Buchori Muzzamil

Setiap tanggal 1 Mei, kini ditetapkan sebagai Hari Buruh. Jujur saja, saya agak kurang paham, apakah harus bersukacita atau berdukacita terkait adanya peringatan Hari Buruh ini.

Mengapa ? Sebab disatu sisi saya gembira, karena itu merupakan hari libur. Dimana saya berkesempatan untuk berleha-leha.

Namun disisi lain saya juga terkadang harus prihatin dan berdukacita. Ini melihat fenomena kondisi buruh yang ada. Dimana bisa dikatakan kehidupan mereka menjadi semakin suram.

Apalagi ini kini, pemerintah terus merilis berbagai aturan yang menyerahkan kesempatan kerja di dalam negeri kepada buruh asing. Termasuk pekerjaan-pekerjaan kasar.

Kondisi ini diperparah dengan jika dilihat dari sisi kesejahteraan. Upah minimum buruh kita merupakan salahsatu yang terendah di ASEAN. Mirisnya disaat bersamaan harga-harga kebutuhan pokok membumbung tinggi dan kerap sulit diprediksi.

Belum lagi, biaya transportasi dan biaya anak sekolah. Duh, terkadang saya bisa membayangkan alangkah �peningnya� mereka mengatur dan menata pendapatan yang ada.

Jadi sebenarnya bagaimana kita harus mensikapinya ? Mengucapkan Selamat Hari Buruh!, atau justru sebaliknya menghaturkan rasa dukacita yang mendalam ?�. Jawabnya ada dipemangku kebijakan, baik itu Presiden, DPR, Gubernur, DPRD, hingga Walikota dan Bupati. Apakah mereka peduli atau tidak.(wassalam)