BANDAR LAMPUNG – Konflik agraria yang telah berlangsung selama puluhan tahun di Provinsi Lampung menunjukkan betapa lemahnya komitmen negara dalam menegakkan keadilan bagi rakyat kecil.

Dalam konteks inilah, BEM Universitas Lampung menyampaikan sikap tegas mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto untuk mengevaluasi secara serius bahkan memberhentikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, apabila terbukti tidak mampu menyelesaikan permasalahan konflik agraria yang akut dan terus berlarut—terutama dalam kasus Hak Guna Usaha (HGU) PT SGC (Sugar Group Company).

Hingga pertengahan tahun 2025, rakyat di berbagai wilayah Lampung masih hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian dan kekerasan struktural akibat sengketa tanah yang tak kunjung diselesaikan oleh negara. Kasus PT SGC menjadi simbol betapa negara selama ini lebih berpihak pada kepentingan korporasi ketimbang petani dan masyarakat adat yang selama puluhan tahun tinggal dan mengelola tanah secara turun-temurun.

HGU yang dikeluarkan negara bagi perusahaan tersebut diduga kuat bermasalah, baik secara administratif maupun substansial. Namun alih-alih menyelesaikan, Kementerian ATR/BPN di bawah kepemimpinan Nusron Wahid justru terlihat tidak punya arah dan visi dalam menjalankan mandat reforma agraria.

Ketika konflik agraria menjadi isu strategis yang menyangkut hajat hidup rakyat, dan saat rakyat terus menjadi korban kriminalisasi, intimidasi, dan penggusuran, maka tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk bersikap pasif. Ketidaktegasan dan tidak adanya langkah konkret dari Menteri ATR/BPN hanya akan memperpanjang penderitaan petani dan memperdalam ketidakpercayaan publik terhadap institusi negara.

Sebagai bagian dari kekuatan moral mahasiswa dan masyarakat akademik, BEM Unila memandang bahwa krisis agraria di Lampung bukan semata-mata soal sengketa lahan, tetapi cermin kegagalan politik agraria nasional yang tidak memihak rakyat. Nusron Wahid sebagai Menteri yang diberi mandat untuk menyelesaikan problem ini telah gagal menunjukkan kinerja yang kredibel, responsif, dan berkeadilan. Bahkan sejak dilantik, tidak ada satu pun gebrakan signifikan dalam penyelesaian konflik pertanahan di Lampung, sementara ketegangan di akar rumput terus meningkat.

Presiden Prabowo tidak boleh tinggal diam. Jika memang memiliki komitmen terhadap reforma agraria sejati, maka langkah awal yang harus diambil adalah mengganti Menteri ATR/BPN dengan sosok yang memiliki integritas, keberpihakan kepada rakyat, dan rekam jejak yang jelas dalam advokasi keadilan agraria. Jika tidak, maka janji-janji pemerintahan tentang distribusi lahan, penataan ruang, dan kedaulatan petani hanya akan menjadi slogan politik belaka.

BEM Unila tidak akan berpangku tangan melihat penderitaan rakyat yang terus berlangsung. Kami akan terus menyuarakan kepentingan petani dan masyarakat terdampak hingga negara hadir sepenuhnya untuk menyelesaikan persoalan ini. Kami juga menyerukan solidaritas dari seluruh mahasiswa, gerakan rakyat, organisasi masyarakat sipil, dan media massa untuk bersama-sama menekan negara agar menjalankan mandat konstitusionalnya dalam menjamin hak atas tanah yang adil dan berkelanjutan.

Bila dalam waktu dekat tidak ada kebijakan tegas dari Presiden, kami siap turun ke jalan dan mengorganisir aksi nasional untuk mendesak pembaruan total di sektor agraria, dimulai dari mencopot pejabat yang gagal menjalankan amanah rakyat. (*)