BANDARLAMPUNG –  Badan Pimpinan Wilayah (BPW) Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI) Provinsi Lampung turut mendesak aparat penegak hukum kepolisian-kejaksaan serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKKP). BPW PAI Lampung berharap lembaga-lembaga ini memeriksa komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandarlampung. Terutama soal anggaran serta penetapan maskot Pilkada oleh KPU. Yakni berupa hewan kera atau monyet memakai atribut adat Lampung yang menimbulkan polemik dan protes sehingga berujung laporan polisi.

“Kami mendorong aparat penegak hukum memeriksa dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU Bandar Lampung terkait ketiadaan maskot pilkada 2024,” ujar Sekretaris BPW PAI Lampung, Andri Meirdyan Syarief, S.E., S.H., M.M.

Menurut Andri, dana yang dipakai dan dikeluarkan KPU menetapkan dan launching maskot Hewan Kera Pakai Baju Adat adalah duit rakyat. Sekarang yang terjadi, maskot tak digunakan. Ini jadi salahsatu bukti ketidakprofesionalan KPU menyelenggarakan tufoksinya.

”Selain aparat penegak hukum kepolisian dan kejaksaan, BPW PAI Lampung juga mendorong DKPP RI turut memeriksa KPU terkait tidak profesionalnya kinerja mereka,” pungkasnya.

Sebelumnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila) menuding Ketua KPU Bandarlampung, Dedy Triyadi, S.E.,S.H, tak bertanggung-jawab soal adanya Maskot Pilkada  berupa Hewan Monyet memakai Baju Adat Lampung. Dimana Dedy Triyadi dinilai telah “lepas tangan”. Dan menyatakan bahwa maskot itu merupakan keputusan tiga juri, yakni budayawan, Isbedy Stiawan. akademisi Unila, Dr. Budiono, S.H., M.H dan Ketua Divisi Sosialisasi dan Parmas KPU Bandarlampung, Hamami, S.H. Keputusan dewan juri ini final dan mutlak. Sementara pihaknya hanya tinggal menetapkan hasil saja dari dewan juri tersebut.

“Mestinya Ketua KPU Bandarlampung menyadari penetapan maskot pilkada di lakukan olehnya, sehingga dia yang mesti bertanggung jawab secara penuh terhadap keputusan yang diambil. Dewan juri hanya memberi penilaian peserta yang mengikuti sayembara maskot. Hasil penilaian diberikan ke Ketua KPU yang berwenang menetapkan. Jadi, apabila Ketua KPU merasa ada yang kurang tepat, ia mampu melakukan upaya preventif dengan mengevaluasi sebelum ditetapkan,” tegas Ketua BEM FH Unila, Ammar Fauzan, Jumat, 30 Mei 2024.

Ammar Fauzan yang merupakan mahasiswa FH Unila angkatan 2020 ini berharap Dedy segera menyelesaikan kegaduhan akibat ditetapkan  maskot tersebut. Sebab, lagi-lagi nama baik Ketua KPU dipertaruhkan.

“Apabila tak mampu selesaikan persoalan, akan memperburuk citra kelembagaan yang berakibat terhadap legitimasi berjalannya pilkada maupun lembaga KPU Bandarlampung. Lagi pula, juri yang memberikan penilaian terhadap peserta sayembara maskot dipilih KPU Bandarlampung. Sebaiknya Ketua KPU  melakukan evaluasi diri dan juga kelembagaan, dan tidak menyalahkan pihak lain dalam kegaduhan yang ada,” tegas Ammar Fauzan lagi.

Sebelumnya Dedy Triyadi, menjelaskan soal maskot pilkada berupa hewan Kera atau Monyet memakai baju adat Lampung yang belakangan menimbulkan polemik. Menurut Dedy, dipakainya maskot itu berawal dari penunjukan tiga juri. Pertama budayawan, Isbedy Stiawan. Lalu, akademisi Unila, Dr. Budiono, S.H., M.H. Serta Ketua Divisi Sosialisasi dan Parmas KPU Bandarlampung, Hamami, S.H.

“Keputusan dewan juri final dan mutlak, kami hanya menetapkan hasil dari dewan juri,” ungkap Dedy Triyadi via What-Apps, Rabu, 29 Mei 2024.

Sementara itu, Dr. Budiono, mengaku jika pihaknya sifatnya hanya mengusulkan maskot tersebut dipakai untuk Pilkada Bandarlampung 2024. “Selanjutnya yang menetapkan atau memutuskan adalah KPU melalui rapat pleno,” ujarnya.

Disisi lain, praktisi hukum yang juga Ketua Umum Lembaga Transformasi Hukum Indonesia (THI), Wiliyus Prayietno S.H, M.H., memohon kepada Tokoh Budaya, Irjen.Pol Dr. Ike Edwin, S.H., M.H. Mantan Kapolda Lampung yang dikenal dekat dengan masyarakat ini diharapkan dapat terus mengawal penuntasan kasus Maskot Pilkada Monyet Pakai Baju Adat Lampung di Polda Lampung.

Selain itu, dengan ketokohannya sosok Ike Edwin yang dikenal sebagai penggiat anti korupsi, diharapkan dapat mendesak aparat penegak hukum dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI. Khususnya agar mengusut penggunaan anggaran serta profesionalitas KPU.

“Jika bapak Ike Edwin turun langsung, kami yakin kasus ini akan dapat atensi aparat penegak hukum seperti Polda Lampung,” ujar Wiliyus Prayietno, Selasa, 28 Mei 2024.

Menurut Wiliyus, sosok Ike Edwin gelar Gusti Batin Raja Mangku Negara, diketahui memiliki kepedulian yang tinggi pada pelestarian budaya, serta dikenal sebagai tokoh anti korupsi.

“Karenanya, suara dan kepedulian beliau dapat terus mengawal kasus ini sangat diharapkan, agar dapat didengar dan ditindaklanjuti aparat penegak hukum,” mohon Wiliyus yang bersama Ike Edwin pernah bersama-sama mendaftar sebagai Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun yang lalu.

KPU Bandarlampung sendiri akhirnya menetapkan tahapan Pilkada Serentak 2024 tanpa maskot. Ini guna menghindari polemik dan protes yang berkembang. Dimana maskot Pilwakot yang sebelumnya diluncurkan berupa hewan Kera atau Monyet mengenakan pakaian adat Lampung dianggap telah melukai dan menghina masyarakat adat. Sehingga memicu penolakan dan berujung pelaporan polisi.

“Saya mengapreasi sikap KPU yang meniadakan maskot Pilkada Bandarlampung guna meredam gejolak di masyarakat Lampung,” ujar Advokat Peradi Bandarlampung, Hengki Irawan, S.P.,S.H., M.H., Senin, 27 Mei 2024.

Meski demikian, menurut Ketua LSM Ketua Poros Pemuda Indonesia (PPI) Provinsi Lampung tersebut, KPU Bandarlampung tak bisa serta merta menghilangkan tanggungjawab. Misalnya terkait anggaran dana lomba maskot serta acara jalan sehat launching maskot dan jingle Pilkada yang pasti menguras anggaran keuangan negara.

“Jika begini sia-sia semua. Anggaran negara, uang rakyat terbuang dihambur-hamburkan percuma untuk pengadaan dan launching maskot pilkada yang akhirnya tak digunakan. Karenanya sudah sepantasnya aparat penegak hukum, baik Kejati-Polda lampung, atau Kejari- Polresta Bandarlampung mengusut penggunaan anggaran KPU Bandarlampung,” tegas Hengki Irawan.

Tak hanya itu. Hengki Irawan meminta DKPP) RI untuk juga memeriksa KPU Bandarlampung terkait etika dan profesionalitas kinerja mereka.

“Bagaimana bisa KPU menggelar lomba menetapkan maskot Pilkada. Lalu mengadakan launching maskot dan jalan sehat meriah dengan anggaran fantastis. Terus kemudian maskot-nya ditiadakan. Ini menunjukan KPU Bandarlampung tak profesional. Untuk diingat anggaran yang dipakai buat itu semua, anggaran negara, uang rakyat, bukan milik nenek moyangnya. Jadi sudah sepantasnya juga DKPP RI pro-aktif memeriksa masalah ini,” pungkasnya.(red)