JAKARTA�� Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menelusuri aset terpidana korupsi Sugiarto Wiharjo alias Alay yang ditangkap di Bali, Rabu (6/2). Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, aset haram itu bakal digunakan untuk mengganti kerugian negara sesuai dengan putusan pengadilan.
�Dalam penelusuran kami melibatkan tim korsup (koordinasi dan supervisi) penindakan KPK dan berkoordinasi dengan pihak Kejati Lampung,� kata Febri di Jakarta, Selasa (12/2).
Febri menambahkan, tim KPK dan Kejati Lampung bakal mengejar aset sebesar Rp 106 miliar.
Sugiarto Wiharjo sendiri diketahui ditangkap di sebuah hotel, daerah Tanjung Benoa, Bali oleh tim gabungan dari bidang intel Kejaksaan Tinggi Bali dan tim KPK yang dipimpin oleh Asintel Kejaksaan Tinggi Bali, Rabu (6/2) sekitar pukul 15.40 WITA.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) atas nama Sugiarto Wiharjo alias Alay sejak 2015. KPK pun memfasilitasi pencarian DPO semenjak diterima permintaan fasilitasi dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Lampung pada bulan Mei 2017. Selama masa pencarian, terpidana Alay selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan identitas berbeda.
Sementara itu Asisten Pidana Khusus (Aspidsus)�Kejati Lampung�Andi Suharlis mengatakan, pihaknya kini berorientasi memulihkan kerugian negara sebesar Rp 106 miliar. Caranya melakukan pelacakan aset.
Menurut Andi, untuk pelacakan aset Alay,�Kejati Lampung�akan berkoordinasi dengan Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan RI dan�KPK.
“Itu yang kami lakukan, koordinasi dengan Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan RI dan�KPK,” katanya.
“Dalam koordinasi ini, kami akan cari aset-aset yang bersangkutan, baik atas nama terpidana atau nama orang lain,” imbuhnya.
Berdasarkan informasi awal, aset Alay tersebar di tiga lokasi.
“Ada beberapa di Lampung, Jawa, dan Pulau Bali. Ini masih bersifat informasi,” tambah Andi.
Andi mengatakan,�Kejati Lampung�bersama Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan RI dan�KPK�akan mengolah informasi tersebut. “Atas siapa kepemilikan aset ini. Kalau sudah, kami lakukan eksekusi untuk pengembalian kerugian negara,” tuturnya.
Jika Alay kooperatif mau mengungkap asetnya hingga bisa menutup kerugian sampai Rp 106 miliar, maka terpidana tak perlu menjalani hukuman subsider. “Ini bakal berkaitan dengan hak terpidana. Kalau ungkap Rp 106 miliar, tidak perlu jalani hukuman subsider (dua tahun),” tukasnya.
Seperti diketahui eksekusi terhadap Sugiarto Wiharjo alias Alay, sesuai Putusan Mahkamah Agung Nomor 510 K/PID.SUS/2014. Surat tersebut menolak permohonan kasasi terdakwa Alay dan mengabulkan permohonan kasasi dari jaksa penuntut umum. Sugiarto Wiharjo alias Alay pun harus menjalani pidana penjara selama 18 tahun dengan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan penjara.
Dalam putusan tersebut, Alay juga harus mengganti kerugian negara sebesar Rp 106.861.614.800. Apabila tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu satu bulan, maka harta bendanya dapat disita. Apabila harta benda tidak mencukupi, maka Alay akan dipidana selama dua tahun penjara.
Kajati Lampung Susilo Yustinus mengatakan, surat putusan tersebut keluar pada 21 Mei 2014 dan diterima Kejari Bandar Lampung pada 30 Juni 2014. “Dari putusan tersebut belum bisa dieksekusi, maka Kejari Bandar Lampung mengeluarkan surat putusan DPO pada tanggal 21 Agustus 2014,” ungkapnya.
Susilo mengatakan, terpidana Alay sudah dicari selama lima tahun.
“Tapi atas kerja keras petugas Kejaksaan Agung bekerja sama dengan intelijen�Kejati Lampung�dan difasilitasi�KPK, terpidana ditemukan di Tanjung Benoa, Bali,” ungkapnya.
Susilo menjelaskan, ini merupakan bagian dari bagian program Tabur (Tangkap Buronan). “Maka kami mengimbau kepada para DPO, baik tipikor dan umum, kami sangat berharap segera menyerahkan diri,” tegasnya.
“Karena identitas DPO sudah kami identifikasi, lebih baik segera serahkan diri dibandikan kami jemput paksa,” lanjutnya.
Berdasarkan surat putusan MA, Sugiarto Wiharjo alias Alay wajib mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 106 miliar. Dan yang baru dirampas Rp 1 miliar, baik berupa aset maupun rekening.(net)