LAMPUNG TIMUR  – Perekrutan Tenaga Ahli Pendamping Program Desa Makmur yang digagas Bupati Lampung Timur menuai kecaman dari berbagai elemen masyarakat. Proses seleksi dinilai tertutup dan tidak transparan, sehingga memicu dugaan adanya kepentingan politik di balik program tersebut.

Ketua LSM APKAN Lampung Timur, Husnan Efendi, menyatakan kekecewaannya terhadap proses rekrutmen ini.

“Anggaran untuk tenaga ahli sudah masuk dalam APBD Perubahan 2025. Ini terkesan dipaksakan,” tegasnya.

Husnan juga menyoroti potensi tumpang tindih anggaran. Menurutnya, setiap desa sudah memiliki pendamping desa yang dianggarkan oleh pemerintah pusat.

“Kalau mau bicara soal pendamping, berdayakan saja pendamping yang sudah ada,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mempertanyakan urgensi program ini mengingat masih banyak janji politik Bupati Lampung Timur yang belum terealisasi.

“Kami menilai perekrutan ini sarat muatan politik dan tidak tepat waktu, karena belum ada satu pun janji Bupati yang terealisasi,” tambah Husnan.

Kecurigaan publik semakin menguat setelah muncul informasi bahwa beberapa nama yang lolos seleksi diduga merupakan pengurus aktif salah satu partai politik.

Terpisah, Plt Kepala Dinas PMD Lampung Timur, M. Ridwan, menegaskan bahwa proses rekrutmen dilakukan secara terbuka.

“Pendaftaran dibuka 2–4 September, dilanjutkan seleksi administrasi 8 September. Dari 13 pendaftar, 9 orang dinyatakan lulus dan mengikuti tes tertulis,” jelasnya, Senin (29/9/2025).

Ridwan menyebut dasar hukum rekrutmen ini adalah Permendesa Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pendamping Desa. Ia menjelaskan tugas utama Pendamping Desa Makmur adalah menggali potensi desa di sektor pertanian, UMKM, pariwisata, hingga sosial kemasyarakatan.

“Pendamping juga akan mendorong kolaborasi antar desa, membentuk klaster desa sesuai potensi masing-masing agar pembangunan lebih terarah,” tambahnya.

Menanggapi isu keterlibatan pengurus partai politik, Ridwan menyebut hal tersebut hanya kebetulan karena seleksi terbuka untuk umum.

Pendamping Desa Makmur akan bekerja selama tiga bulan dan menerima tunjangan dari pemerintah daerah. (*)