BANDAR LAMPUNG – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 jalur domisili di SMAN 2 Bandar Lampung menuai protes dari salah satu wali murid bernama Azwar Yakub.
Azwar mengatakan, nama anaknya hilang dari daftar. Padahal rumahnya hanya berjarak 50 M dari sekolah.
Sedangkan rumah siswa yang lebih jauh justru masih masuk dalam daftar penerimaan .
Saat dikonfirmasi, Kepala Disdikbud Provinsi Lampung Thomas Amirico menegaskan jika ketentuan SPMB mengacu pada Permendikbud No. 3 tahun 2025.
“Ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya dimana penentuan diterima atau tidaknya calon peserta didik tidak lagi semata-mata jarak domisili. Melainkan ditentukan skor nilai,” katanya.
“Memang benar masih ada penerimaan berdasarkan domisili. Tetapi faktor yang menentukan masuk tidaknya adalah skor nilai. Jika nilai sama, baru dihitung jarak yang terdekat dan itupun ketentuan dr Permendikbud. Kita hanya mengikuti Juknisnya,” tegas Thomas.
Thomas mengakui pihaknya menanggapi beragam laporan masyarakat terkait dugaan kecurangan PPDB, namun hingga saat ini laporan-laporan tersebut tidk disertai data dan bukti yang valid.
“Banyak laporan masuk tapi ketika dimintai data, blum disampaikan. Jika memang ada kecurangan atau laporan, silahkan sampaikan pada kami karena pasti akan kami investigasi,” ungkap Thomas.
Thomas juga menegaskan jika pelaksanaan SPMB harus sesuai regulasi tanpa adanya intervensi ataupun ‘permainan’ dari pihak mana pun.
“Kami akan memberi sanksi tegas bagi siapa pun yang coba-coba melakukan pelanggaran. Semuanya harus on the track, rak boleh cawe-cawe atau main-main.Jadi harus sesuai regulasi serta aturan. Kami punya team dan ‘server yang dikendalikan. Jadi tak bisa pihak manapun memutar balikan sistem,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, penerimaan siswa baru tahun 2025 ini di SMA Negeri 2 Bandar Lampung banyak menuai protes. Sebab, beberapa kebijakan dinilai merugikan warga sekitar yang menggunakan jalur domisili.
Penggiat pendidikan yang juga Ketua Umum Ormas Garuda Berwarna Nusantara Johan Syahril, mengungkapkan, kebijakan SMAN 2 dalam memprioritaskan jalur prestasi
mengakibatkan banyak siswa domisili terbuang.
“Seharusnya siswa yang sudah masuk lewat jalur prestasi dan ternyata hasil tes nya tidak memenuhi standar nilai tidak boleh lagi masuk jalur domisili dong. Ini sama saja merugikan siswa dari jalur domisili,” kata Johan.
“Katanya lewat jalur domisili tapi kenapa siswa siswa yang berjarak puluhan meter dari SMA 2 Bandar Lampung namanya hilang.Ini namanya diskriminasi, bilang saja bukan jalur domisili tapi jalur nilai,” ujar Johan Syahril.
Menurut dia, peraturan yang dibuat memprioritaskan siswa yang tidak diterima lewat jalur prestasi namun diprioritaskan penerimaan jalur domisili merupakan tindakan diskriminasi terhadap siswa jalur domisili.
“Saya minta DPRD Lampung melakukan hearing untuk memanggil Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Lampung dan kepala Sekolah SMA 2 Bandar Lampung, supaya masyarakat tidak resah, ” ujar Johan Syahril.
Terpisah, tokoh masyarakat sekaligus politisi senior Provinsi Lampung Drs.H. Azwar Yacub juga protes.
Azwar yang rumahnya terletak di Jln. Amir Hamzah, No.51 Gotong Royong – persis disamping SMAN 2 Bandar Lampung (berjarak 50 Meter). Sedangkan dalam pendaftaran lewat online jarak antara rumah nya dengan SMAN 2 Bandar Lampung 163 Meter.
Pada saat mendaftar hari Senin (tgl 16 Juni 2025) puteranya bernama Ahmad Syahruddin Yacub ada pada posisi 45 dalam hasil seleksi.Kemudian pada hari Selasa (17 Juni 2025) tepat pada pukul 17.00 nama putera Azwar Yacub hilang sama sekali dari daftar hasil seleksi.
“Saya kecewa dan emosi melihat cara dan kinerja panitia SPMB tahun 2025, terutama Panitia SMAN 2 Bandar Lampung yang berdekatan dengan rumah saya hingga sekarang. Bayangkan saja jarak rumah saya dengan SMAN 2 Bandar Lampung kira-kira tiga menit berjalan kaki bisa sampai. Saya adalah kelahiran asli Gotong Royong dan rumah Orang Tua saya masih berada di Gotong Royong. Kemudian KK dan alamat saat mendaftar juga di Gotong Royong,” kata Azwar Yacub kesal.
Dia menilai.kondisi ini telah menyalahi aturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan.
“Ini namanya sama saja dengan mengedepankan nilai dari pada tempat tinggal (domisili). Bila tetap dibiarkan praktek seperti ini saya akan menghadap Gubernur Lampung, Kadis Pendidikan Provinsi Lampung dan lembaga lainnya untuk menyelidiki serta protes keras kepada pihak SMAN 2 Bandar Lampung,” tambah Azwar Yacub.
Sayangnya Kepala Sekolah SMAN 2 Bandar Lampung Dra. Sevensari, S.Pd. MM tidak mengangkat ponselnya
hingga berita ini ditayangkan.
Dalam kaitan tersebut nampak terlihat puluhan warga Gotong Royong didampingi oleh Pamong setempat (RT) mendatangi SMAN 2 Bandar Lampung . Mereka berbondong- bondong menanyakan keberadaan SMAN 2 yang tidak dapat menerima warga yang ingin bersekolah di kampung sendiri.
“Kami merasa dirugikan dan tidak ada gunanya SMA N 2 berada di Kelurahan Gotong Royong. Rata-rata yang diterima siswa/i dari luar Kelurahan kami,” ujar salah seorang RT setempat. (Tim)