BANDAR LAMPUNG – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memastikan tidak akan ikut ‘larut’ dalam Pemilu 2024. Termasuk diantaranya dalam usung mengusung presiden dan wakil presiden.
“Sampai sejauh ini pun tidak ada Capres atau Cawapres yang mengatasnamakan NU pada Pilpres 2024,” kata Ketua PBNU, Prof M. Mukri mempertegas lagi penyataan sikap Ketua Umum (Ketum) PBNU, KH Yahya Cholil Staquf.
Prof Mukri mengatakan, kebijakan ini selaras dengan keputusan muktamar ke-27 yang berlangsung di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo tahun 1984.
Dalam Muktamar tersebut, lanjut mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung ini, NU menyatakan diri kembali ke khittah, yakni kembali menjadi organisasi keagamaan, karena dalam kurun waktu 1952-1984 NU berposisi sebagai partai politik.
Prof Mukri menyebut empat alasan kenapa PBNU mengambil kebijakan tersebut.
Pertama, adalah agar NU tidak mau terjebak dengan politik praktis.
Pencalonan dan pengusungan para Capres dan Cawapres cukup dilakukan oleh partai-partai politik. Menurutnya, NU dalam hal ini tidak ikut-ikutan masuk dalam dukung mendukung dan memposisikan diri pada posisi netral.
Kedua, agar Indonesia tidak semakin terbelah oleh politik identitas
“Bangsa Indonesia harus belajar dari konflik berkepanjangan yang terjadi di berbagai negara yang diakibatkan oleh politik identitas dengan membawa nama agama, suku dan identitas lainnya yang bisa memecah belah bangsa. Misalnya seperti konflik di India, Myanmar, dan beberapa negara di Afrika yang para politisinya ‘jualan’ identitas agama.”
Ketiga, menjaga menjaga kesepakatan para pendiri bangsa yang telah sepakat dalam beberapa hal pokok yakni Pancasila, Bhineka Tunggal Eka, NKRI, dan UUD 45 yang sering disingkat juga dengan PBNU.
“Silahkan kita berbeda dalam hal-hal lain yang bersifat furu’ (cabang/bukan prinsip). Tapi harus duduk bersama,” ujarnya.
Keempat, menghindari perpecahan warga NU yang memang memiliki pilihan politik yang berbeda-beda. Terlebih jumlah warga NU yang banyak yang berdasar hasil berbagai survey terbaru sekitar 57,9 dari 89,7 warga Muslim di Indonesia adalah warga NU. Karena faktanya saat ini warga NU hampir ada di semua partai.
“Artinya warga NU hari ini di atas 125 juta jiwa. Sayang dan kasihan kalau nanti NU hanya diklaim oleh satu partai, dan partai itu suaranya tidak lebih dari 10 persen pemilih,” katanya. (nuo)