JAKARTA � Majelis Hakim Pengadilan Tipikor meminta mantan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin untuk jujur dalam memberikan keterangan sebagai terdakwa di pengadilan.

“Majelis meminta agar Saudara memberikan keterangan yang jujur di pemeriksaan ini. Karena kalau Saudara jujur dalam memberikan keterangan maka itu akan menjadi variabel yang dapat menjadi pertimbangan meringankan Saudara, jika Saudara terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan,” ujar Hakim Ketua, Muhammad Damis kepada Azis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/1).

Hal itu disampaikan Hakim Damis sebelum memeriksa Azis.

Azis pun mengiyakan permintaan hakim.

Selain Robin, Azis juga didakwa menyuap Maskur Husain. Total nominal suap Azis Syamsuddin kepada keduanya sekitar Rp 3,6 miliar.

Jaksa mendakwa Azis menyuap karena AKP Robin, selaku penyidik KPK, saat itu mengurus kasus dugaan korupsi yang melibatkan nama Azis dan Aliza Gunado. Azis disebut jaksa memberi suap agar dia dan Aliza Gunado tidak menjadi tersangka KPK berkaitan dengan kasus DAK Lampung Tengah 2017.

Dalam sidang, Azis mengaku khilaf memberikan uang, yang disebut sebagai pinjaman, Rp 210 juta ke AKP Robin. Azis mengaku, saat mengirim uang itu, pikirannya sedang kalut.

“Saya secara manusia mungkin saya khilaf, saya mohon maaf dalam kesempatan ini karena saya khilaf overload. Tapi saya yakin, saya memberikan itu nggak ada niat untuk si Robin melakukan sesuatu atau bertindak sesuatu, karena saya yakin Robin nggak punya kapasitas,” tegas Azis.

Dalam sidang, Azis kemudian membagikan kisah kepahlawanannya menangkap petugas KPK gadungan. Pengalaman itu dia ceritakan menaggapi pertanyaan jaksa.

Jaksa Wahyu pun kembali bertanya ke Azis, apakah pernah merasa curiga dengan AKP Robin. Azis pun langsung memamerkan pengalamannya yang menangkap pegawai KPK gadungan.

“Apa ada kecurigaan apakah name tag Robin asli atau palsu?” tanya jaksa lagi.

“Bisa saja. Tahun 2006-2007 zamannya Taufiequrachman Ruki ada orang datang memeras juga, dan saya tangkap di Hotel Mulia. Bapak boleh tanya ke Pak Taufik sebagai Ketua KPK,” timpal Azis.

Azis mengatakan saat itu pegawai KPK gadungan yang ditangkap juga memiliki name tag ‘KPK’. Hal itu dijelaskan Azis saat diberi kesempatan majelis menjelaskan.

“Bahwa saat Taufiequrachman Ruki (menjabat) pernah kejadian orang ngaku-ngaku orang KPK dan itu tertangkap. Dan itu juga menggunakan name tag, jelas itu, dan saat itu saya juga tangkap dia,” jelas Azis.

Azis juga menegaskan dia tidak hanya mentransfer uang ke AKP Robin. Azis menyebut dia kerap membantu orang dengan memberi uang.

“Pemberian-pemberian yang saya lakukan ke Robin ini, bukan hanya kepada Robin, saya persilakan JPU untuk lakukan print out beberapa mutasi rekening saya. Dan saya sudah sampaikan ke penyidik, mutasi rekening saya ke mana saja bisa dicek,” ucap Azis.

“Dan transaksi Rp 50 juta bukan hanya empat kali, banyak. Dan itu ke mana-mana termasuk ke Jawa Barat, ke NTT ke mana-mana. Yang penting setiap ada bencana pasti saya lakukan itu,” jelas Azis.

“Kenapa saya lakukan karena itu karena ada permintaan karena saya adalah mantan ketum KNPI 2008-2011, dan banyak info dari kader saya di daerah. Dan saya juga ketum partai, dan setiap laporan masuk ke saya,” imbuh dia.

Azis menuturkan uangnya juga mengalir ke korban-korban bencana dan kegiatan sosial.

“Sepanjang saya cek ke polisi, kejaksaan, kalau benar itu ada bencana, saya kirim. Bahkan saya bangun rumah baca di NTT dan sebagainya tanpa sepengetahuan orang,” tuturnya.

Azis menyebut namanya kerap dijual oleh oknum untuk menipu seseorang. Awalnya, hakim Fahzal Hendri bertanya ke Azis tentang kuasa Banggar.

“Kenapa pikiran orang-orang Banggar punya kekuasaan untuk menentukan besaran anggaran dikabulkan atau tidak?” tanya hakim Fahzal.

“Jual nama aja. Sama aja kejadian di Kejaksaan Tinggi Medan, sama kejadian di Polda Metro, orang jual nama saya akhirnya mereka ketipu,” ujar Azis.

Azis menegaskan putusan akhir anggaran daerah itu ditentukan pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan dan Bappenas. Fungsi DPR hanya menentukan ekonomi mikro dan makro, tidak untuk memutuskan anggaran.

“Menentukan ekonomi mikro dan makro, tingkat inflasi, kurs mata uang, dan ICP di situ akan melihat berapa beban utang kita untuk tentukan ekspor impor bahan kita,” jelas Azis

Hakim lantas menyinggung terkait perkara DAK Lampung Tengah (Lamteng). Di mana salah satu pejabat Lamteng yang pernah bersaksi yakni Taufik Rahman mengaku diperintah mengusulkan anggaran APBD ke DPR.

“Menkeu dan Bappenas, berdasarkan musrenbang tingkat kabupaten, provinsi, dan musrenbang pusat. Dilakukan dalam program KRISNA sejak 2013 putusan MK,” ucap Azis. (dtc)