//LSM Dukung Penegak Hukum Turun Tangan//

BANDARLAMPUNG – Langkah Kejari Bandarlampung mengusut perjanjian kerjasama antara Pemkot Bandarlampung dengan PT. Prabu Artha Developer dalam pembangunan dan penataan kembali Pasar SMEP Sukabaru, Tanjungkarang Barat agaknya harus didukung semua pihak. Ini terkait makin tidak jelasnya informasi mengenai keberadaan uang jaminan senilai Rp14,3 miliar yang diberikan oleh pengembang.

Sebelumnya Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bandarlampung, Trisno Andreas hingga Sekretaris Kota (Sekkot) Badri Tamam mengaku tidak tahu-menahu adanya bank garansi atau uang jaminan sebesar Rp14,3 miliar. Lalu Ketua DPRD Kota Bandarlampung, Wiyadi pun juga mengutarakan hal yang sama.
Dan kemarin, giliran Walikota Herman HN juga membantah mengetahui adanya bank garansi atau uang jaminan sebesar Rp14,3 miliar tersebut.

“Saya tidak tahu masalah tersebut. Masak walikota ngurusin itu, tanya sama yang ngurusin tendernya,” elak Herman HN saat dikonfirmasi persoalan ini seusai menerima Tim Ombudsman RI di ruang rapat Walikota Bandarlampung.

Untuk diketahui sesuai perjanjian antara Pemkot Bandarlampung dan PT. Prabu Artha Developer setebal 14 halaman bernomor 20/PK/HK/2013 dan nomor 888/PAD/VII/2013 dengan nilai investasi sebesar Rp286,8 miliar lebih dijelaskan beberapa kewajiban pengembang. Misalnya Pasal 6 ayat 2 butir F. Isinya ditegaskan pihak PT. Prabu Artha Develover mempunyai kewajiban menyerahkan bank garansi (BG) sebagai jaminan pekerjaan pembangunan senilai 5% dari nilai investasi. Angka ini mencapai 14,3 miliar lebih yang harus diserahkan kepada Pemkot Bandarlampung saat penandatanganan perjanjian kerjasama berlangsung.

Dari beberapa dokumen yang ada terungkap bahwa perjanjian kerjasama antara Pemkot Bandarlampung dengan PT. Prabu Artha Developer dalam pembangunan dan penataan kembali Pasar SMEP ditandatangani 15 Juli 2013. Sebagai pihak pertama Walikota, Herman HN. Lalu pihak kedua PT. Prabu Artha Developer yang diwakili Ferry Sulisthio, S.H.

Turut menyaksikan dan menandatangani Tim Kordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD) Bandarlampung. Mereka adalah, Drs. Badri Tamam (Sekretaris Daerah), Dedi Amarullah (Asisten Bidang Pemerintahan), Ir. Pola Pardede(Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan.

Lalu, Djuhandi Goeswi (Kepala BAPPEDA), Ir. Andya Yunila Hastuti (Kepala Bidang Ekonomi BAPPEDA), Zaidi Rina (Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan Drs. Khasrian Anwar (Kepala Dinas Pengelolaan Pasar).

Kemudian Ir. Daniel Marsudi (Kepala Dinas Pekerjaan Umum), Effendi Yunus (Kepala Dinas Tata Kota) dan Rifa’i (Kepala Dinas Perhubungan). Terakhir Wan Abdurrahman (Kepala Bagian Hukum), Sahriwansah (Kepala Bagian Pemerintahan) dan Susi Tur Andayani (Tenaga Ahli Bidang Pemerintahan, Politik dan Hukum).

Dikonfirmasi mengenai pernyataan Herman ini, advokat Peradi Lampung, Hengki Irawan, S.P.,M.H, kembali berharap agar Pemkot menjelaskan permasalahan ini ke publik secara gamblang. Tujuannya agar tidak timbul prasangka negatif di mata masyarakat terhadap kinerja Pemkot khususnya mensikapi mangkraknya pembangunan Pasar SMEP tersebut.

“Jujur saja, saya agak aneh juga jika sampai Kepala BPKAD, Trisno Andreas hingga Sekretaris Kota (Sekkot) Badri Tamam mengaku tidak tahu-menahu mengenai adanya bank garansi atau uang jaminan sebesar Rp14,3 miliar. Lalu dewan maupun walikota pun juga mengaku tidak tahu, jadi ini ada apa sebenarnya,” tutur Ketua Poros Pemuda Indonesia Provinsi Lampung tersebut.

Dikatakan Hengki Irawan, masalah mangkraknya pembangunan Pasar SMEP bukan merupakan persoalan main-main. Ini menyangkut nasib ratusan pedagang yang menggantungkan nasibnya disana. Apalagi masalah ini diakuinya langsung atau tidak langsung telah memakan korban jiwa. Karenanya dengan adanya isu-isu yang sensitif, terutama masalah dana jaminan ini, dikhawatirkan memicu keresahan terutama di kalangan pedagang. Dimana banyak uang mereka yang kini tidak jelas keberadaannya karena terlanjur diambil pengembang.

“Karenanya saya mendukung pihak Kejati, Kejari, Polres, Polda, atau Kejagung, Mabes Polri hingga KPK untuk turun tangan, agar semua menjadi jelas,” harapnya.

Sebelumnya diketahui Kejari Bandarlampung mengaku sedang mengkaji perjanjian antara Pemkot dan PT. Prabu Artha Developer. Ini terkait pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pasar SMEP Sukabaru, Tanjungkarang Barat senilai Rp286,8 miliar lebih. Kepastian ini diungkapkan Kasi Intelijen Kejari Bandarlampung, Andri Setiawan, S.H.M.H.

Menurut Andri secara umum penjanjian antara Pemkot dan PT. Prabu Artha Develover menyangkut masalah keperdataan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan, bisa saja mengarah ke tindak pidana korupsi, bila memang nanti ditemukan indikasi penyimpangan yang mengarah timbulnya kerugian negara.

“Jadi kita lihat saja nanti. Semua masih dipelajari khususnya oleh bagian Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara,Red),” jelas Andri.

Pihak pedagang sendiri menjadi korban yang paling teraniaya akibat adanya perjajian pembangunan dan penataan Pasar SMEP yang mangkrak ini. Bahkan, banyak pedagang yang jatuh sakit akibat stres, terserang stroke hingga meninggal dunia. Ini lantaran uang yang disetor mereka guna mendapatkan jatah toko dari pengembang ternyata tidak kunjung ada kejelasan hingga kini.(red)