TULANGBAWANG BARAT – Masyarakat Adat 5 (lima) keturunan Bandardewa, didampingi pengacara dari kantor hukum Justice Warrior Kota Metro menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) lanjutan dengan Komisi I DPRD Tulangbawang Barat, �Rabu (19/1/22).
Hearing berjalan dengan lancar dan kondusif meski diwarnai pernyataan kontroversial PT HIM dan aksi unjuk rasa oleh ratusan massa Masyarakat Adat 5 keturunan Bandardewa di luar gedung parlemen.
Kegiatan rapat dengan agenda menyikapi permasalahan sengketa lahan antara ahli waris lima keturunan dengan PT. Huma Indah Mekar (HIM) ini dipimpin ketua Komisi I DPRD Tulangbawang Barat Yantoni, juga dihadiri oleh Gunawan Agung Kuncoro, SH (Anggota Komisi I), Sukardi (Anggota Komisi I), M. Redi Setiawan (Anggota Komisi), Raden Anwar SE.MM (Anggota Komisi III), Arya Saputra (Anggota Komisi II), Eka Setiawati (Komisi I), Ahmad Ridwansyah (Komisi I).
Sementara undangan yang hadir, Bupati Tulangbawang Barat diwakilkan Asisten IlI Rasidi SH., Kepala Kepolisian Resort Tulangbawang Barat diwakilkan oleh AKP Tora Egen Sitompul, Dandim 0412 Lampung Utara diwakilkan oleh Kapten Inf. Jauhari, Kepala Kejaksaan Negeri Tulangbawang diwakilkan Leonardo Adiguna, SH MH, �Kepala Pertanahan Tubaba Abdul Aziz Heru Setiawan, A.PTnh.,M.H, dan lainnya.
Dalam hearing itu, pimpinan PT HIM Juarno, saat membaca pernyataannya terkesan mendikte dan mengancam seluruh pihak yang hadir dalam rapat. Ia menyebut bahwa keberadaan masyarakat adat 5 keturunan Bandardewa hanyalah ilusi semata dan berakibat hukum keperdataan dan hukum pidana di kemudian hari bagi para pihak berwenang yang memberikan bantuan.
“Kepada seluruh pihak kami mohon untuk dapat teliti dan cermat jangan terhasut oleh narasi yang ternyata hanya ilusi namun mempunyai akibat hukum keperdataan dan hukum pidana dikemudian hari,” ucap Juarno.
Ucapan Juarno inilah yang kemudian menjadikan suasana rapat ‘hidup’. Pernyataan pria ini dikuliti habis oleh anggota dewan, kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa Ir Achmad Sobrie MSi., kuasa hukum ahli waris 5 keturunan Bandardewa dan peserta rapat lainnya hingga selama tujuh jam.
Kuasa ahli waris Ir Achmad Sobrie MSi menyampaikan bahwa pengukuran ulang luas HGU PT HIM untuk mengembalikan status kepemilikan tanah 5 Keturunan Bandardewa mutlak dan harus segera direalisasikan agar kepastian hukum baik bagi masyarakat 5 Keturunan Bandardewa selaku Pemilik Sah tanah maupun korporasi/ PT HIM yang tidak bersedia untuk menyelesaikan masalah masalah ini secara musyawarah mufakat (win-win solution).
Menurut dia, pemasalahan dan kasus tanah Ulayat 5 Keturunan dengan PT HIM yang sudah berlangsung sejak tahun 1982 harus segera diselesaikan secara tuntas agar tidak menimbulkan konflik yang dapat mengganggu kondusifitas di areal kebun maupun di kawasan sekitarnya.
Sobrie juga memaparkan bahwa desakan permintaan ukur ulang HGU tersebut mohon untuk difasilitasi oleh DPRD Tulangbawang Barat sesuai dengan permintaan Masyarakat 5 Keturunan Bandardewa melalui unjuk rasa.
Koordinator lapangan Masyarakat 5 Keturunan Bandardewa, Rulaini meminta areal bidang tanah di Pal 133,750 sampai Pal 139 diluar HGU PT HIM segera dikosongkan.
“Areal bidang tanah 5 keturunan Bandardewa di Pal 133,750 sampai Pal 139 diluar HGU PT HIM yang diserobot dan ditanami karet agar segera dikosongkan,” ujar dia.
Kepala Pertanahan Tulangbawang Barat Abdul Aziz Heru Setiawan, A.PTnh.,M.H, membeberkan bahwa pihaknya siap melakukan pengukuran ulang.
“Pada prinsipnya kami siap untuk melakukan pengukuran ulang sesuai mekanisme yang berlaku,” katanya.
Namun menariknya, kendati menandatangani daftar hadir dan aktif mengikuti proses rapat sampai menghasilkan kesimpulan, Pimpinan PT HIM Juarno tidak mau menandatangani berita acara rapat.
Hal tersebut sontak membuat suasana seisi ruangan gaduh, seluruh anggota dewan yang hadir tampak berang hingga anggota komisi III Raden Anwar sampai menggebrak meja lantaran merasa institusinya yang notabene lembaga resmi negara tersebut dilecehkan.
Di akhir hearing, pimpinan rapat Yantoni menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti hasil rapat dengar pendapat. (red)