BANDARLAMPUNG � Setelah lama bungkam, Dr. Agus Nompitu, S.E. M.T.P., akhirnya buka suara. Ini terkait penetapan dia sebagai tersangka kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Anggaran Dana Hibah oleh KONI dan Cabang Olahraga Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020 oleh Kejati Lampung. Menurut Agus, sebagai Wakil Ketua Bidang Perencanaan di struktur kepengurusan KONI Lampung Tahun 2019-2023, dia sama sekali tak terlibat atau menikmati dugaan korupsi yang terjadi.

“Kalau ada penyimpangan dana dari catering, loundry dan penginapan, tak ada satu rupiahpun dana mengalir ke saya. Kalau insentif Satgas, itu semua anggota satgas dalam SK Ketua umum, termasuk Ketua Umum menerima,� tuturnya di ruang Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Rabu, 13 Maret 2023.

Ini lanjut Agus sekaligus menerangkan adanya aliran dana insentif Tim Satgas Pelatprov yang ditemukan tidak sesuai peruntukan sebesar Rp 2.233.340.500. Serta penggunaan anggaran training center (catering dan penginapan) yang ditemukan tidak sesuai peruntukan sebesar Rp.337.192.000.

Dipaparkan Agus, seharusnya tiga petinggi KONI Lampung tahun 2019-2023, justru ikut bertanggung jawab kasus tersebut. Ketiga petinggi KONI Lampung itu adalah Ketua Umum Yusuf Barusman, Sekretaris Umum�Subeno, dan Bendahara Umum Liliana Ali.

�Inilah pejabat yang ada dalam struktur yang bertanggung jawab di pengelolaan keuangan KONI Lampung periode 2019 sampai 2023. Kalau saya adalah wakil ketua bidang perencanaan,� ujarnya lagi.

Seperti diketahui Agus Nompitu mengajukan gugatan Prapradilan (Prapid) terhadap Kejati Lampung. Prapid didaftarkan ke PN Tanjungkarang, Rabu 6 Maret 2024. Prapid dengan nomor register 2/Pid.Pra/2024/PN.Tjk ini diajukan terkait sah atau tidak penetapan tersangka.

Adanya prapid ini sendiri mendapat dukungan dari M. Alzier Dianis Thabranie, S.E., S.H.

�Dari awal saya mengatakan penetapan sebagai Agus Nompitu sebagai terangka di kasus Korupsi KONI Lampung oleh Kejati Tinggi Lampung kurang tepat,� tutur Alzier yang juga berprofesi sebagai advokat ini, Selasa, 12 Maret 2024.

Mengapa ? �Sudah jelas kok duit-duit di KON Provinsi Lampung itu, tidak mungkin bisa cair keluar tanpa ada tanda tangan, Ketum dan Bendum plus Sekum-nya. Karena saya ini mantan Wakil Ketua Bidang Organisasi KONI Lampung yo, jadi paham di mekanismenya yo..!!!, � ujar Ketua Umum Lembaga Pengawasan Pembangunan Provinsi Lampung dan Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Lampung ini kembali.

Sementara lanjut Alzier, nama Agus Nompitu sendiri bukan menjabat sebagai Ketum-Sekum atau bendaraa KONI Lampung saat peristiwa korupsi ini terjadi.

�Jadi saya mendukung prapid ini. Biar kasusnya jadi terang. Termasuk juga untuk mengungkap siapa dan dari mana sumber dana pengembalian uang kerugian negara bernilai lebih dari 2,57 miliar yang disetorkan ke Kejati Lampung. Apa benar itu dari kedua tersangka atau bukan,� papar Alzier.

Sebelumnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandar Lampung juga turut menyoroti penanganan �kasus korupsi dana hibah KONI Lampung ini. Ketua Umum HMI cabang Bandar Lampung, Mauldan Agusta Rifanda menyebut HMI menaruh perhatian besar pada kasus tersebut. Mauldan menilai kasus ini banyak kejanggalan. Terutama pada persoalan penetapan Agus Nompitu sebagai tersangka oleh Kejati Lampung.

Penetapan tersangka ini terkesan tebang pilih, karena menurutnya Agus Nompitu sebagai bidang perencanaan program dan anggaran, mobilisasi sumber daya dan usaha, bukanlah sosok pengambil keputusan final di dalam organisasi.

�Kita sebagai aktivis organisasi paham pengambilan keputusan tertinggi di organisasi bukanlah oleh wakil ketua umum. Tapi ketua umum organisasi. Jadi jika dasar penetapan tersangka Agus Nompitu adalah merugikan negara, maka yang harus bertanggungjawab secara formil adalah ketua umum organisasi yang punya wewenang lebih dalam keputusan yang diambil. Apalagi jika persoalannya anggaran, maka yang harusnya juga bertanggungjawab adalah sekretaris umum dan bendahara umum, karena tanda tangan NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) melibatkan ketua umum dan sekretaris umum dan yang mencairkan anggaran tersebut pasti melibatkan bendahara umum,� katanya.

�Ini kita lihat ketua umum, sekretaris umum dan bendahara umum, justru bisa melenggang bebas tidak ditetapkan tersangka. Jika memang korupsi tersebut dilakukan secara berjamaah, maka seluruh pengurus KONI 2019-2023 harusnya juga ditetapkan tersangka,� katanya lagi.

Mauldan menambahkan bahwa di tanah bumi Lampung ini tidak boleh hukum di gunakan untuk menghukum orang yang tidak bersalah.

�Hukum tidak boleh dijadikan alat tukar bertindak dzalim kepada orang lain. Kami akan kawal proses hukum ini dan kami mendukung langkah saudara Agus Nompitu mengambil langkah praperadilan,� tambahnya.

Mauldan pun mengajak seluruh aktivis organisasi kepemudaan menyoroti dan mengawal kasus ini bersama-sama.

�Sekali lagi saya sampaikan, semua pihak yang terlibat, jangan main-main dengan kasus ini. Jika benar saudara Agus Nompitu terlibat, apa alat bukti dan siapa saksi fakta dalam kasus ini harus kami pertanyakan. Kami akan kawal proses ini sampai manapun. Jika ada ketidakadilan, diskriminatif dan tebang pilih, kami akan mengambil langkah melaporkan ke Jaksa Agung RI, Jamwas, Komisi Kejaksaan, Komisi III DPR RI bahkan ke Presiden Republik Indonesia,� pungkasnya.(red/net)