Jakarta�� Adanya laporan dugaan korupsi kegiatan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lampung tahun anggaran 2016 sebesar Rp55 miliar ke ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) RI, agaknya berbuntut. Pasalnya laporan ini dianggap mencemarkan nama baik dan menghancurkan karakter Ketua KONI Lampung, M. Ridho Ficardo. Hal ini ditegaskan Pelaksana Tugas (Plt) Pengurus Provinsi (Pengprov) Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie, Ketua Pengprov Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Lampung, Abdulah Fadri Auli serta Ketua Pengprov Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Parpani) Lampung,�Yandri Nazir.
Menurut Alzier, dia mempersilakan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum dan mendukung upaya pemerintah memberantas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KNN). Namun hendaknya data KKN yang disampaikan valid dan otentik. Sehingga tidak menjurus fitnah dan menghancurkan karakter seseorang.
�Karenanya kami pengurus provinsi cabang olahraga yang ada dinaungan KONI merasa keberatan adanya laporan mengatas namakan Barisan Rakyat Peduli Lampung (BRPL) di KPK. Pasalnya laporan itu sudah menyebut nama seolah Gubernur M. Ridho Ficardo yang juga Ketua KONI Lampung terlibat. Padahal semua tidak benar. Ini fitnah keji menghancurkan karakter seseorang,� tegas Alzier.
Alzier mengaku kini menyiapkan langkah hukum melaporkan balik masalah ini ke Polda Lampung. Ada beberapa pasal yang akan disangkakan. Seperti terkait pencemaran nama baik serta pelanggaran UU ITE. �Yang lain masih kami kaji bersama tim penasehat hukum. Kini kami menunggu restu saudara Ridho untuk melapor ke Polda Lampung,� terangnya.
Diungkapkan Alzier tidak ada keterlibatan Ridho dalam anggaran KONI. Justru yang bermasalah itu adalah dugaan kasus dalam penetapan honorarium Tim Raperda dan Rapergub, serta Tim Evaluasi Rancangan APBD Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung yang diduga melibatkan mantan Sekretaris Provinsi Lampung, Arinal Djunaidi. Kasus ini lanjut Alzier oleh Kejati Lampung, meski belum menyebut nama tersangka, tapi jelas telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.
�Kasus ini yang harusnya dipertanyakan elemen masyarakat. Beberapa waktu lalu di era Kajati Lampung, Syafrudin sudah ditegaskan kasus dugaan kasus tindak pidana korupsi penetapan honorarium Tim Raperda dan Rapergub, serta Tim Evaluasi Rancangan APBD Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung sudah naik ke penyidikan. Dan sedang dicari siapa saja pihak yang bertanggungjawab. Mengapa sekarang justru terkesan jalan ditempat,� tandasnya.
Waktu itu lanjut Alzier, sejumlah elemen masyarakat mendesak Arinal Djunaidi diperiksa Kejati Lampung. �Tapi mengapa sekarang menghilang. Malah mengangkat kasus yang sumir dan belum layak dilaporkan KPK. Ini tidak benar. Cendrung politis dan fitnah,� tandas Alzier.
Apa yang disampaikan Alzier didukung Yandri Nazir. Menurut Anggota DPRD Lampung ini, dia tidak terima jika nama Ketua KONI Lampung, Ridho Ficardo disebut terlibat penggunaan dana KONI. Menurutnya sebagai ketua, Ridho bukan kuasa pengguna anggaran. Yang menggunakan anggaran justru Pengprov cabang olahraga naungan KONI. �Jadi yang elok jika menyampaikan aspirasi. Jika sudah menuding nama itu jelas fitnah. Karenanya kami sepakat membawa kasus ini keranah hukum,� tegas Yandri.
Hal senada dikatakan Abdulah Fadri Auli. Menurutnya permasalahan ini pernah diusut Kejati Lampung. Hasilnya tidak ditemukan adanya perbuatan melawan hukum. Selain itu, hasil audit lembaga terkait tidak ditemukan kerugian negara. �Jadi mau apalagi. Masalah ini sudah selesai, langkah hukum sudah dilakukan dan tidak terbukti. Lalu tidak ada kerugian negara hasil audit lembaga terkait. Jika sekarang kasus ini dilaporkan ke KPK, terkesan dipaksakan. Dan parahnya disebutkan seolah Ketua KONI Lampung, Ridho Ficardo terlibat. Padahal itu tidak benar,� tandas Abdullah Fadri Auli.
Seperti diberitakan beberapa media online, tak puas dengan kinerja aparat penegak hukum di Lampung, elemen gelar aksi dan melapor ke KPK.
Mereka melaporkan dugaan korupsi di KONI Lampung yang sudah ditangani Kejati beberapa waktu lalu, dan telah mengeluarkan surat perintah penyelidikan nomor print-06/N.8/Fd.1/11/2016, namun hingga kini belum jelas kelanjutannya. Dalam aksinya mereka menuding adanya KKN dana anggaran kegiatan PON XIX Jawa Barat Rp55 miliar yang diduga melibatkan melibatkan Ridho Ficardo.
Korlap aksi, Icha Novita sebagaimana dilansir website LampungNET.com
menegaskan, penegak hukum di Lampung seperti �tutup mata dan tutup telinga� seolah tidak ada nyali mengungkap kejahatan korupsi yang ada di Lampung. �Sudah terlalu lama kita melihat, mendengar serta merasakan tindakan para pemimpin yang ada di Lampung yang diduga tidak becus mengelola anggaran,� ungkap Icha, di sela menggelar aksi dan melaporkan dugaan korupsi kegiatan KONI Lampung di gedung KPK, Jakarta, dan diterima staf KPK, Iin, Senin (15/10).
Icha meminta KPK mengambil alih penyelidikan dan penyidikan anggaran KONI Lampung. �Karena kami masih percaya bahwa KPK mampu mengungkap misteri ini,� imbuhnya.
Icha menilai, Kejati Lampung tidak mampu mengungkap dugaan korupsi KONI. �Kami melihat tidak adanya upaya dari Kejati Lampung untuk mengungkapnya. Bahkan terkesan seperti dilindungi,� tegas Icha.
Hingga hari ini kata Icha, tidak ada kelanjutan dari kasus itu, perkara di selidiki atau tidak oleh pihak Kejati Lampung publik pun tidak tahu. Di karenakan yang dinilai pihaknya dan publik kasus ini seperti jalan di tempat. �Kamipun sudah berulang kali melakukan aksi untuk mempertanyakan kasus tersebut dan hingga sampai saat ini kami belum mendapatkan jawaban yang bisa benar-benar memberi kepastian,� ungkapnya .
Ia menambahkan, kebijakan dan anggaran Pemprov Lampung yang berpotensi merugikan keuangan daerah di antaranya yakni anggaran yang diperuntukkan untuk KONI Lampung yang diketuai Gubernur Ridho Ficardo yang setiap mata anggaran harus melalui persetujuan dirinya. Sebagai Gubernur kata dia, Ridho memegang peranan penuh dalam menentukan besaran anggaran yang ada di KONI Lampung. (red/dariberbagaisumber)