BANDAR LAMPUNG – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mendukung sikap Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal yang menetapkan harga singkong Rp1.350 per kilogram dengan rafaksi 15 persen.
Ketua HKTI Lampung Umar Ahmad menilai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 36 Tahun 2025 tentang Tata Kelola dan Hilirisasi Ubi Kayu di Provinsi Lampung menjadi jawaban dari sikap pemerintah atas nasib petani
“Ini keputusan yang revolusioner, sekaligus terobosan penting yang dilakukan Gubernur Lampung sebagai komitmen keberpihakan gubernur terhadap kepentingan petani, khususnya petani ubi kayu yang ada di Provinsi Lampung,” katanya.
Namun, Umar Ahmad yang juga mantan Bupati Tulangbawang Barat ini berharap ada solusi agar perusahaan pengolahan singkong juga ikut bergairah menerima hasil ubi kayu petani. Sebab, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Lampung justru mendapati banyak pabrik yang tutup.
“Kami sudah berkeliling ke berbagai kabupaten, seperti; Tulangbawang Barat, Tulangbawang, Mesuji dan Lampung Tengah, dan kami menemukan hampir semua pabrik menutup operasionalnya,” terang Umar lagi.
Meski tak mengetahui secara pasti, alasan penutupan operasional pabrik ini, namun ia menyebut, setidaknya ada sejumlah alasan yang memicu penutupan operasional pabrik tersebut oleh perusahaan masing-masing.
“Walaupun kami belum sempat berdialog dengan pengelola pabrik ini, kemungkinan alasan penutupan operasional ini mengarah pada tiga hal, mulai dari; tidak memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan pembelian, atau merasa rugi jika harus membeli dengan harga yang sudah ditetapkan di dalam pergub itu,” jelasnya lagi.
Dampak penutupan operasional pabrik ini pula, lanjut Umar, berimplikasi pada para peternak yang membutuhkan sisa pengolahan singkong (onggok) untuk pakan ternak mereka.
“Suplai onggok untuk para peternak jadi terganggu dengan penutupan operasional pabrik ini,” katanya.
Oleh karena itu, ia berharap Gubernur Lampung untuk kembali melakukan kajian ulang terhadap keputusan yang telah diambil sebelumnya, termasuk melakukan evaluasi secara langsung di lapangan melalui tim pengawasan untuk mengetahui secara rinci, penyebab pasti banyaknya pabrik pengolahan ubi kayu yang tak beroperasi tersebut.
“Kami sangat berharap gubernur bisa meninjau dan mengevaluasi secara langsung permasalahan ini, sesuai dengan aturan turunan yang sudah ditetapkan dalam peraturan gubernur itu,” harapnya. (helloindonedia)


















