JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Bupati nonaktif Lampung Selatan (Lamsel) Zainudin Hasan. Itu membuat mantan Ketua DPD PAN Lampung ini tetap dihukum 12 tahun penjara.

Putusan penolakan dibacakan Ketua Majelis Krisna Harahap dengan Hakim Anggota Leopold Luhut Hutagalung dan Andi Samsan Ngaro pada 28 Januari 2020 dengan nomor perkara 43/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk.

Zainudin sebelumnya divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Zainudin dinyatakan hakim terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Dikutip dari keterangan Kabiro Humas KPK yang lalu, Febri Diansyah, Zainudin Hasan dihukum pidana tambahan, yakni pencabutan hak politik selama 3 tahun.

“Pidana tambahan uang pengganti Rp 66,7 miliar yang harus dibayarkan paling lama 1 bulan setelah (putusan) inkrah. Bila (terdakwa) tidak membayar, harta disita jaksa untuk dilelang dan disetor ke negara. Apabila terdakwa tidak mempunyai harta, diganti pidana penjara selama 1,5 tahun,” kata Febri.

Dalam tuntutan, jaksa pada KPK meyakini Zainudin melakukan perbuatan itu bersama-sama dengan Hermansyah Hamidi selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Lampung Selatan 2016-2017, Anjar Asmara selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Lampung Selatan 2017-2018, serta Agus Bhakti Nugroho dan Syahroni sebagai pejabat di Dinas PUPR Pemkab Lampung Selatan.

Zainudin disebut meminta Agus menerima fee dari rekanan-rekanan proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan. Total suap yang diduga diterima Zainudin sekitar Rp72 miliar.

Selain dugaan suap dan mengambil keuntungan dari proyek yang diikutinya, Zainudin diyakini bersalah menerima gratifikasi senilai total sekitar Rp7 miliar. Jumlah itu terdiri atas Rp3.162.500.000 yang diduga diterima Zainudin lewat rekening Gatot Soeseno serta Rp4 miliar dari Sudarman.

Terakhir, jaksa juga meyakini Zainudin bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurut jaksa, dari total sekitar Rp 106 miliar yang diterima Zainudin dari suap, keuntungan ikut proyek di wilayahnya, serta gratifikasi, sekitar Rp 54 miliar diduga disembunyikan oleh Zainudin dengan berbagai cara.

Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Zainudin membayar uang pengganti Rp 66.772.092.145 atau, jika tidak dilunasi, dipidana penjara 2 tahun. Hak politik Zainudin juga dituntut untuk dicabut selama 5 tahun.

Atas vonis itu, Zainudin juga mengajukan upaya banding. Banding diajukan karena hukuman 12 tahun penjara dirasa terlalu berat. (dtc)