BANDARLAMPUNG – Advokat Peradi Bandarlampung, Hengki Irawan, S.P.,S.H., M.H., meminta jajaran Polda Lampung dan Kejati Lampung merespon temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Lampung. Ini terkait adanya utang Dana Bagi Hasil (DBH) tahun 2023 yang belum dibayarkan pada Pemerintah Kabupaten/Kota Rp1,08 Triliun oleh Pemprov Lampung. Selain utang DBH, Hengki yang juga merupakan Ketua LSM Ketua Poros Pemuda Indonesia (PPI) Provinsi Lampung mendesak aparat penegak hukum mengusut adanya utang belanja Pemprov Lampung sebesar Rp362 miliar.
“Karena sudah jelas, menurut BPK ini bisa terjadi lantaran Pemprov Lampung dinilai tak menganggarkan PAD secara rasional dan melakukan belanja tak sesuai skala prioritas, sehingga pelaksanaannya tak didukung ketersediaan dana yang cukup,” ujar Hengki Minggu, 12 Mei 2024.
Menurut Hengki Irawan angka utang DBH sebesar Rp1,08 triliun ditambah utang belanja Pemprov Lampung sebesar Rp362 miliar adalah angka yang luar biasa.
“Untuk itu, aparat penegak hukum baik itu Polda Lampung atau Kejati Lampung, harus berani mengusut permasalahan ini. Jika memang ada indikasi terjadi tindak pidana korupsi, segera tetapkan tersangka agar dapat dimintakan pertanggungjawaban, dan kerugian negara dapat terselamatkan,” pungkasnya.
Sebelumnya harapan serupa disampaikan senior Partai Golkar yang juga tokoh masyarakat Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie, S.E.,S.H. Menurut Ketua Dewan Penasehat Kadin Provinsi Lampung masa bhakti 2023-2028, kondisi yang terjadi di Pemprov Lampung sangat aneh dan diluar nalar. Pasalnya “macetnya” atau adanya tunggakan utang DBH jelas sangat menganggu jalannya Pemerintahan di Kabupaten/Kota.
“Pertanyaannya mengapa ini bisa terjadi. Padahal dana itu jelas-jelas ada dan merupakan hak pemerintah Kabupaten/Kota. Serta dipastikan sudah ditransfer pemerintah pusat,” terang Alzier, Jumat, 10 Mei 2024.
Karenanya Ketua Umum Lembaga Pengawasan Pembangunan Provinsi (LPPP) Lampung dan Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Lampung ini berjanji segera menyurati Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jaksa Agung RI dan Kapolri. Harapannya agar aparat penegak hukum (APH) dapat menindaklanjuti permasalahan itu dengan melakukan langkah hukum berupa penyelidikan dan penyidikan.
Mengapa ? “Sebab angka lebih dari Rp1 triliun ini sangat fantastis dan diluar nalar. Ini harus diusut tuntas. Kemana aliran dana itu terpakai. Sidik semuanya jika memang ada penyalahgunaan. Apalagi ini jelang Pilkada, dimana Arinal Djunaidi kembali maju Pilgub Lampung,” tegas Alzier.
Seperti diketahui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap data Pemprov Lampung belum membayarkan DBH Rp1,08 Triliun Tahun 2023 ke Pemerintah Kabupaten/Kota. Ini disampaikan Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) V BPK RI Slamet Kurniawan di Rapat Paripurna DPRD Lampung penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Lampung Tahun 2023 di, Rabu (8/5).
Menurut Slamet, Pemprov Lampung masih memiliki utang jangka pendek yakni utang DBH tahun 2023 yang belum dibayarkan ke Pemerintah kabupaten/kota Rp1,08 Triliun. Jumlahnya meningkat signifikan dari tahun sebelumnya yakni Rp695,56 miliar.
Selanjutnya, Pemprov Lampung dinilai tak menganggarkan PAD secara rasional dan pengendalian belanja tak sesuai skala prioritas. Sehingga berkurangnya kemampuan Pemprov membayar DBH dan meningkatkan utang belanja dari Rp93,78 miliar menjadi Rp362 miliar.
Dia juga mengatakan, BPK telah melakukan identifikasi terhadap beberapa area yang memerlukan perhatian lebih lanjut. Seperti, penganggaran pendapatan tak memadai dan tidak berdasar perkiraan terukur secara rasional dan dapat dicapai karena tidak melihat potensi dari realisasi tahun sebelumnya. Akibatnya, pelaksanaan belanja Pemprov tidak didukung ketersediaan dana yang cukup.
Oleh karenanya BPK merekomendasikan ke Gubernur Lampung agar mengelola keuangan daerah sesuai ketentuan dan menghindari defisit keuangan. Kemudian, menyalurkan DBH tahun 2024 pada Pemerintah kabupaten/kota sesuai ketentuan tahun 2023 sebesar Rp1,08 triliun.(red)