BANDARLAMPUNG – Masyarakat Kota Bandarlampung diminta berperan aktif. Khususnya bersama mengawasi pembahasan Raperda APBD Kota Bandarlampung Tahun Anggaran (TA) 2018 yang kini sedang dilakukan antara Pemkot Bandarlampung dan DPRD setempat. Terutama mensikapi dan mengantisipasi deal-deal tertentu, termasuk juga isu adanya mahar atau uang “ketuk palu” saat pengesahan Raperda APBD menjadi Perda APBD dalam rapat paripurna DPRD Kota Bandrlampung.

“Untuk diketahui saat ini pembahasan Raperda APBD sedang dilakukan di tingkat komisi DPRD Kota Bandarlampung bersama Satker Pemkot Bandarlampung,” tutur salahsatu mantan anggota DPRD Kota Bandarlampung, kepada wartawan koran, Rabu (25/10).

Menurutnya berdasarkan pengalaman pihaknya dulu, disaat pembahasan sebenarnya sudah ada deal-deal tertentu. Misalnya berapa “hadiah” nilai angka nominal yang diterima seluruh anggota DPRD saat paripurna pengesahan Raperda APBD menjadi Perda APBD.

“Kalau dulu berkisar Rp50juta sampai Rp75juta yang dikantongi tiap anggota saat rapat pengesahan Perda APBD Bandarlampung. Jika tidak, pasti sidang tertunda atau tak kuorum. Kalau kini mungkin angkanya bertambah. Sebab saya sudah tiga tahun tak jadi anggota dewan kota lagi,” tuturnya.

Ini belum lagi ditambah atau yang diterima anggota DPRD yang duduk di komisi. Biasanya bagi anggota yang duduk di komisi juga ada deal tertentu dengan satker agar anggaran dan program tidak dicoret.

“Ini biasanya satker menyisihkan satu hingga dua persen dari anggaran yang telah di plot untuk anggota komisi,” tuturnya.

Lalu ada lagi anggota DPRD yang duduk di Badan Anggaran (Banang). Disini ada istilah “ekstra puding” yang juga mereka terima.

“Jadi yang wajib adalah angka Rp50juta hingga Rp75juta disaat paripurna pengesahan atau pembicaraan tingkat dua yang diterima seluruh anggota DPRD. Sementara tambahan dari komisi atau banang ini ‘pintar-pintarnya’ anggota bermain, ” jelasnya.

Apa yang terima anggota ini, papar mantan anggota dewan yang kembali mewanti-wanti namanya tidak ditulis, tentunya berbeda dengan yang didapat pimpinan DPRD. Angkanya bisa mencapai dua atau tiga kali lipat dari yang diterima anggota.

“Belum lagi permainan anggaran. Biasanya pimpinan dewan “memplot” dana tertentu di mata anggaran makan-minum dan lainnya. Tapi untuk yang ini kami maklumi, namanya mereka pimpinan. Tugas dan tanggung jawabnya berbeda,” tegasnya lagi.

Lantas darimana anggaran “ketuk palu” didapat ? Biasanya lanjutnya dari pihak ketiga yang dipungut satker yang “seksi”. Misalnya satker primadona adalah PU (Pekerjaan Umum,red).

“Jadi mereka (PU) biasa “membereskan” anggota dewan sebelum paripurna pengesahan di gelar. Dana itu yang disebut setoran proyek,” jelasnya lagi.

Pada kesempatan ini, dia berharap dewan dapat memprioritaskan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi. Misalnya dengan tidak serta merta langsung merespon dan mengakomodir kepentingan Pemkot Bandarlampung. Terutama soal hiruk-pikuk menghadapi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung 2018 demi menarik simpatik dan pencitraan di masyarakat Bandarlampung.

“Saya tidak apatis atau melarang Herman HN, Walikota Bandarlampung membangun. Tapi harus disesuaikan PAD (pendapatan asli daerah). Buat apa membangun tapi hutang menumpuk. Jangan sampai menjadi beban kepala daerah selanjutnya. Dewan harus kritis. Tidak seperti ini terkesan diam dan tutup mata hingga pembahasan RAPBD berjalan lancar dan waktunya singkat. Misalnya langsung menyetujui pinjaman ke pihak ketiga hanya karena di-imingi dana atau proyek tertentu. Ini tidak sehat. Sudahlah saya mengerti ujungnya bagaimana. Tapi ya setidaknya kepentingan rakyat harus utama,” urai dia kembali.

Sebagai penutup, mantan anggota dewan ini berpesan agar praktek tersebut dihentikan.
“Cukup sudah di beberapa daerah kita mendengar ada kepala daerah, sekda atau pimpinan/anggota DPRD/sekwan yang ditangkap atau diperiksa KPK, jaksa atau polisi karena masalah pembahasan APBD. Semoga di Bandarlampung tidak terjadi,” doanya.

Sayangnya hingga berita ini diturunkan Ketua DPRD Kota Bandarlampung, Wiyadi belum dapat di hubungi. Beberapa kali dikontak lewat nomor ponselnya, ternyata dalam keadaan tidak aktif.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Bandarlampung, Hamrin Sugandi menolak menjawab pertanyaan yang diajukan wartawan koran ini.
“Saya tidak tahu tentang itu,” tegasnya singkat saat dihubungi via ponselnya.

Begitu pula saat wartawan koran ini menghubungi Sekkot Bandarlampung, Badri Tamam. Meski ponselnya aktif, namun Badri Tamam memilih tidak menjawab. Begitu pula pesan yang disampaikan. Ternyata tak kunjung di balas.

Untuk diketahui DPRD dan Walikota Herman HN menandatangani kesepakatan bersama Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Bandarlampung TA 2018. Penandatangan pada sidang paripurna DPRD Bandarlampung, Senin (16/10). Sidang dipimpin Ketua DPRD Kota, Wiyadi.

Usai mendengar laporan Banang oleh H. Agusman Arief (F-Demokrat), anggota DPRD menyetujui pembahasan antara Banang dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Bandarlampung.

Dalam laporannya, Banang menyampaikan target pendapatan daerah tahun 2018 sebesar Rp2.474.120.567.150. Rincian PAD sebesar Rp847.438.467.750, Dana Perimbangan sebesar Rp1.412.911.673.100 dan lain- lain pendapatan sah sebesar Rp213.770.426.300.

Sementara itu, Belanja Daerah disepakati Rp2.431.870.567.150. Masih dalam laporan itu, kebijakan belanja daerah 2018 diarahkan program dan kegiatan program prioritas. Sebagaimana ditetapkan pada RKPD Tahun 2018 program dititik beratkan tujuh bidang yaitu, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, lingkungan hidup, ekonomi, pelayanan publik dan sosial keagamaan.

Herman HN sendiri dalam sambutan menyampaikan terima kasih ke pimpinan dan anggota DPRD yang telah bekerjasama harmonis dan memberi dukungan program pembangunan oleh pemerintah Kota.(red/dbs)