Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasannya belum memproses hukum Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Prof. Dr. Hasbi Hasan S.H., M.H. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menuturkan tim penyidik masih terus mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA yang menjerat hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dan kawan-kawan.

“Kami harus memeriksa saksi-saksi terkait GS [Gazalba Saleh] dan kawan-kawan. Tentu prinsipnya begini, proses penyidikan KPK tidak pernah berhenti dalam satu titik sehingga ketika ada informasi dan data terus kami kembangkan,” ujar Ali, belum lama ini.

Juru bicara berlatar belakang jaksa ini memastikan KPK bekerja berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Dia menegaskan seseorang akan ditetapkan sebagai tersangka apabila bukti permulaan yang cukup terpenuhi.

“Kami dalami, klarifikasi panggil saksi-saksi sehingga harapannya konstruksi menjadi utuh, sehingga siapa yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum berdasarkan alat bukti yang cukup pasti kami tetapkan tersangka,” ucap Ali.

“Jadi, basisnya kecukupan alat bukti. Siapa pun itu pasti kami tetapkan sebagai tersangka termasuk penanganan perkara di Mahkamah Agung,” sambungnya.

Sebelumnya, Ali menyampaikan tim jaksa KPK bakal memanggil Hasbi untuk bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara dengan terdakwa Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno.

Dalam surat dakwaan Yosep dan Eko (keduanya merupakan advokat), Hasbi diketahui mempunyai peran dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara yang turut menyeret hakim agung MA. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan tim jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Rabu (18/1), Hasbi disebut ikut membantu pengurusan perkara di MA.

Pada 25 Maret 2022 bertempat di Rumah Pancasila Jalan Semarang Indah Nomor 32, Tawangmas, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Yosep dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka bertemu dengan Dadan Tri Yudianto (swasta) yang merupakan penghubung dengan Hasbi. Mereka membicarakan pengurusan perkara nomor: 326 K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman (pengurus KSP Intidana). Keesokan harinya, Yosep mengirimkan surat tertanggal 23 Maret 2022 tentang permohonan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara Budiman. Atas pengurusan perkara itu, Dadan meminta uang kepada Heryanto.

“Selanjutnya Heryanto Tanaka memerintahkan Na Sutikna Halim Wijaya untuk mentransfer uang dengan total Rp11,2 miliar,” ungkap jaksa KPK dalam surat dakwaan Yosep dan Eko.

Pada 4 April 2022, majelis hakim kasasi mengabulkan kasasi dari penuntut umum Kejaksaan Negeri Semarang dan menjatuhkan pidana lima tahun penjara terhadap Budiman. Putusan itu diwarnai pendapat berbeda atau dissenting opinion dari hakim agung Prim Haryadi. Pengurusan perkara ini menyeret hakim agung nonaktif Gazalba Saleh sehingga ia diproses hukum oleh KPK. Gazalba masuk ke dalam majelis hakim kasasi yang memvonis Budiman dengan pidana lima tahun penjara. (cnn.com/net)