BANDARLAMPUNG � Perselisihan antara anggota DPD RI, Andi Surya dengan civitas akademis Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan, Lampung akhirnya berujung ke polisi. Mahasiswa, dosen dan karyawan UIN Raden Intan resmi melaporkan Andi Surya ke Polda Lampung, Senin (21/1).
Ini menyusul pernyataan Andi Surya yang menyebut kampus UIN sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi yang berbasis agama, namun justru menjadi sarang maksiat dan hasrat seksual oknum dosen. Pernyataan Andi Surya menyikapi terjadinya kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum dosen UIN Raden Intan pada salahsatu mahasiswinya.
Usai melapor ke Ka SPKT AKBP Adisastri, S.H, M.H, rombongan pejabat UIN Raden Intan dan penasihat hukumnya, langsung dilakukan pemeriksaan oleh polisi. Rombongan pejabat UIN menjalani pemeriksaan di ruang Kasubdit II Krimsus AKBP Ketut S.
Adapun rombongan pejabat UIN yang melapor ke polda terdiri, Wakil Rektor III Prof. Dr. Syaiful Anwar, MPd, Direktur Pasca Sarjana Prof. Dr. Idham Cholid, Dekan Fak. Syariah Dr. Alamsyah, MH, Dekan FTK Prof. Chairul Anwar, MPd, Dekan Fak. Ushuluddin Dr. Arsyad Shobi, Dekan Fak. Dakwah dan Komunikasi Prof. Dr. Khomsyahrial, Karo AAKK Drs. Jumari Iswadi, MM, Dr. Wagianto, SH, MH dan Dr. KH. Khairuddin Tahmid, MH. Rombongan pelapor UIN diterima oleh Ka SPKT AKBP Adisastri, dan anggota.
Sebelumnya statemen Andi Surya yang menuding UIN Raden Intan sebagai sarang maksiat menimbulkan persoalan baru. Berbagai respon bermunculan mulai dari nada penyesalan sampai ke ancaman pelaporan ke pihak kepolisian, seperti yang dilakukan beberapa mahasiswa. Karena merasa dirugikan dengan statemen itu, beberapa mahasiswa menuntut Andi Surya diproses hukum karena telah merugikan dan mencemarkan nama baik UIN Raden Intan.
�Kami menolak keras pernyataan Andi Surya yang menyebut UIN Raden Intan sebagai sarang maksiat dan tidak profesional,� tegas Ferdinan salahseorang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Intan.
Hal senada dikatakan Poppy Merkuri. Sebagai salahsatu mahasiswa UIN Raden Intan, dia menolak pernyataan yang mengatakan �kampus UIN sarang maksiat�. �Hal ini sangat disayangkan, seharusnya sebagai orang berpendidikan sekaligus anggota DPD RI, bisa menyaring perkataan sesuai diksi bahasa yang baik, bijak, santun dan bermartabat. Sehingga tidak menimbulkan fitnah tanpa ada bukti fakta yang dapat mencemarkan nama baik,� ujarnya.
Rektor UIN Raden Intan, Prof. Dr. Moch. Mukri sendiri menghimbau agar siapapun berhati-hati dalam menilai sesuatu yang terjadi daripada bicara sembarangan. �Bersikap cermat dan hati-hati untuk masalah yang belum pasti, insyaallah akan lebih baik,� ujar� Mukri.
Ditegaskan, sebagai lembaga pendidikan pihaknya memahami prosedur hukum di negara ini. �Kita pimpinan tidak akan intervensi, biar proses hukum yang akan membuktikan dan berjalan,� tegasnya lagi.
Sebelumnya pernyataan penanggungjawab Kelompok Studi Kader (Klasika) Een Riansah bahwa kasus pelecehan seksual di Kampus UIN Raden Intan bukan yang pertama, dimana sebelumnya pernah terjadi tiga kasus pelecehan seksual dalam tiga tahun terakhir mengundang komentar dari Senator Lampung, Andi Surya.
�Ini fakta luar biasa jika benar pernyataan Penjab Klasika Een Riansah, Kampus UIN sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi yang berbasis agama justru menjadi sarang maksiat dan hasrat seksual oknum dosen. Meskipun saya percaya bahwa ini hanya segelintir kecil oknum dosen UIN,� ujar Andi Surya.
Dilanjutkannya, kampus palang pintu idealisme, norma, dan darma bakti kepada nusa bangsa dan agama. �Apakah oknum dosen yang diduga melakukan pelecehan ini sudah kehilangan akal sehat dan keimanannya,�tanya Andi Surya.
�Kampus seharusnya menjadi tempat di mana anak-anak bangsa dididik menjadi insan handal yang tangguh menghadapi masa depan melalui tridarma perguruan tinggi. Bukan menjadi objek hasrat seksual oknum dosen. Saya menjadi kehilangan kata-kata untuk menyampaikan gejala immoralitas yang terjadi kampus UIN ini,� sambungnya.
Dilanjutkannya, kenapa terjadi seperti ini, tahun lalu dia pernah mengkritisi perihal UIN yang dalam proses penerimaan mahasiswa baru cenderung mengabaikan nisbah dosen. Jumlah mahasiswa sekitar 28 ribu, namun hanya dilayani sekitar 400-an dosen, sisanya dosen paruh waktu atau dosen luar biasa yang tidak memiliki NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional).
�Saya menduga ini ada hubungannya, karena mentarget rasio dosen berbanding jumlah mahasiswa puluhan ribu bukan pekerjaan mudah, sehingga diduga terekrut oknum dosen yang kurang memiliki kapabilitas dalam hal moral, iman dan taqwa,� terangnya.
Untuk itu, dia menyarankan pimpinan UIN, pertama, tidak melindungi oknum dosen yang diduga melakukan pelecehan seksual dan segera proses secara hukum maupun administratif. Kalau perlu sementara oknum dosen terduga ini dicutikan, jika terbukti lakukan pemecatan.
Kedua, evaluasi dan pembinaan ke dosen baik secara moralitas maupun iman dan taqwa. Pasalnya ini lembaga kampus berbasis agama maka selayaknya para dosen di kampus yang berbasis agama dibentengi tuntunan nilai agamis. �Ketiga, jika ingin mengejar rasio dosen terhadap mahasiswa, lakukan proses rekrutmen dosen secara benar dan memenuhi standar etik pengajar, bukan hanya ilmu, tetapi tekanan pada aspek perilaku dan etika sehingga diperoleh sumber daya dosen yang memiliki keseimbangan antara ilmu dan imtaq.
Andi Surya sendiri menegaskan sebagai Anggota DPD RI, dia tentu harus berpendapat saat diminta tanggapan soal dugaan tindak asusila di kampus berbasis agama yang nota bene milik negara dan berada dalam lingkup tugas konstitusi pengawasannya sebagai anggota parlemen asal Lampung.
�Saya punya kewenangan dan hak konstitusional mengkritisi ketidakadilan dan menyampaikan ke khalayak dan aparat hukum, apalagi ini soal dugaan pelecehan seksual yg terjadi di daerah pemilihan saya. Kewenangan konstitusional ini dijamin oleh UUD 45 dan UU MD3, jadi saya tidak sembarangan membuat pernyataan,� kelitnya.
�Jelas saya sebutkan bahwa tindak pelecehan seksual diduga dilakukan oknum dosen, bukan oknum IKA UIN atau oknum mahasiswa. Seyogyanya IKA UIN dan mahasiswa UIN mendukung pernyataan saya agar proses hukum bisa berjalan terhadap terduga pelaku pelecehan seksual,� paparnya.
Perlu dipahami, korban adalah mahasiswi yang merupakan bagian keluarga besar UIN. Artinya bagian baik dari mahasiswa aktif maupun IKA UIN di mana korban sedang berjuang menuntut keadilan terhadap pelecehan seksual yang dialami, yang seharusnya wajib dibantu.
�Karenanya untuk membuktikan semua kebenaran, mari sama-sama kita kawal masalah ini, bukan justru mengkriminalisasi saya ke polisi dan mengaitkan dengan pemilihan DPD RI, 17 April 2019. Sebagai anggota parlemen tentu saya harus menjalankan fungsi pengawasan yang dijamin konstitusi,� jelasnya.
Selanjutnya, dirinya menerangkan, anggota parlemen memiliki hak imunitas yang dilindungi UUD45 dan UU MD3. Anggota DPD RI tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPD ataupun di luar rapat DPD yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPD.
�Oleh karenanya, jika IKA UIN Lampung berniat mengkriminalisasi saya ke polisi, maka saya juga memiliki hak sama, yaitu dengan dugaan menghalang-halangi tugas, hak, kewenangan dan kehormatan konstitusional saya sebagai anggota parlemen maka saya akan lapor ke Bareskrim Polri,� tegas Andi Surya.
�Bagi saya tidak masalah terpilih atau tidak sebagai Senator pada periode akan datang, yang jelas saya berdoa, berusaha dan bekerja sebaik-baiknya, apapun hasilnya itu urusan rakyat yang memilih dan saya percayakan pada ketentuan Allah SWT,� tutupnya. (red/dari berbagai sumber)