foto tempo.co

JAKARTA � Empat calon gubernur (Cagub) yang diusung PDI Perjuangan untuk pemilihan gubernur (Pilgub) Riau, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku ternyata tak satupun yang merupakan kader internal partai.

Dalam analisanya, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SRMC) Djayadi Hanan menilai tepat keputusan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang tidak mengusung kadernya sendiri.

Menurut dia, Megawati memang harus membuat keputusan berdasarkan pertimbangan dan peluang politik yang berbeda-beda di setiap wilayah atau daerah pemilihan.

�Jika melihat peta politik, PDIP bukan partai pemenang di empat wilayah tersebut. Jadi wajar jika PDIP mempertimbangkan untuk mengusung kader partai lain yang lebih potensial sebagai cagub, kemudian memilih cawagubnya dari kader,� kata Djayadi seperti diwartakan nasional.tempo.co, Selasa (19]/12/17).

Dalam pilkada Sulawesi Tenggara, PDIP mengusung pasangan Asrun-Hugua. Hugua adalah kader PDIP yang kini menjabat Bupati Wakatobi. Untuk pilkada Riau, PDIP mengusung calon inkumben Arsyadjuliandi Rachman yang berpasangan dengan kader PDIP, Suyatno.

Dalam pilkada Maluku, ada Inspektur Jenderal Murad Ismail yang berpasangan dengan Barnabas Orno. Barnabas adalah kader PDIP yang kini menjabat Bupati Maluku Barat Daya. Terakhir untuk pilkada Nusa Tenggara Timur (NTT), PDIP mengusung pasangan Marianus Sae dengan kader PDIP, Emilia J. Nomleni.

Di empat wilayah tersebut, menurut Djayadi, PDIP tidak memiliki kader yang elektabilitas dan popularitasnya lebih tinggi dibanding calon-calon yang diusung partai pemenang. �Jadi tepat kalau PDIP memilih berkoalisi,� ucapnya.

Djayadi berujar, dari empat pasangan tersebut, pasangan Asrun-Hugua di Sulawesi Tenggara dan Arsyadjuliandi Rachman-Suyatno berpeluang cukup besar memenangi pilkada serentak 2018. Sedangkan di dua wilayah lain, menurut Djayadi, calon yang diusung PDIP masih memiliki peluang untuk menang tapi cukup berat karena harus menghadapi pesaing calon inkumben dan partai pemenang. �Di Maluku itu saingannya calon inkumben, sementara di NTT itu partai pemenang Golkar mengusung calon kuat lain,� tuturnya.

Adapun di empat provinsi itu, PDIP memang tidak dapat mengusung calon gubernur sendiri alias harus berkoalisi.

Keputusan Megawati yang tidak mengusung kader internalnya di Pilgub dimungkinkan juga akan terjadi di Lampung. Hanya saja, di Lampung, PDIP tidak perlu berkoalisi untuk mengusung seorang calon. (tpc/ilo)