METRO����Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan Kota Metro Ir. Ria Andari, M. Pd menyatakan aksi unjuk rasa yang dilakukan P2UP Taman Merdeka Kota Metro, dengan melibatkan siswa Sekolah Dasar (SD) bisa menciderai Kota Pendidikan.

Menurutnya, kasus tersebut akan segera ditindak lanjuti, mengingat ada sejumlah pengaduan yang dianggap telah menyalahi aturan tentang perlindungan anak.

“Saya akan instruksikan kepsek untuk mendata siswa-siswa tersebut,� yang ikut orangtuanya melakukan aksi demo. Setelah sudah ada data, baru akan kita panggil orangtuanya untuk pembinaan,� agar kedepan tidak lagi mengikut sertakan dalam aksi demo. Ya jelas secara tidak langsung sudah menciderai Kota Pendidikan dan Sekolah Ramah Anak,”ungkapnya.

Sementara, Fasilitator Sekolah Ramah Anak (SRA) Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindunan Anak Republik Indonesia Dr. Sowiyah juga ikut angkat bicara terkait keterlibatan anak-anak ikut aksi demontrasi bersama P2UP (Paguyuban Pedagang dan Usaha) Taman Merdeka ke kantor Pemkot Metro dan DPRD Kota Metro, Senin (10/9/2018).

Pantauan awak media, demo tersebut menuntut agar Pemkot Metro mengizinkan kembali P2UP Taman Merdeka untuk berjualan dilokasi Taman Merdeka dan ditata serapi mungkin. Namun disatu sisi kebijakan yang diambil Pemkot Metro sudah tepat untuk merelokasi yakni sesuai Perda No.9 Tahun 2017 Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan. Pada pasal 13 disebutkan bahwa kawasan RTH (Ruang Terbuka Hijau) Taman Kota dilarang melakukan aktifitas perdagangan atau usaha lainnya.

Fasilitator Sekolah Ramah Anak (SRA) Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindunan Anak Republik Indonesia Dr. Sowiyah mengatakan,,proses anak-anak usia tumbuh kembang itu tidak boleh diintimidasi atau diajak untuk melakukan aksi demo. Seperti yang terjadi baru �baru ini di Kota Pendidikan. Dimana dalam foto tersebut anak-anak yang masih mengenakan seragam merah -putih ditengah kerumunan peserta aksi demo.

Bahkan anak �anak itu terlihat ikut teriak-teriak dan mengunakan property demo seperti kain diikat dikepala bertulis P2UP, dan��spanduk bertulisan��Bagaimana Nasib Kelanjutan Sekolah Kami. Kalau Orangtua Kami Mencari Nafkah Harus Digusur�

�Jadi demo itu boleh, tapi dengan catatan jangan melibatkan anak-anak. Apalagi Kota Metro ini juga menjadi salah satu pilot project SRA (Sekolah Ramah Anak) dan Kola Laya Anak. Ini yang sering saya sampaikan, kita punya hak menyapaikan pendapat dimuka umum. Tapi lihatlah anak-anak itu mereka punya hak belajar dan dilindungi oleh Undang-Undang,� ungkapnya, Selasa (11/9).

Wanita yang juga dosen managemen pendidikan di Universitas Lampung ini kembali menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh P2UP Taman Merdeka Kota Metro sudah menyalahi aturan Undang-Undang perlindungan anak.

�Jadi adanya pelibatan anak-anak dibawah umur dalam demonstrasi karna hal tersebut sudah mengarah ke persoalan ekspolitasi. Kalau sudah mengarah ke eksploitasi anak itu artinya sudah melanggar Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang��Perlindungan Anak. Itu P2UP bisa dipidana,�ujarnya.

Sementara itu, Kapolres Metro AKBP Umi Fadillah Astuti, S.Ik mengatakan bahwa seyogyanya memang tidak diperbolehkan membawa anak dalam aksi unjuk rasa. Hal ini harus dipahami dan dimengerti para orangtua, serta penggerak aksi demo.

Menurut dia, aturan terkait larangan itu turut mengatur sanksi hukum bagi orangtua maupun oknum masyarakat yang melibatkan anak dalam aksi tersebut.

�Mohon jangan libatkan anak, sebab sanksinya akan menjerat para pelaku dengan pidana maksimal 15 tahun penjara. Ini amanat UU No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, jadi wajib dipatuhi,�tandasnya.

Terpisah, salah satu masyarakat peduli hukum Rudi mendesak aparat penegak hukum dapat segera memproses P2UP Taman Merdeka Kota Metro. Pasalnnya, mereka sudah mengabaikan UU tentang Perlindungan Anak.

�Ironis, aksi yang melibatkan anak tersebut.��Secara tidak langsung bisa menciderai Kota berjuluk Kota Pendidikan,” katanya. (Arby/Red)