JAKARTA�- Tuduhan bahwa Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kepemimpinan Romahurmuziy menggunakan preman dalam mengambil kembali Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) di Jalan Diponegoro 60 Jakarta Pusat dinilai aneh. Pasalnya, PPP hasil Muktamar VIII kepemimpinan Romahurmuziy (Romi) yang berhak menempati Kantor DPP itu karena kepengurusannya yang sah dan legal.

Wakil Ketua Departemen Pemuda dan Olah Raga DPP PPP hasil Muktamar VIII Pondok Gede Kepemimpinan Romi, Aji Tanjung meminta agar kelompok yang menamakan diri sebagai DPP Pemuda Persatuan tersebut berdiri di depan cermin.

“Untuk melihat sebenarnya siapa yang preman dan bertindak dengan model premanisme selama ini,” ujar Tanjung dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/12).

Menurut dia, justru PPP kubu Djan Faridz yang menggunakan dan menempatkan preman untuk menjaga Kantor DPP tersebut selama tiga tahun. “Mereka berada di kantor partai Islam tapi perilakunya jauh dari ajaran Islam,” katanya.

Dia menjelaskan, kelompok yang menamakan diri sebagai Pemuda Persatuan itu bukan organisasi sayap atau badan otonom PPP. Pasalnya, tidak dikenal di lingkungan PPP dan tidak terdaftar pula di Kementerian Pemuda dan Olahraga dan KNPI.

Ditambahkan Aji, kelompok Pemuda Persatuan itu lah yang dipergunakan mewadahi preman-preman yang selama tiga tahun terakhir ini menguasai secara ilegal Kantor DPP PPP. “Jadi, sangat aneh kalau mereka yang preman malah menuduh pihak yang secara sah dan legal berhak menempati kantor sebagai preman,” pungkasnya.

Sebelumnya PPP hasil Muktamar VIII Pondok Gede kepemimpinan Romi mengklaim kembali menggunakan kantor DPP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, tanpa ada gesekan sedikit pun. Maka itu, tudingan Wakil Sekretaris Jenderal PPP kubu Djan Faridz, Sudarto yang menyebut pengambilalihan Kantor DPP itu secara paksa dianggap fitnah yang tak berdasar.

“Tudingan Sudarto bahwa pengambilalihan DPP PPP secara paksa oleh pengurus hasil Muktamar Pondok Gede merupakan fitnah yang tak berdasar. Kami masuk ke Kantor DPP tanpa ada gesekan sedikit pun kok dibilang biadab,” ujar Aji Tanjung.

Dia berpandangan, penempatan kembali Kantor DPP oleh PPP kepemimpinan Romahurmuziy karena tidak ada dasar hukum apapun bagi Djan Faridz untuk menempati kantor yang dikuasai secara ilegal sejak 2014.

“Putusan PK 79 sudah membatalkan kemenangan Djan Faridz, putusan Kasasi 514/2017 juga menolak gugatan Djan Faridz. Jadi Sudarto agar tidak biadab sebaiknya belajar hukum tingkat dasar,” katanya.

Bahkan, dia menilai kubu Djan Faridz kini sudah tidak solid. “Dimyati yang jadi sekjennya pun sudah terdaftar sebagai Caleg PKS. Jadi Sudarto sebaiknya beli cermin yang besar daripada memfitnah,” ucapnya.

Apalagi dia mendengar kabar bahwa kubu Djan Faridz mau mengerahkan preman untuk menyerbu DPP yang saat ini dijaga oleh GPK dan AMK. “Kalau itu dilakukan maka akan berhadapan dengan kader PPP se-Indonesia,” pungkasnya.(net)