakan hukum terhadap sejumlah pelanggaran dugaan hukum yang terjadi di Pulau Tegal dan Dermaga Penyeberangan di Pantai Ringgung. “KPK sudah mengirim surat ke Kementerian LHK, ATR/BPN, dan KKP untuk akselerasi proses penegakan hukum pelanggaran pesisir dan pulau kecil di Desa Sidodadi dan Desa Gebang, Pesawaran,” lanjut Dian Patria.

KPK, dijelaskannya telah meminta ketiga kementerian melakukan penegakan hukum berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 14 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini, KPK sendiri berwenang melakukan koordinasi, supervisi, dan monitoring pencegahan tindak pidana korupsi.

 

Sebelumnya tokoh masyarakat Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie, menilai keberadaan tempat wisata Pulau Tegal Mas terus menimbulkan polemik. Tokoh yang menginisiasi pemekaran Kabupaten Pesawaran itu menyatakan keberadaan kawasan pariwisata itu hanya merugikan berbagai pihak. Dia pun minta pemerintah menolak permohonan izin PT. Tegal Mas mengingat kerugian yang akan menjadi lebih besar lagi. Baik dari sisi kerusakan lingkungan, sosial-budaya, ekonomi kemasyarakatan, hukum, maupun kepemilikannya.

�Sebagai warga Pesawaran, kami meminta agar KLH, KKP & BPN serta tentunya KPK menindak tegas pengelolanya. Penyegelan tidak efektif karena pihak pengelolanya terkesan tak peduli, termasuk alas haknya,� katanya.

Selain menimbulkan citra tak baik pengusaha pariwisata lokal, apa yang telah dilakukan pengelola Pulau Tegal Mas merugikan nelayan, merusak lingkungan hidup, serta bisa mengganggu kawasan perairan pertahanan Armada Barat. �Banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya bagi masyarakat dan pemerintah. Termasuk citra pengelolaan pariwisata di Provinsi Lampung,� katanya.

Menurut Alzier, Pengelola Pulau Tegal Mas hanya merugikan para nelayan yang turun-temurun mengais rezeki pada kawasan tersebut. �Negara malah dirugikan karena pengrusakan lingkungan dan mengeluarkan biaya untuk menginspeksi dan menyegel dua titik kerusakan pantai dan hutan mangrove serta penggerusan perbukitan,� tuturnya.

Ada lagi, hak orang lain terampas. �Saya dari dulu paham bahwa sebagian besar tanah Pulau Tegal miliki Pak Babay Chalimi yang lebih dikenal sebagai Babay Andatu,� katanya.

Lalu, sebagian pulau yang dibeli Babay dan diperkuat dengan pernyataan kompensasi empat aset sita jaminan yang sudah diputuskan Pengadilan Negeri Tanjungkarang.

Sepeti diketahui Mabes Polri memastikan bukan hanya soal perizinan Pulau Tegal Mas saja yang diduga bermasalah. Tapi ada pelanggaran lain yang kini diselidiki. Kepastian ini ditegaskan Karokorwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Menurut Prasetijo Utomo, yang juga merupakan Ketua Tim Penyelidik PPNS di Pulau Tegal, pihaknya kini tengah mendalami indikasi tindak pidana di Pulau Tegal mengenai kerusakan lingkungan. Yakni soal adanya reklamasi. �Kini apa saja yang menjadi dampak yang terjadi atas reklamasi lagi kami selidiki,� tuturnya.

Dipastikannya, berdasarkan pantauan pihaknya, kuat dugaan ada pelanggaran hukum yakni kerusakan lingkungan. �Karenanya kami memasang plang peringatan bahwa pulau ini dalam proses penyelidikan PPNS dalam dugaan tindak pidana,� tegasnya.

Berdasarkan pantauan dilapangan, di plang peringatan yang dipasang tertulis beberapa pelanggaran yang diduga dilanggar pihak pengelola Pulau Tegal. Yakni pasal 98 dan 109 Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak 10 miliar rupiah.

Lalu, pelanggaran pasal 69 ayat (1) pasal 74 Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah. Selanjutnya pelanggaran pasal 75 jo pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan ancaman hukuman paling lama 3 tahun penjara dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah. Terakhir, pelanggaran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun penjara dan denda paling banyak sepuluh miliar rupiah.(red/net)