JAKARTA – Direktur Utama (Dirut) PT Inhutani V Dicky Yuana Rady (DIC) jadi salah satu tersangka terkait perkara suap pengelolaan kawasan hutan.
Dalam kasus ini, Dicky sempat meminta mobil baru ke tersangka lain, Djunaidi (DJN) selaku Direktur PT PML, usai kongkalikong dalam kasus ini terjadi pada sebuah lapangan golf.
“Di mana Saudara DIC meminta mobil baru kepada Saudara DJN. Kemudian Saudara DJN menyanggupi keinginan Saudara DIC untuk membeli 1 unit mobil baru tersebut,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).
Perkara ini bermula dari PT Inhutani yang memiliki hak area di Lampung seluas kurang lebih 56.547 hektare. Lahan itu dikerjasamakan dengan PT PML melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang meliputi wilayah: register 42 (Rebang) seluas sekitar 12.727 hektare, register 44 (Muaradua) seluas 32.375 hektare, dan register 46 (Way Hanakau) seluas 10.055 hektare.
Namun pada tahun 2018, ada masalah hukum kerja sama karena PT PML disebut tidak melakukan kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) periode 2018-2019 senilai Rp 2,31 miliar, pinjaman dana reboisasi Rp 500 juta per tahun, serta belum memberi laporan pelaksanaan kegiatan kepada PT Inhutani per bulannya.
Pada Juni 2023, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah inkrah atas permasalahan hukum antara PT INH dan PT PML menjelaskan bahwa PKS yang telah diubah pada tahun 2018 antara kedua belah pihak masih berlaku dan PT PML wajib membayar ganti rugi sebesar Rp 3,4 miliar,” ucap Asep.
Tapi dengan adanya masalah tersebut, PT PML tetap ingin melanjutkan kerja sama dengan PT Inhutani untuk kembali mengelola kawasan hutan berdasarkan PKS kedua belah pihak yang telah diubah pada tahun 2018. Kemudian pada Juni 2024 terjadi pertemuan di Lampung antara Djunaidi (DJN) selaku Direktur PT PML dan tim yang menyepakati pengelolaan hutan oleh PT PML dalam Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH).
“Saudara DJN selaku Direktur Utama mengeluarkan uang senilai Rp 4,2 miliar untuk pengamanan tanaman dan kepentingan PT INH ke rekening PT INH. Pada saat yang sama, Saudara DIC selaku Direktur Utama PT INH diduga menerima uang tunai dari Saudara DJN senilai Rp 100 juta,” ucapnya.
Di November 2024, Dicky menyetujui permintaan PT PML terkait perubahan RKUPH. Dicky juga pada Februari 2025 menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Inhutani yang di dalamnya juga mengakomodasi kepentingan PT ML.
Djunaidi meminta Staf PT PML bernama Sudirman (SUD) membuat bukti setor yang direkap dengan nilai Rp 3 miliar dan Rp 4 miliar dari PT PML kepada PT Inhutani. Hal itu membuat laporan keuangan PT Inhutani berubah dari ‘merah’ ke ‘hijau’.
“Saudara SUD lalu menyampaikan kepada Saudara DJN, bahwa PT PML sudah mengeluarkan dana Rp 21 miliar kepada PT INH untuk modal pengelolaan hutan,” ungkapnya.
Diketahui, KPK telah menahan 3 orang seusai OTT di Inhutani V terkait perkara suap pengelolaan kawasan hutan. KPK turut mengamankan sebagai barang bukti saat OTT uang SGD 189 ribu atau senilai Rp 2,4 miliar.
“Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, berupa uang tunai senilai SGD 189 ribu atau kalau kursnya sekitar Rp 2,4 miliar untuk kurs saat ini,” kata Asep.
Ketiga tersangka yang ditahan dalam kasus ini, yaitu Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng, Djunaidi (DJN) dan staf perizinan SB Grup, Aditya (ADT) selaku pihak pemberi suap, dan Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady (DIC) selaku penerima suap. (detik)