BANDARLAMPUNG � Mengungkit perkara tindak pidana korupsi terpidana Tindak Pidana Korupsi (TPK), Sugiarto Wihardjo Alias Alay Tripanca, agaknya tak akan habis-habisnya. Selain jago menyamarkan aset miliknya, perkara Alay juga sempat �menggemparkan� dunia peradilan. Ini menyusul hilangnya berkas kasus �sang taipan� saat akan diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Perkara ini menyeret terdakwa Ratika Purwansari hingga diadili di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang.
Sebagaimana dilansir dari tribunlampung.co, orangtua Ratika Purwansari, Asimi mengaku kecewa dengan tuntutan jaksa yang menuntut anaknya dua bulan penjara dengan tuduhan menghilangkan berkas Alay.
“Saya kecewa, anak saya nggak salah. Dia kan cuma nggak ada bukti berkas itu diambil lagi. Biar Allah yang balas perbuatan ini,” katanya usai sidang, selasa (30/9/2014).
Ratika Purwansari, akhirnya divonis satu bulan penjara. “Menjatuhkan vonis selama satu bulan penjara dikurangi selama masa terdakwa ditahan, dengan perintah tetap ditahan di tahanan rumah,” kata hakim Nursiah Sianipar, Selasa (18/11/2014).
Sebelumnya Penasihat hukum terdakwa Ratika Purwansari, Jono Parulian Sitorus mempertanyakan di pleidoi yang dibacakannya bahwa apakah berkas kasasi Alay telah dikirim ke Mahkamah Agung. Menurut Jono, berkas kasasi itu dibawa oleh M Yamin ke jasa pengiriman PT Intrasco Kilat Cargo (PT IKC) Cabang Bandar Lampung untuk dikirimkan ke Mahkamah Agung pada 8 mei 2014 sekitar pukul 09.00 WIB.
“Setelah dibayar dan resi diberikan, sekitar 45 menit kemudian M Yamin datang dan meminta lagi berkas kasasi itu dengan alasan ada kekurangan yang akan dilengkapi,” katanya di hadapan majelis hakim yang diketuai Nursiah Sianipar, Selasa (14/10/2014).
Jono mengungkapkan ada kejanggalan karena pada bulan yang sama PN Tanjungkarang juga mengirimkan berkas kasasi kasus lain ke Mahkamah Agung dan sampai.
“Inilah yang menjadi kejanggalan apakah berkas kasasi Alay dikirimkan atau dibuang ? Karena jika dikirimkan pasti telah sampai, sebab berturut-turut PN Tanjungkarang menggunakan jasa PT IKC dan tidak ada masalah,” katanya waktu itu.
Seperti diketahui kasus dugaan penjualan dan penyamaran aset yang sudah masuk penetapan sita PN Tanjungkarang dan disita negara (Pemkab Lampung Timur) oleh terpidana Sugiarto Wiharjo alias Alay TRIPANCA, makin terang benderang. Dari beberapa dokumen, diketahui aset itu murni milik Alay. Adapula beberapa aset yang telah ditebus Alay di bank. Lalu ada lagi aset yang disamarkan nama orang lain, dipekerjasamakan serta dijualbeli saat proses hukum berjalan.
Seperti termuat di akta notaris Asvi Maphilindo Volta, S.H. nomor 23, 24, 26 dan 27. Semua akta notaris ini dibuat 12 April 2012. Di akta itu, diantaranya dijelaskan soal aset Eks Gedung 21 dengan luas bangunan 4000 M2, yang keseluruhan lahannya seluas 20.372 M2 di Kelurahan Sukaraja, Bandarlampung. Aset ini ditebus/dilunasi Alay dan diatasnamakan Puncak Indra. Kemudian Pantai Lempasing dengan luas 88.110 M2 dulu masuk Kabupaten Lampung Selatan. Kemudian aset Gudang PT. Aneka Sumber Kencana seluas 14310 M2 di Garuntang, Bandarlampung dan Gudang SHARP seluas 44.389 M2. Aset ini disamarkan dengan dibuat kerjasama dan akan dibaliknamakan ke Budi Winarto dan Antonius Hadiyanto. Lalu adapula beberapa aset yang diperjualbelikan.
�Padahal aset-aset itu sudah diletakkan sita jaminan dan dieksekusi sehingga sah dan dikuasai negara dalam hal ini Pemkab Lamtim atau Satono selaku penggugat,� tutur Kuasa Hukum dari Kantor Law Firm SAC & Partners Advocates and Legal Consultans, Amrullah, S.H.
Ini berdasarkan PENETAPAN Nomor : 09/EKS/2009/PN. TK Tanggal 26 Mei 2009 guna melaksanakan SITA EKSEKUSI 100 (Seratus) Bidang Tanah Milik Alay sebagaimana di Akta Perdamaian. Dilanjutkan tanggal 28 Mei 2009 sampai 1 Juni 2009 saudara M. MARWAN DJAJA PUTRA S.H. selaku Juru Sita pada PN Kelas 1A Tanjung Karang berdasarkan Surat Perintah Tugas Nomor : 12/PAN/2009/PN.TK Tanggal 26 Mei 2009 telah melaksanakan SITA EKSEKUSI terhadap 66 (Enam Puluh Enam) Bidang Tanah/Obyek Sita yang terletak di Bandarlampung sebagaimana tertuang di BERITA ACARA PENYITAAN EKSEKUSI (Executorial Beslag) Nomor : 09/EKS/2009/PN.TK.
Tapi oleh pengacara Sopian Sitepu Dkk, beberapa aset itu kemudian diajukan permohonan angkat sita yang diklaim atas seizin Satono. Hal ini diterangkan di BERITA ACARA PENGANGKATAN SITA EKSEKUSI NOMOR: 09/Eks/2009/PN.Tk tanggal 01 Maret 2011, yang ditandatangani Sumarsih, S.H. dan Sugiarto Wiharjo. Lalu BERITA ACARA PENGANGKATAN SITA EKSEKUSI NOMOR: 09/Eks/2009/PN.Tk tanggal 10 Maret 2011, yang ditandatangani Sopian Sitepu, S.H., M.H. dan Sugiarto Wiharjo. BERITA ACARA PENGANGKATAN SITA EKSEKUSI NOMOR: 09/Eks/2009/PN.Tk tanggal 12 Februari 2013, Yang ditandatangani Sopian Sitepu, S.H, M.H. dan� Sugiarto Wiharjo (tidak ditandatangani DPO).
Atas adanya pengangkatan sita, membuat Obyek Sita Eksekusi berada pada Pihak ke-3 lantaran diperjualbelikan. Satu diantaranya diduga aset yang kini ditempati oleh Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Lampung di Jln. Way Sekampung, Bandarlampung.
Seperti diketahui Amrullah, S.H, mengadukan rekan sejawatnya Sopian Sitepu, S.H, M.H, ke Mabes Polri. Alasannya teradu dari Yayasan LBH Nasional dituding menggelapkan dan memperjualbelikan aset terpidana Sugiarto Wiharjo alias Alay TRIPANCA. Adapun aset yang dijual bernilai ratusan miliaran atau lebih. Aset yang diduga dijualbelikan aset yang luput dari penyitaan penyidik. Akibatnya aset itu tidak masuk objek sita rampasan negara di Putusan MA RI nomor: 510K/PID.SUS/2014 Tanggal 21 Mei 2014 atas nama Sugiarto Wiharjo alias Alay TRIPANCA.
Selain Sopian Sitepu, ada pihak lain turut dilaporkan. Yakni Sumarsih, S.H., beralamat di Jalan Ki Maja Nomor 172 Way Halim, Bandarlampung (LBH NASIONAL). Lalu Sugiarto Wiharjo, dahulu beralamat di jalan Laksamana Malahayati Komplek Perumahan Sumber Jaya RT 03 Kelurahan Talang, Teluk Betung Selatan, Bandarlampung, sekarang berada di LAPAS Gunung Sindur, Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Kemudian Puncak Indera, alamat di Jalan DR. Cipto Mangunkusomo Nomor: 98-A RT.01 Kupang Teba, Telukbetung Utara. Selanjutnya Hengky Wijaya alias ENGSIT (adik Sugiarto Wiharjo), alamat di Jalan RW MONGISIDI Nomor: 71-A Pengajaran, Telukbetung Utara, Bandarlampung.
Terus, Honggo Wijaya (adik Sugiarto Wiharjo), alamat di Jalan Gatot Soebroto Nomor 68, Pecoh Raya,Telukbetung Utara. Terakhir Ricky Yunaraga (PT. BPR TRI SURYA) alamat di Jalan Rasuna Said, Kompleks Perumahan Rasuna Hills, Gulak-Galik, Telukbetung Utara, Bandarlampung.
Dijelaskan Amrullah, dirinya mendapat surat kuasa khusus bertindak untuk dan atas Nama Hj. Rice Megawati (isteri mantan Bupati Lamtim), Satono. Dikatakan, sebagai isteri (ahli waris) dari terpidana Tipikor APBD Kabupaten Lamtim Satono, kliennya ingin mengembalikan kerugian APBD Lamtim Rp. 117.000.000.000.00 (Seratus Tujuh Belas Milyar Rupiah) sebagaimana tertuang di 2 (dua) Putusan MA-RI. Yakni Putusan Nomor : 510K/PID.SUS/2014 Tanggal 21 Mei 2014 atas nama Sugiarto Wiharjo alias Alay TRIPANCA dan Putusan Nomor: 253 K/PID.SUS/2012 Tanggal 19 Maret 2012, atas nama Hi. Satono, SH. SP. bin Hi. Darmo Susiswo.
�Sebelum mengadu, kami sudah berkonsultasi pada Team II SPKT Bareskrim Mabes Polri,� terang Amrullah.
Tapi maksud dan itikad baik kliennya, tidak tersampaikan. Itu karena harta benda ex milik Sugiarto Wiharjo yang jadi Obyek Sita eksekusi di Perkara Perdata antara suami kliennya, Satono melawan PT. BPR TRIPANCA SETIADANA selaku TERGUGAT I, SUGIARTO WIHARJO Selaku Tergugat II, PODIYONO WIYANTO selaku Tergugat III dan RADEN EDI SOEDARMAN Selaku Tergugat IV, diduga telah dijualbelikan oleh Sopian Sitepu dan Sumarsih bersama Sugiarto Wiharjo.
Kronologis bermula saat Satono selaku Bupati Lamtim dituduh korupsi karena menyimpan Dana APBD Lamtim di Bank Swasta (PT. BPR Tripanca Setiadana) milik Alay. PT. BPR Tripanca Setiadana dinyatakan Bank Gagal Bayar (Likuidasi) yang membuat Dana APBD Lamtim sebesar Rp. 106.000.000.000., tak dapat ditarik.
Atas kejadian ini membuat Bupati Satono kuatir. Dia mengajukan Gugatan Perdata kepada PT. BPR. Tripanca Setiadana ke Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A� Tanjung Karang. Tujuannya mengembalikan dana APBD yang disimpan PT.BPR Tripanca Setiadana milik Alay.
Gugatan Satono diajukan Kuasa Hukum, Sopian Sitepu dan Sumarsih. Ini terdaftar di Register Perkara Nomor : 10/PDT.G/2009/PN. TK. Gugatan berakhir DAMAI dan dituangkan di AKTA PERDAMAIAN No: 10/PDT.G/2009/PN. TK 19 Maret 2009. Dimana ditegaskan Alay akan menyerahkan 100 Bidang Tanah ke Satono selaku Pribadi maupun Bupati Lamtim.
Tapi pada kenyataan, Alay tidak menyerahkan seratus bidang obyek tanah itu. Akibatnya PN Kelas 1A TK Tanggal 26 Mei 2009 menerbitkan PENETAPAN Nomor : 09/EKS/2009/PN. TK guna melaksanakan SITA EKSEKUSI 100 Bidang Tanah Milik Sugiarto Wiharjo sebagaimana tercantum di Akta Perdamaian. Dilanjutkan tanggal 28 Mei 2009 sampai dengan 1 Juni 2009 saudara M. MARWAN DJAJA PUTRA S.H. selaku Juru Sita pada PN Kelas 1A Tanjung Karang atas Surat Perintah Tugas Nomor : 12/PAN/2009/PN.TK Tanggal 26 Mei 2009 telah melaksanakan SITA EKSEKUSI terhadap 66 (Enam Puluh Enam) Bidang Tanah/Obyek Sita yang terletak di Bandar Lampung sebagaimana tertuang di BERITA ACARA PENYITAAN EKSEKUSI (Executorial Beslag) Nomor : 09/EKS/2009/PN.TK.
Tapi belakangan aset yang telah di SITA EKSEKUSI dan jadi milik atau dikuasai Pemkab Lamtim berpindah tangan kepihak ketiga karena dijualbelikan. Itu dapat terjadi dikarenakan Sopian Sitepu Cs telah melakukan Pengangkatan Sita Eksekusi.
�Ini yang membuat seluruh Obyek Sita Eksekusi ada di Pihak ke-3 (Ketiga). Padahal sejak 23 November 2009, surat kuasa Sopian Sitepu Cs dicabut Satono. Ini kan janggal. Sudah surat kuasa dicabut untuk tidak lagi melakukan pendampingan, pembelaan maupun pengajuan eksekusi oleh Satono, tapi mereka tetap bisa melakukan permohonan angkat sita sehingga aset bebas dijualbeli beralih ke pihak lain. Mirisnya hasil penjualan aset negara secara ilegal ini tak ada uang yang masuk ke kas Pemkab Lamtim,� paparnya.
Menyikapi pengaduan ini, Sopian Sitepu menegaskan jika tidak benar. Menurutnya aset yang disita dan berpindah tangan, tidak ada yang milik Alay. Pasalnya semua aset dalam status tergadai atau menjadi tanggungan pihak ketiga.
�Bahkan kami pernah disomasi Tim Kurator PT. Tripanca Group, karena dianggap jika penyerahan aset yang termuat di akta perdamaian No. 10/PDT.G/2009.PN.TK tanggal 10 Maret 2009 oleh Sugiarto Wiharjo Alias Alay Tripanca ke Pemkab Lamtim adalah merupakan perbuatan melawan hukum,� elaknya.
Dirinya membantah jika kuasa hukumnya dari Satono, telah dicabut. �Pada waktu itu surat kuasa belum dicabut, karena tidak terdaftar di Pemkab Lamtim. Karenanya saya masih menganggap sah sebagai kuasa hukum,� terangnya.
Dia pun menegaskan jika pelapor/pengadu (Amrullah) yang mengatasnamakan Pihak ahli waris Bapak Satono yang mewakili Pemkab Lamtim agar aset yang tertuang di Akta Damai Nomor: 10/Pdt.G/2009/PN.Tk. tanggal 10 Maret 2009�jo.�Penetapan Eksekusi Nomor: 9/Eks/2009/PN.Tk tanggal 26 Mei 2009, dapat diserahkan atau dilelang sebagai pengembalian Kasda Lamtim, tidak memiliki legal standing untuk mewakili Pemkab Lamtim. Sebab perkara ini adalah antara Pemkab Lamtim dan PT. BPR Tripanca Setiadana, Podiyono dan Raden Sudarman selaku Termohon Eksekusi. (red/net)