SAAT tulisan ini dibuat, saya masih di bus. Menuju kota Medan. Membawa rombongan Jaringan Media Siber Indonesia Lampung. Ada acara internal HUT ke-3 JMSI dan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di sana.
Entah kenapa diperjalanan saya terngiang dengan istilah Kepitng Batu.
Saya masih heran dengan istilah Kepiting Batu. Matanya merah. Didekati menggigit. Dimakan beracun.
Istilah ini dicetuskan M.Alzier Dianis Thabranie berbarengan dengan adanya kontestasi Musyawarah Olahraga Provinsi (Musorprov) KONI Lampung, 20 Februari 2023 mendatang. Dimana ini merupakan ajang untuk memilih ketua KONI Lampung yang baru menggantikan ketua saat ini, H.Yusuf Barusman yang tak mau maju lagi.
Alzier sendiri merupakan salah satu tokoh yang ikut mengambil formulir pencalonan ketua KONI Lampung dalam musorprov. Selain Alzier ada nama Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, mantan Danrem 043 Gatam Amalsyah, Ketua Partai Demokrat Lampung Eddy Irawan serta calon lainnya.
Dari beberapa nama calon ketum KONI inipun saya berharap jangan ada yang memiliki kesamaan dengan istilah ‘Kepiting Batu’. Sebab ternyata maknanya agaknya akan membuat kita semua miris.
Kira-kira begini. Istilah Kepiting Batu artinya adalah sesuatu yang sangat sukar atau susah untuk diperoleh. Kata sukar atau susah saja sudah membuat kita kepayahan. Ditambah lagi pakai kata sangat. Duh, jangan-jangan ini dapat membuat kita frustasi. Selip-selip sampai taraf berputus asa.
Semoga istilah Kepiting Batu yang diiutarakan Alzier hanya candaan atau kelakar. Tak menggambarkan kenyataan.
Tapi andaipun ada, semoga cabor atau pengurus KONI daerah masih memiliki kewarasan. Mari kita do’akan saat menyampaikan aspirasi hak suaranya. Aamiin.
Tapi entah kenapa saya masih yakin bahwa istilah Kepiting Batu itu hanya candaan. Sebagaimana kebiasaan Alzier yang suka membuat kita geer-geer-an. Cocok yeww.
Wassalam. (Bukhori Muzammil)