BANDARLAMPUNG � Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang hari ini Rabu, 20 November 2024 akan melanjutkan sidang tindak pidana korupsi (tipikor) terdakwa Mantan Kepala Bapenda Pringsewu, Drs. Waskito Joko Suryanto, S.H., M.H. Agendanya pemeriksaan saksi ahli dan saksi yang meringankan terdakwa.
Sebelumnya di sidang pekan lalu majelis hakim telah selesai melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa Waskito Joko Suryanto. Dalam pemeriksaan ini terdakwa menerangkan tentang dasar hukum pelaksanaan tugas dan tupoksinya sebagai kepala Bapenda Kabupaten Pringsewu. Dimana dia membantah telah melakukan tindak pidana korupsi dalam hal menetapkan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Alasannya� karena dalam penetapan BPHTB, pihaknya telah mengacu ketentuan hukum yang ada. Diantaranya UU No�28/2009 tentang Pajak dan retribusi daerah, sebagaimana telah dirubah dengan UU No 1/2021 tentang Perimbangan keuangan pusat dan� daerah. Lalu Perda Kabupaten Pringsewu�No. 3/2011, Peraturan Bupati Kabupaten Pringsewu No. 16/2022 tentang Tata cara pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan BPHTB. Serta Surat Keputusan Bupati No.177/2021 tentang penetapan harga dasar tanah.
Karenanya terdakwa menilai dugaan perbuatan melawan hukum melanggar ketentuan Pasal 5 Perbup No. 16/2022 yang dituduhkan padanya tidak benar. Sebab Kepala Bapenda telah sesuai ketentuan Pasal 13 huruf C mengajukan pengurusan BPHTB secara SELF ASSESMENT. Yaitu melalui Online (Anjungan mandiri) di Bapenda Kabupaten Pringsewu. Serta sesuai Pasal 1 angka 48 UH No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah.
Terdakwa�Waskito sendiri oleh JPU sebagai Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Pringsewu Tahun 2020 s/d 2023 dinilai telah melakukan tipikor menetapkan Pajak BPHTB�waris yang diajukan wajib pajak An. Saksi Retno Ariza Soeprihatini, CS atas nama Soemarwoto (Alm) yang berlokasi di Pekon Wates Timur di bawah harga pasar yaitu sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) per meter. Hal ini dianggap tidak sesuai ketentuan yang berlaku serta terdakwa juga memberikan keringanan BPHTB waris tersebut sebesar 40% (empat puluh persen) yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perbuatan terdakwa�telah bertentangan dengan�Pasal 1 angka 1 Jo. Pasal 2 huruf a Undang � Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Jo. Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 87 ayat (1) dan ayat (2) huruf e Undang � Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah�Jo.�Pasal 58 Peraturan Daerah Kab. Pringsewu �Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan Pasal 5�Jo.�Pasal 10 angka 2 huruf c Peraturan Bupati Pringsewu Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemberian Keringanan, Pengurangan, dan Pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Lalu Keputusan Bupati Nomor B/177/KPTS/B.03.2021 tanggal 01 Maret 2021 tentang Penetapan Harga Dasar Tanah di Kabupaten Pringsewu serta SOP Penetapan Pajak Daerah BPHTB melalui sistem e-pajak pada Bapenda Kabupaten Pringsewu Nomor: 800/395/B.03/2022 tanggal 12 April 2022 tentang Penetapan Pajak Daerah BPHTB melalui sistem e-pajak.
Atas perbuatannya ini terdakwa dianggap telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara�yaitu�sebesar�Rp.�576.400.000,- (lima ratus tujuh puluh enam juta empat ratus ribu rupiah). Ini�berdasarkan Laporan Audit Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan Provinsi Lampung Nomor :PE-.03.03/SR/S-1975/PW08/5/2023, tanggal 29 Desember 2023.
Disisi lain, terdakwa menilai perbuatannya bukan merupakan pidana korupsi. Tapi perbuatan administrasi hukum perpajakan daerah.
Mengenai adanya penghitungan BPKP Perwakilan Lampung, seandainya memang benar, dimana terjadi kekurangan bayar, harusnya statusnya piutang negara, bukan kerugian negara. Sebab ada mekanisme penagihan sebagaimana diatur UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Misalnya Kepala Bapenda Kabupaten Pringsewu menetapkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) kepada wajib pajak.(red)