BANDARLAMPUNG – Jajaran Kejati Lampung diminta lebih terbuka untuk membuka hasil penyelidikan kasus dugaan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) proyek pengadaan barang jasa dan penelitian di Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unila TA 2020-2022 bernilai miliaran rupiah. Pasalnya penyelidikan perkara ini sudah lebih dari enam bulan sesuai Surat Perintah Penyelidikan Kajati Lampung Nomor : Print-05/L.8/Fd/03/2023 tanggal 15 Maret 2023.

Bahkan puluhan saksi sudah dipanggil dan diperiksa yang terdiri  pejabat dan mantan pejabat di lingkungan Unila. Antara lain, Dr. Ida Budiarti, Dr. Ika Kustiani dan Dr. Budiono, Dr. Trio Santoso dan Dr. Robi Cahyadi. Namun demikian hingga kini Kejati Lampung tak kunjung mengekspose perkara ini publik apakah naik ketahap penyidikan atau tidak.  

“Karenanya kami minta jajaran Kejati Lampung segera membuka hasil lid perkara ini. Apakah naik ke penyidikan atau proses penyelidikannya dihentikan sehingga ada kepastian hukum,” ujar Wiliyus Prayietno, S.H., M.H., advokat yang juga Ketua Lembaga Transformasi Hukum Indonesia (THI), Selasa, 26 September 2023.

Dijelaskan Wiliyus, dari survei beberapa waktu lalu, menunjukkan jika tren kepercayaan publik terhadap jajaran kejaksaan saat ini ada di level tertinggi. Dimana kepercayaan publik meningkat hingga 81,2 persen. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak sejak 1999. Biasanya, kepercayaan publik terhadap Kejagung berada di angka rata-rata 60 persen.

“Jadi jangan sampai tren kepecayaan menurun dengan adanya ketidakpastian dalam penegakan hukum khususnya pada aparatur Kejati Lampung dalam menangani dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Proyek Penelitian di Unila Tahun Anggaran 2020-2021 dan 2023,” tegasnya lagi.

Sebelumnya Advokat Agus Bhakti Nugroho, S.H., M.H., menegaskan pihaknya yakin tim Kejati Lampung menemukan unsur tindak pidana korupsi perkara dugaan praktek KKN proyek pengadaan barang jasa dan penelitian LPPM Unila TA 2020-2022. Sebab lanjutnya kasus ini sangat terang dan “vulgar”. Selain itu, semua bukti surat, dokumen dan nama saksi yang mengetahui praktek KKN pada proyek pengadaan barang jasa dan penelitian di LPPM Unila juga sudah disampaikan.

Apalagi seiring waktu, banyak dari kalangan internal Unila yang bersedia memberikan informasi. Terutama dalam hal proyek penelitian dengan praktek pinjam nama dengan iming-iming uang tertentu. Misalnya proyek senilai Rp175 juta. Lalu yang diterima “sang peneliti yang namanya dipinjam” hanya sebesar Rp25 juta. Sisanya Rp150 juta diberikan ke oknum pejabat di Unila.

“Satu persatu, para dosen di Unila mengaku ditawarkan praktek serupa. Malah ada yang mengaku ‘kapok” karena merasa tertipu. Jujur saja, saya berani maju dan ikhlas tidak dibayar sepeserpun mendampingi mewakili dan melakukan upaya hukum dalam pelaporan perkara ini karena mendapat dukungan moral dari para Guru Besar, Dosen, Karyawan dan Staf di Unila. Ini semata demi perbaikan kampus Unila. Jadi kita tunggu saja. Saya yakin dalam waktu tak terlalu lama, kasus ini akan naik ketahap penyidikan,” tegas Agus BN.

Untuk diketahui jajaran Kejati Lampung membenarkan telah menerima laporan pengaduan terhadap beberapa proyek pengadaan barang jasa dan penelitian di Unila yang terindikasi terjadi praktek KKN pada LPPM Unila. Ada tiga nama terduga yang menjadi terlapor tindak pidana korupsi. Adapun perkiraan kerugian negara mencapai Rp 1.128.000.000 (satu miliar seratus dua puluh delapan juta rupiah). Pelapornya adalah LSM Komite Pemantau Pembangunan dan Hak Asasi Manusia (KPP-HAM) Lampung yang diwakili kuasa hukumnya, Agus Bhakti Nugroho dan rekan.

Sementara itu, tokoh Masyarakat sekaligus Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW-NU) Provinsi Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie, S.E., S.H., ikut angkat suara terkait adanya laporan perkara dugaan praktek KKN di LPPM Unila itu. Ketua Umum Lembaga Pengawasan Pembangunan Provinsi Lampung (LPPPL) yang juga berprofesi sebagai advokat ini mendorong kepada pelapor agar tidak hanya mengadukan masalah ini ke Kejati Lampung.

“Bukan apa-apa. Takutnya mandeg lagi tidak karuan,” tutur mantan  Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Lampung tersebut.

Tapi penting juga lanjut Alzier, melaporkan dan membawa masalah ini ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Mabes Polri dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) RI.

“Harapannya agar dapat atensi. Sehingga aparat penegak hukum disini tidak main-main mengambil langkah. Selain itu adukan juga ke BPK RI, Menristek, Menkeu dan lain-lain. Sebab ini bukan perkara main-main,” tegas Alzier.(red/net)