BANDARLAMPUNG – Kekecewaan terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak atas nama Terdakwa Billie Apta Naufal bin Buntoyo, terus mengalir. Setelah sebelumnya Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pengurus Daerah Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri (FKPPI) VIII Provinsi Lampung, Agus Bhakti Nugroho, S.H., M.H., menyatakan kekecewaannya, kini protes serupa datang dari Toni Fisher, Direktur Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Provinsi Lampung.

“Setelah saya pelajari, jelas tuntutan JPU ini sangat mengecewakan. Padahal peran JPU harus mewakili korban yang jelas-jelas telah mengalami trauma mendalam dan hancur masa depannya,” ujar Toni Fisher, Sabtu, 21 Juni 2025.

Menurut Toni, tuntutan tersebut sangat-sangat menandakan bahwa implementasi penegakan hukum kasus anak yang tegas dan keras, ternyata masih sangat lembek. Jika itu dibiarkan terus dan tetap di lakukan oleh jaksa dan hakim, maka bagi dirinya sebagai aktivis perlindungan anak, berharap negara segera mencabut saja UU kebiri yang sudah di tegaskan aturannya pada UU Perlindungan Anak perubahan kedua yaitu UU Nomor 17 tahun 2016. Bahkan peraturan pelaksanaannya yaitu PP Nomor 70 tahun 2020.

Sebab ada kesan sia- sia saja UU ini dibuat, karena sampai kini berlaku sekian tahun tidak lebih dari 41 kasus pelaku kekerasan terhadap anak yang dikenakan hukum kebiri. Padahal sangat penting bila UU itu dipakai maksimal, sehingga bisa berdampak moral pada calon pelaku lainnya, yakni efek jera.

“Untuk itu pada kesempatan ini, saya berharap majelis hakim PN Tanjungkarang dapat membuat putusan yang maksimal terhadap pelaku persetubuhan terhadap anak,” pungkasnya.

Sebelumnya advokat Agus Bhakti Nugroho, menyatakan rasa kecewa dengan adanya tuntutan JPU terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak atas nama Terdakwa Billie Apta Naufal bin Buntoyo.

Pasalnya dalam tuntutannya JPU hanya menuntut terdakwa Billie Apta Naufal dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsidair 4 bulan kurangan penjara.

Padahal terdakwa dinilai telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana “Dengan Sengaja melakukan tipu muslihat serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya”. Ini sebagaimana diatur dan diancam  pidana  pasal 81 ayat 2 UU RI No 17 Tahun 2016  Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atau UU RI No 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.

“Ancaman hukuman untuk tindak pidana persetubuhan terhadap anak yang diatur Pasal 81 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PP Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling banyak Rp5 miliar. Jadi jelas tuntutan JPU terhadap terdakwa ini jauh dari maksimal,” ujar Agus Bhakti Nugroho, Penasehat Hukum dari Kantor Hukum NP & Co.LAW FIRM, Nugroho Pratomo AND Corporate.

Karenanya Ketua LBH FKPPI VIII Provinsi Lampung ini pun memohon agar majelis PN Tanjungkarang, dapat menghukum terdakwa dengan vonis berat atau maksimal.

Mengapa ? “Karana UU ini dibuat untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan melindungi anak dari tindakan persetubuhan yang dapat memberikan dampak buruk bagi fisik dan psikis anak dengan memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak tersebut. Jika tuntutannya saja ringan, bagaimana tujuan dari UU itu bisa terwujud. Untuk itu kami memohon majelis hakim PN Tanjungkarang dapat “peka” menyidangkan perkara ini serta menjatuhkan vonis berat terhadap pelaku,” urai Agus Bhakti Nugroho lagi.

Seperti diketahui dalam tuntutan Selasa, 17 Juni 2025 lalu, terdakwa Billie Apta Naufal bin Buntoyo oleh JPU dinilai telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana “Dengan Sengaja melakukan tipu muslihat serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya” sebagaimana  diatur dan diancam pidana pasal 81 ayat 2 UU RI No 17 Tahun 2016  Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atau UU RI No 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.

JPU pun menuntut agar terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama terdakwa ditahan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsidair 4 bulan kurangan penjara.

Peristiwa ini sendiri terjadi pada hari Rabu, 25 Oktober 2021. Pada waktu itu, bertempat di salahsatu Hotel di Bandarlampung, terdakwa telah merayu korban berinisial PF yang masih dibawah umur untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan janji akan dinikahi.

Atas peristiwa ini orang tua korban pun lantas melaporkan terdakwa ke polisi. (red)