JAKARTA – Rapat pleno DPP Golkar memutuskan Titiek Soeharto akan menggantikan Mahyudin di kursi pimpinan MPR. Mahyudin menyebut pergantian itu melanggar pasal dalam UU MD3.
“Dalam UU MD3 itu, pimpinan MPR bisa diganti kalau dia mengundurkan diri, meninggal dunia, atau berhalangan tetap,” kata Mahyudin di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/3/2018).
“Saya tidak ada agenda mengundurkan diri!” sambungnya singkat.
“Saya tidak mau berkonflik. Tapi saya akan membela diri dan hak saya. Partai Golkar kan bukan punya Pak Airlangga sendirian, milik semua termasuk saya,” katanya lagi.Jika DPP Golkar memaksakan pergantian itu, ia pun tak segan memprosesnya secara hukum. Sebab, hal itu dinilai melanggar konstitusi. Namun ia percaya Ketua MPR Zulkifli Hasan akan menolak gagasan pencopotan dirinya dari jabatan Wakil Ketua MPR.
“Saya kira pimpinan MPR akan taat asas dan taat hukum dan UU. Saya sangat percaya di MPR tidak melanggar UU. Tidak akan ditindaklanjuti,” sebutnya.
Menurut Mahyudin, tak ada alasan genting terkait pergantiannya di MPR. Ia menyebut pencopotan ini hanya persoalan perbedaan pandangan politik antara dirinya dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto.
“Mungkin karena saya ada perbedaan gaya politik dengan ketua umum. Bisa jadi ini karena masalah suka dan tidak suka,” jelas Mahyudin.
Diberitakan, DPP Golkar menyepakati Titiek Soeharto sebagai Wakil Ketua MPR. Titiek akan menggeser Mahyudin, yang sebelumnya menjabat posisi itu di MPR.
Ketua DPP Golkar Ace Hasan mengatakan semua peserta pleno sepakat Titiek menjadi Wakil Ketua MPR. Ace mengatakan penunjukan Titiek merupakan hal biasa dan tak terkait balas jasa di Munaslub Golkar saat akan memilih ketum beberapa waktu lalu.
Untuk Mahyudin yang digeser Titiek, Ace menyebut Airlangga akan memberi tugas lain. Mahyudin diminta mematuhi keputusan partai.
“Ketum sudah berbicara dengan Pak Mahyudin, harusnya Pak Mahyudin bisa memahami apa yang menjadi alasan partai meminta kepada beliau untuk mendapatkan penugasan lain,” jelas Ace, Minggu (18/3).(net)