BANDARLAMPUNG – Dr. Eddy Rifai, MH mengatakan masih memungkinkan paslongub Arinal-Chusnunia didiskualifikasi dan dilakukan pilgub ulang di Lampung. Ada memang ketentuan Pasal 158, UU Pilkada 2015 yang menyatakan dapat digugatnya pilgub ulang jika selisih suara tak lebih dari satu persen. Namun, ketentuan itu, keadilan formil.
Sebagai mana dilansir RMOLLampung Lampung usai keputusan Bawaslu Lampung, Kamis (19/7), Eddy Rifai menyatakan, para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak cuma mempertimbangkan sengketa pemilihan kepada daerah hanya berdasarkan keadilan formil, tapi juga keadilan substansial. Jika secara keadilan substansial dapat dibuktikan adanya politik uang yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), maka MK dapat memutuskan pemilihan ulang gubernur.
�Sudah ada contoh kasusnya,� kata penggagas dan perintis Surat Kabar Kampus Universitas Lampung �Cendekia� dan �Teknokra� yang masih aktif menulis artikel di berbagai media ini.
Hasil penelusurannya sejak tahun 2008 sampai pertengahan 2011, MK menangani 32 perkara dan 21 perkara dikabulkan karena terbukti adanya pelanggaran yang bersifat TSM. MK tidak pernah mengadili pelanggaran secara pidana atau administratif dalam tapi hanya melihat pengaruhnya terhadap hasil pemilukada apakah telah merusak sendi-sendi demokrasi yang luber dan jurdil.
Atas dasar adanya pelanggaran-pelanggaran yang TSM, MK dapat membatalkan hasil pemilukada. Pembatalan itu baru dapat dilanjutkan lembaga peradilan lainnya.
MK tidak akan pernah memutuskan perkara dalam konteks pidana maupun administratif,� ujar Aak, panggilan Eddy Rifai.
MK melakulan hal tersebut karena masih lemahnya peraturan dan perundangan yang tidak memberikan empowering kepada institusi pengawasan pemilukan sehingga terkesan tak pernah efektif.
MK, kata Eddy, mengembangkan paradigma baru dalam menangani sengketa pemilukada yang tidak semata-mata terpaku pada aspek kuantitatif, yakni angka-angka hasil penghitungan suara.
Tapi juga, katanya, pada aspek kualitatif pemilu, yakni proses-proses pemilu yang memengaruhi kualitas pemilu yang luber dan jurdil yang tidak tuntas ditangani oleh institusi-institusi lain.
MK, katanya, tidak akan memberikan sanksi administratif maupun pidana, tapi dapat membatalkan hasil pemilukada apabila terbukti ada pelanggaran yang TSM.�Pembatalan oleh MK dapat dilanjutkan lembaga peradilan lainnya.[net)