JAKARTA – Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah (Lamteng) J Natalis Sinaga disebut pernah meminta Rp 2,5 miliar untuk melancarkan urusan para anggota dewan menyetujui permintaan Pemkab setempat soal rencana pinjaman daerah. Namun, permintaan Natalis itu tidak terpenuhi utuh.
Hal itu diungkapkan seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Bina Marga Lamteng bernama Aan Riyanto. Dia mengaku sebagai orang yang memberikan uang ke Natalis.
“Saya serahkan uang ke Rusyanto (anggota DPRD) Rp 1 miliar. Waktu MoU dengan SMI (Sarana Multi Infrastruktur) belum ditandatangani dewan karena ada permintaan Pak Natalis Rp 2,5 miliar,” kata Aan ketika bersaksi persidangan terdakwa Bupati Lamteng nonaktif Mustafa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (17/5/2018).
Aan mengaku diperintah Kepala Dinas Bina Marga Lamteng Taufik Rahman untuk mencari uang untuk Natalis. Pada akhirnya, Aan dan rekannya, Supranowo, mengumpulkan uang dari perusahaan rekanan dinas hingga terkumpul Rp 900 juta, tetapi Taufik meminta agar mereka mencari uang lagi agar jumlahnya pas Rp 1 miliar.
“Pak Taufik perintahkan Supranowo untuk memenuhi permintaan. Diperintahkan ketemu Rano dan Haji Naim (pengusaha rekanan Dinas Bina Marga Lampung Tengah) ada cuma Rp 900 juta tapi disuruh Pak Taufik untuk genapin,” kata Aan.
Selain mencari uang untuk anggota dewan, Aan juga mengaku pernah memberikan uang ke ajudan Bupati Lamteng bernama Ismail. Menurut Aan, Ismail meminta uang padanya untuk kebutuhan pribadi.
“Ismail ajudan bupati juga pernah serahkan uang antara Rp 60 sampai 100 juta. Ada permintaan butuh duit Rp 60 sampai 100 juta, tapi saya laporkan Pak Taufik,” tutur Aan.
Seperti diketahui dalam sidang perdana Bupati Lamteng nonaktif, �H. Mustafa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/5/18) didakwa Jaksa KPK telah memberikan suap Rp9,6 miliar ke beberapa pihak termasuk anggota DPRD guna meloloskan rencana pinjaman daerah Rp300 miliar kepada PT Sarana Multi Infrastruktur.
Adapun uang dipakai untuk menyuap berasal dari beberapa rekanan atau kontraktor yang akan mengerjakan proyek APBD Lamteng TA 2018. Rekanan itu antara lain, Simon Susilo, pengusaha kakap yang juga merupakan pemilik Hotel Sheraton Lampung, kakak kandung dari terpidana Arthalyta Suryani atau populer dikenal Ayin. Lalu bos PT. Sorento Nusantara, Budi Winarto alias Awi.
Simon Susilo mengambil paket dengan anggaran sebesar Rp67 miliar dengan komitmen fee sebesar Rp7,7 miliar. Sementara, Budi Winarto alias Awi mengambil proyek pengerjaan dengan nilai anggaran Rp40 miliar dan bersedia memberikan kontribusi Rp5 miliar. Tindak lanjutnya, terdakwa memerintahkan saksi Rusmaladi mengambil uang dari Simon Susilo dan Budi Winarto secara bertahap sehingga terkumpul seluruhnya sebesar Rp12,5 miliar.
Setelah uang itu terkumpul, lantas sebagian diberikan ke sejumlah pihak. Yakni:
- Natalis Sinaga melalui Rusmaladi sebesar Rp2 miliar. Uang tersebut untuk bagian Natalis sebesar Rp1 miliar dan sisanya diserahkan kepada Iwan Rinaldo Syarief selaku Plt. Ketua DPC Demokrat Lamteng Rp1 miliar.
- Raden Zugiri selaku Ketua F-PDIP secara bertahap melalui Rusmaladi dan Aan Riyanto sebesar Rp1,5 miliar.
- Bunyana alias Atubun anggota DPRD Lamteng melalui ajudan Mustafa yang bernama Erwin Mursalin sebesar Rp2 miliar.
- Zainuddin, Ketua F-Gerindra melalui Andri Kadarisman sebesar Rp1,5 miliar yang diperuntukkan kepada Ketua DPD Gerindra Provinsi Lampung Gunadi Ibrahim.
- Natalis Sinaga, Raden Zugiri, Zainuddin melalui Andri Kadarisman sebesar Rp495 juta.
- Achmad Junaidi Sunardi selaku Ketua DPRD Lamteng melalui Ismail Rizki, Erwin Mursalin dan Ike Gunarto secara bertahap sebesar Rp1,2 miliar.
Simon Susilo�dan Budi Winarto sendiri pernah diperiksa KPK, Kamis (8/3/2018). (red)