BANDARLAMPUNG � Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dikabarkan ikut tersandung kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Untuk itu, hari ini Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadwalkan pemanggilan terhadap Ketua Umum (Ketum) DPP Partai Golkar tersebut untuk diperiksa sebagai saksi. Hal ini pun memantik reaksi Nizwar Affandi yang merupakan Mantan Ketua DPD Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Provinsi Lampung dan PD Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Provinsi Lampung.
�Saya sangat prihatin menerima informasi pemanggilan Ketum DPP Partai Golkar oleh Kejaksaan Agung dalam kapasitasnya sebagai Menko Perekonomian terkait kasus ekspor CPO. Belum kering rasanya tinta jurnalis memberitakan kegaduhan kasus BTS Kemenkominfo yang turut menyebut Menpora, sekarang sudah ditambah lagi berita buruk ini,� tutur Nizwar Affandi, Selasa 18 Juli 2023.
Diuraikan Nizwar Affandi, beberapa pihak menyatakan harus tetap berpegangan dengan azas praduga tak bersalah (presumption of innocence) terkait adanya pemeriksaan ini. Namun menurutnya hematnya, agar obyektifitas terjagam tidak boleh juga dilupakan azas praduga bersalah (presumption of guilt), khususnya dalam kasus yang melibatkan pejabat publik.
Menurut Nizwar Affandi, adalah benar bahwa baik Menpora maupun Menko Perekonomian secara administratif dalam proses hukum baru dipanggil sebatas saksi. Tetapi di perspektif nilai, moral dan etika (values, moral reasoning and ethics) tidak dapat disanggah ada sesuatu yang sedang terjadi dan sesuatu itu tidak dapat dianggap normal, wajar dan baik-baik saja.
�Bagi internal Partai Golkar, kejadian beruntun ini mestinya sudah jadi lampu merah bukan sekedar lampu kuning lagi. Ini adalah titik di mana kesadaran dan kemauan yang kuat melakukan muhasabah dan self evaluation integritas kepemimpinan dan kualitas manajerial di tubuh Partai Golkar khususnya terkait penempatan kader menduduki jabatan kenegaraan yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak dan kemaslahatan bangsa harus segera kembali dihadirkan dan digelorakan,� paparnya.
Selain itu, lanjut Nizwar Affandi, belajar dari kasus serupa yang pernah menimpa partai politik lainnya menjelang pemilihan umum, akan lebih baik jika reformasi internal itu dilakukan sebelum waktunya mendekati Hari-H pemilu. Tujuannya agar dampak kerusakan (collateral damage) tidak terlanjur meluas dan menyebabkan Partai Golkar terjerembap kehilangan kepercayaan rakyat. Pasalnya sangat tidak bijaksana jika masa depan Partai Golkar pada tahun politik di 2024 dipertaruhkan dengan cara mengadu peruntungan kader yang bermasalah dalam proses hukum yang sedang berlangsung.
�Sebagai partai politik yang memiliki reputasi berkarakter modern dan teknokratik, tentu publik berharap ada keteladanan baik yang ditunjukkan Partai Golkar ketika kader-kader utamanya sedang berkelindan dengan masalah hukum terkait pidana korupsi, yang paling ideal tentu jika mereka yang bermasalah yang berinisiatif mundur atau minimal non aktif selama proses hukum berlangsung,� tegasnya.
Namun mengharapkan kesadaran dan kebesaran jiwa seperti itu rasanya sama seperti menunggu keajaiban datang. Karenanya akan lebih efektif jika para senior pendahulu maupun para kader yang menempati struktur kepemimpinan partai di seluruh tingkatan dari Sabang sampai Merauke yang memulai rangkaian gerakan perbaikan internal.
Perbaikan internal yang bukan didasari oleh kebencian personal. Tetapi didasari kecintaan terhadap Partai Golkar dan besarnya rasa tanggung jawab kepada publik.
Mengapa ? �Karena sejatinya Partai Golkar bisa menempatkan kader-kader utamanya dalam jabatan kenegaraan itu semata atas kepercayaan rakyat dalam pemilu sebelumnya, sama sekali bukan karena kehebatan orang per orang kader Partai Golkar sendiri,� tutupnya.(rls)