KASUS suap penerimaan mahasiswa baru Universitas Lampung (Unila) Tahun 2022 dengan terdakwa mantan rektor, Prof Karomani dkk, banyak menimbulkan tanda-tanya besar. Bagaimana mungkin yang jadi tersangka, terdakwa sekaligus terpidana pemberi suap hanya seorang. Yakni terpidana Andi Desfiandi, mantan Rektor IBI Darmajaya. Yang langsung menyatakan nerima atas vonis 16 bulan penjara dan denda Rp150 juta yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Tanjungkarang.
Sementara pihak lain yang diduga ikut terlibat sebagaimana disebut disurat dakwaan atau terungkap di berbagai fakta persidangan, bisa �melenggang bebas�. Sebut saja nama Pj Bupati Kabupaten Mesuji, Sulpakar. Meski dituduh telah memberi uang ke Karomani, Sulpakar yang juga Kepala Dinas Pendidikan Lampung, dapat �tenang-tenang� dan tak kunjung ditetapkan tersangka oleh Jaksa KPK.
Padahal didakwaan Karomani jelas disebut Sulpakar juga memberi uang. Pemberian uang oleh Sulpakar dilakukan selama kurun waktu tahun 2020 sampai 2022. Dimulai Tahun 2020 penerimaan dari Sulpakar setelah pengumuman kelulusan Seleksi Masuk Mandiri Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) atau Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2020 yang diserahkan di ruangan Rektor Unila senilai Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Kemudian tahun 2021 penerimaan dari Sulpakar setelah pengumuman kelulusan SBMPTN 2021 diserahkan di ruang Rektor Unila senilai Rp400.000.000,(empat ratus juta rupiah) dan Penerimaan dari Sulpakar setelah pengumuman kelulusan SMMPTN atau SBMPTN 2021 di ruangan Rektor Unila senilai Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Terakhir tahun 2022 penerimaan dari Sulpakar setelah pengumuman SMMPTN atau SBMPTN 2022 di Rumah Pribadi Karomani Jl. Muhammad Komarudin 12, Rajabasa Jaya, Kec. Rajabasa, Kota Bandar Lampung senilai Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Namun meski sama-sama memberi uang ke Karomani, Andi Desfiandi harus menerima nasib divonis 16 bulan bui dan jadi terpidana sebagai pemberi suap. Padahal nilai pemberian uang Andi Desfiandi ke Karomani hanya Rp250juta. Jauh lebih kecil dari pemberian uang oleh Sulpakar yang mencapai miliaran rupiah. Tepatnya Rp.1.100.000.000 (satu miliar seratus juta rupiah). Sekali lagi, satu miliar seratus juta rupiah.
Waktu pemberian uang pun sama. Yakni sama-sama dilakukan setelah pengumuman SMMPTN atau SBMPTN. Bedanya Andi Desfiandi hanya menyerahkan uang di tahun 2022 untuk Prof. Karomani. Sementara Sulpakar lebih rutin lagi. Yakni ditahun 2020, 2021 sampai dengan tahun 2022.
Karenanya sudah semestinya, sebagai lembaga negara yang dipercaya untuk memberantas tindak pidana korupsi, KPK jangan bersikap tebang pilih dan diskriminasi.
Cukuplah, tingkat kepercayaan publik ke KPK terus anjlok menyusul adanya kasus tersangka Harun Masiku yang tak kunjung ketemu. Mohon jangan ditambah lagi dengan adanya sorotan miring publik. Khususnya di Lampung terhadap adanya langkah diskriminasi di penanganan kasus suap penerimaan mahasiswa baru Unila. Wassalam (bukhori muzzammil)