BANDARLAMPUNG – Puluhan massa menggelar aksi terkait dugaan money politics Pilgub 2018. Aksi berlangsung di area Tugu Adipura, Bandarlampung, Sabtu, (30/6). Koordinasi aksi, Rismayanti Borthon menyebutkan, Lampung darurat money politics. Sejatinya pemilu momentum sakral yang tidak hanya Memilih pemimpin, tetapi juga solusi dari setumpuk persoalan rakyat.

“Tabiat amoral dari aktivitas politik itu tidak bisa dan tidak boleh dimaklumkan dengan ungkapan “wajar, namanya juga politik”,” sebutnya. Menurut Rismayanti, ungkapan ini sama saja ekpresi mengaminkan atau membenarkan tindakan bejat yang semakin menciderai demokrasi.

“Terlepas itu politik atau bukan, ketika memang salah dan melanggar etika dan moralitas, maka bukan kata ‘Wajar’ yang harus diucapkan, melainkan ‘Lawan!’.” tuturnya.

Rismayanti mengatakan, money politics yang terjadi dalam realitas Pilgub Lampung adalah cerminan, betapa etika politik sudah dikangkangi, demokrasi hanya sekedar lelucon dan syahwat berkuasa sudah menghalalkan berbagai cara.

“Jika Oknum-oknum politisi sendiri tidak mampu mencitrakan kondisi politik yang harmonis, manusiawi dan bermoral lalu pada siapa hal-hal tersebut kita sandarkan.” kata dia.

Lanjut dia, pemilu itu adalah momentum, dimana harapan perubahan yang mengacu pada pola perwujudan kesejahteraan Rakyat kembali digantungkan. ”Jika pemimpin yang terpilih ‘dengan cara-cara curang’ kita biarkan melenggang, maka sama saja kita menyerahkan provinsi kita tercinta diambang kehancuran,” ungkapnya.

Masih kata dia, tentunya semangat yang dibawa bukan untuk menjawab kepentingan rakyat, tapi mengakomodir kepentingan korporat.

“Lalu, sudikah kita serahkan masa depan Lampung 5 tahun kedepan pada pemimpin yang hanya jadi cecunguk korporasi,” terangnya.

Dia menegaskan, Bawaslu dan Gakumdu harus tegas dan menindak segala bentuk pelanggaran pemilu berupa money politics yang dilakukan oleh Paslon nomor tiga Arinal-Nunik sampai pada diskualifikasi dan pembatalan serta penyelenggaraan Pilgub ulang. “Lampung milik kita, maka jangan sekali kita berikan kesempatan kapitalisme dan mengobok-obok tanah kelahiran kita,” tandasnya.

Dalam aksinya tersebut di ikuti beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) KIPP, JRMK, Hurmanika, FPML, Laspri, OMPTR, OPTR dan Siger. (radarlampung.co)