BANDARLAMPUNG – Salahsatu keluarga narapidana (napi) di Rutan Kelas IA Bandarlampung mengeluh. Pasalnya ada kesan diskriminasi dan “permainan” uang dalam pemberian remisi, assimilasi atau Pembebasan Bersyarat (PB) di Rutan Kelas IA Bandarlampung.
Dimana ada napi yang sangat layak untuk mendapatkan program tersebut lantaran sudah memenuhi semua pesyaratan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, justru tidak diberikan. Sebaliknya, ada napi yang seharusnya tidak boleh diberikan program itu lantaran tidak memenuhi syarat, namun malah justru mendapatkan.
“Misalnya ada napi residivis yang bernama Yudha Irwandi Ramli Bin Darwan malah diberikan program tersebut. Padahal aturannya tidak boleh. Diduga ada perubahan data dan lain-lain. Ini terjadi lantaran ulah oknum pejabat Rutan Kelas IA Bandarlampung. Saat ini kami sedang mempertimbangkan untuk melaporkannya kepihak berwajib. Sebab diduga ada penyimpangan dan perbuatan pidana. Bukan hanya sekedar kelalaian atau kesalahan administrasi,” tutur Penasehat Hukum (PH), Ujang Tommy, S.H., M.H.
Sementara lanjut Ujang Tommy, kliennya malah tidak diberikan PB. Padahal semua syarat untuk mendapatkan PB sudah dipenuhi. Yang membuatnya miris, kliennya sempat dimintakan uang oleh oknum Pejabat Rutan Kelas IA Bandarlampung sebesar Rp10 juta agar dapat lolos mendapatkan program PB. Padahal seharusnya tidak perlu menggunakan uang agar lolos program PB, karena semua berkas dan persyaratan sudah dipenuhi dan dilengkapi .
“Namun PB yang dimohonkan ternyata tidak kunjung terealisasi. Padahal semua syarat pemberian PB bagi napi sudah terpenuhi. Setelah dipertanyakan, uang Rp10 juta ini akhirnya dikembalikan. Dia beralasan, PB tak dapat diberikan karena ada kasasi Jaksa Kejati Lampung pada perkara yang berbeda. Padahal kasasi ini sama sekali tidak ada hubungan dengan kasus yang melilit klien saya, karena di PN Tanjungkarang sudah memvonis lepas,” tegas Ujang Tommy lagi .
Karenanya pihaknya pun sangat kecewa dengan sikap Pejabat Rutan Kelas IA Bandarlampung tersebut. “Ya tentu saja kliennya kami sangat kecewa, meski uang itu sudah dikembalikan. Untuk itu kami sedang menyusun pengaduan untuk disampaikan kepada pihak berwenang agar dapat diambil tindakan tegas,” pungkasnya.
Disisi lain, Kepala Rutan (Karutan) Kelas IA Bandarlampung, Iwan Setiawan, S.H., M.H., membenarkan bahwa ada napi residivis yang bernama Yudha Irwandi Ramli Bin Darwan yang lolos mendapatkan program assimilasi. Hal ini bisa terjadi karena ada perbedaan data atau nama yang ada dipihaknya. Selain itu, tak ada pengakuan juga dari napi itu bahwa dirinya adalah seorang residivis.
“Jujur ini ada sedikit “kelalaian”. Namun setelah kami mengetahui yang bersangkutan seorang residivis, saya langsung mengusulkan agar Surat Keputusan (SK) assimilasi terhadap napi itu untuk dicabut. Ini tidak ada unsur kesengajaan. Tidak ada juga pemberian uang. Pemberian Assimilasi, Remisi, PB, semuanya gratis asalkan administrasi persyaratan dan lainnya terpenuhi,” tutur Iwan Setiawan, Minggu, 23 April 2023.
Sementara terkait tidak diberikan PB terhadap napi AH, sebagaimana dikeluhkan pengacaranya, Iwan Setiawan mengaku bahwa pihaknya sudah mengajukannya dan tinggal direalisasikan dan dicetak saja.
Namun belakangan pihaknya mendapat pemberitahuan dari Jaksa Kejati Lampung, bahwa napi tersebut ada perkara lain yang saat ini sedang dalam proses Kasasi di Mahkamah Agung RI. Sehingga dia pun memutuskan untuk menunda sementara pemberian PB tersebut.
“Tidak ada masalah pribadi. Usulan PB-nya sudah kami ajukan dan tinggal dicetak saja, jika semuanya sudah clear. Namun memang belum bisa diberikan, karena ternyata ada kasus lain yang saat ini sedang dalam proses Kasasi di MA. Untuk itu, habis lebaran ini saya akan berkoordinasi dengan pihak Kejati Lampung. Langkah ini saya ambil, murni bentuk kehatian-kehatian saya. Untuk itu diketahui, PB sifatnya kebijakan yang bisa diberikan atau tidak, sesuai dengan ketentuan. Berbeda, jika memang masa tahanannya sudah berakhir. Pasti langsung kami bebaskan,” papar Iwan Setiawan.
Terkait adanya pemberian uang Rp10juta untuk mengurus PB itu, Iwan Setiawan memberikan klarifikasi. Menurutnya, hal ini berawal saat istri terpidana tersebut berkunjung ke ruangannya di Rutan Kelas IA Bandarlampung. Disana dia menangis dan meminta tolong, agar suaminya dapat dibantu mendapatkan PB.
“Lalu saya jelaskan, kita sesuai prosedur saja. Asalkan semua memenuhi persyaratan pasti kami ajukan,” jelas Iwan Setiawan.
Atas sikap dan penjelasannya ini, istri terpidana itu ternyata lantas menaruh dan meninggalkan uang Rp10 juta diruangannya.
“Sudah saya tolak, tapi dia memaksa dan menyatakan sebagai ucapan terimakasih karena sudah membantu suaminya selama ini di rutan. Uang itu pun saya simpan. Karenanya jujur saja, saya agak tersinggung dikatakan sudah menipu. Saya malu sekali. Boleh dicek, saya tidak pernah meminta uang kepada keluarga binaan. Terlalu kecil uang segitu. Mohon maaf saja. Begini-begini saya masih memiliki tanah di kampung. Uang itu pun kemudian saya berikan kembali kepada terpidana tersebut,” tutup Iwan Setiawan.(red)