BANDARLAMPUNG � PDI-Perjuangan (PDI-P) diminta benar-benar mempertimbangkan mengusung Nanang Ermanto sebagai Calon Bupati (Cabup) Lampung Selatan (Lamsel) di pilkada yang rencananya digelar akhir tahun ini. Pasalnya meski berstatus petahana, itu tak menjamin Nanang Ermanto akan mulus menduduki kursi BE 1 D. Ini menyusul posisinya yang rentan menjadi tersangka kasus tindak pidana korupsi. Yakni dalam perkara korupsi dan suap proyek APBD Lamsel yang sebelumnya sudah menyeret mantan Bupati Zainudin Hasan ke jeruji besi lantaran divonis 12 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) RI.

�Untuk itu, saya ingin PDI-P sebagai partai pemenang pemilu dengan perolehan kursi terbesar di Lamsel dapat mempertimbangkan secara mendalam agar tidak mengusung Nanang Ermanto sebagai Calon Bupati dalam pilkada serentak 2020, meski yang bersangkutan posisinya sebagai incumbent,� terang Ginda�Ansori Wayka, Senin (18/5).

Menurut Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung, posisi Nanang Ermanto yang sebelumnya menjadi saksi di perkara Zainudin Hasan Cs, akan sangat rentan naik menjadi tersangka. Ini sesuai fakta dipersidangan. Dan kondisi itu sangat rentan dijadikan �isu politik� oleh berbagai pihak untuk menjegalnya dalam pilkada.

�Dan jika ini terjadi yang rugi tentunya PDI-P sebagai partai pemenang pimilu di Lamsel, namun jagoannya justru tumbang di pilkada,� papar Ginda Ansori Wayka.

Andaipun menang di pilkada serentak 2020, posisi Nanang Ermanto lanjut Ginda Ansori Wayka, belum aman. Penyebabnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, bisa setiap waktu menetapkan Nanang Ermanto sebagai tersangka. Bila ini terjadi, nantinya posisi Nanang Ermanto akan non-aktif dan diganti oleh wakilnya yang akan naik sebagai Bupati Lamsel mendatang.

�Kalau ini terwujud, sekali lagi PDI-P rugi dan gigit jari lantaran yang akan naik menjadi Bupati Lamsel adalah kader dari partai lain. Untuk itu, PDI-P harus mempertimbangkan permasalahan ini secara mendalam,� harap Ginda�Ansori Wayka lagi.

Seperti diketahui Mahkamah Agung (MA) telah menolak kasasi Bupati nonaktif Lamsel Zainudin Hasan. Itu membuat mantan Ketua DPD PAN Lampung yang juga adik kandung mantan Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan tetap dihukum 12 tahun penjara. Putusan dibacakan Ketua Majelis Krisna Harahap dengan Hakim Anggota Leopold Luhut Hutagalung dan Andi Samsan Ngaro pada 28 Januari 2020 dengan nomor perkara 43/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk. Kini KPK telah mengeksekusi terpidana Zainudin Hasan ke Lapas Bandarlampung guna menjalani masa hukuman penjara. Selain itu, Zainudin dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp66 miliar.

Zainudin dinyatakan terbukti korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Aset senilai Rp40 miliar yang telah disita akan dirampas. Sisanya, Rp66 miliar, wajib dikembalikan Zainudin Hasan. Bila tak membayar, hartanya disita jaksa untuk dilelang dan disetor ke negara. Bila masih kurang, hukuman Zainudin ditambah 18 bulan penjara.

Atas vonis ini, Wiliyus Prayietno, S.H., M.H., advokat yang juga Ketua Lembaga Transformasi Hukum Indonesia (THI) sebelumnya meminta KPK mengusut pihak lain yang juga terlibat kasus ini. Mereka adalah Sahroni sebagai pejabat di Dinas PUPR Pemkab Lamsel. Lalu, Ahmad Bastian SY, anggota DPD RI dan Nanang Ermanto, Wakil Bupati Lamsel yang kini telah naik sebagai Bupati Lamsel. Terakhir Bobby Zulhaidir, wiraswasta dan orang kepercayaan Zainudin.

�Mereka ini layak dan sudah jelas harus ditetapkan� tersangka, karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai fakta dipersidangan terpidana Zainudin Hasan dkk. Tidak ada alasan KPK �mengaburkan� atau memghilangkan keterlibatan mereka,� tegas Wiliyus.

KPKAD Lampung juga pernah mendesak jaksa KPK dan Pengadilan Tipikor Tanjung Karang bisa menindaklanjuti fakta di sidang perkara korupsi dugaan fee setoran proyek pada dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat�(PUPR) Lamsel. Mereka meminta jaksa KPK dan hakim mengambil langkah hukum,�khususnya nama yang muncul yang diduga ikut menerima aliran dana fee setoran proyek dari dinas PU PR Lamsel.

Menurut KPKAD, atas fakta ini penegak hukum dipandang perlu meningkatkan status Nanang Ermanto. Yakni menjeratnya Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 12 dan 15 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Sehingga,�penegakan hukum bisa�sesuai adagium dan asas hukumnya yakni equality before the law dan tanpa pandang bulu.

�Fakta persidangan harus ditindaklanjuti, jika tidak maka akan menambah rentetan panjang dugaan�pengungkapan tindak pidana korupsi yang setengah hati,� tegasnya.

Diberitakan di sejumlah persidangan nama Nanang Ermanto disebut� menerima uang Rp480 juta dalam kurun 2017-2019. Uang itu ia terima dari empat orang.�Dua di antaranya adalah terdakwa anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kepala Dinas PUPR Lamsel Anjar Asmara. Selain dari Agus BN dan Anjar, Nanang mengaku terima uang dari Kepala Bidang Pengairan Sahroni dan mantan Kadis PUPR Lamsel Hermansyah Hamidi. Sebelum menerima uang, Nanang mengaku terlebih dahulu memberi tahu Zainudin.

�Saya mintanya selalu dengan bupati. Tapi ngasihnya lewat Syahroni, ABN (Agus BN), Hermansyah, dan Anjar,� kata Nanang saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus fee proyek Dinas PUPR Lamsel dengan terdakwa Agus BN dan Anjar Asmara, di PN Tipikor Tanjungkarang.

Nanang mengakui telah mengembalikan uang Rp 480 juta itu melalui KPK. Pengakuan Nanang ternyata tidak sesuai hasil berita acara pemeriksaan, pasalnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Subari Kurniawan mengaku�Nanang menerima total Rp 960 juta selama 2017-2018. Rinciannya, Rp 510 juta dari Sahroni, Agus BN, dan Hermansyah pada 2017. Kemudian, Rp 450 juta dari Agus BN dan Anjar pada 2018.

�Jadi, saya bacakan ini, di BAP. Pada 2017, Saudara Saksi (Nanang) menerima uang dari Sahroni, ABN, dan Hermansyah, total Rp 510 juta. Dan pada 2018, Saudara Saksi menerima uang dari ABN dan Anjar. Total Rp 450 juta,� paparnya.

Tak hanya KPKAD yang mendesak KPK. Hal sama ditegaskan tokoh masyarakat Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie. Ini menyikapi soal pengakuan Nanang Ermanto yang mengaku telah menerima uang ratusan juta rupiah dari pihak yang terlibat kasus fee proyek ini. Bahkan karena perbuatannya, Nanang Ermanto mengaku telah mengembalikan uang yang diterimanya ke KPK senilai Rp480 juta.

�Pertanyaannya darimana saksi Nanang Ermanto bisa dapat uang sebegitu besar di waktu singkat. Kalau dari gaji sebagai Plt Bupati, jelas tak mungkin. Untuk itu KPK harus jeli mengusut asal muasal uang pengembalian Rp480juta dari Nanang,� terang Alzier beberapa waktu lalu.

Menurut Alzier, agak aneh dimana di persidangan, Nanang mengaku tak memiliki uang. Dia pun lantas mau saja menerima bahkan memaksa minta uang ratusan juta ke pihak yang terlibat kasus fee proyek. Seperti dari tersangka, Agus BN dan Anjar Asmara, serta makelar proyek Sahroni, Kabid Pengairan Dinas PUPR Lamsel. Namun nyatanya, begitu kasus ini mencuat, dimana Bupati Lamsel, Zainudin Hasan ditangkap, dan Nanang kemudian ditunjuk jadi Plt Bupati Lamsel, tiba-tiba dia langsung memiliki uang Rp480juta untuk dikembalikan ke KPK.

�KPK harus patut curiga soal asal muasal uang pengembalian itu. Rasanya tak mungkin kalau dari gaji sebagai Plt Bupati. Apalagi uang yang dikembalikan cukup besar Rp480juta. Ini harus diusut KPK. Jangan sampai uang ini bersumber dari fee proyek dan sebagainya. Dimana kini, Nanang Ermanto sudah berstatus sebagai Plt Bupati. Sekali lagi KPK harus berani usut masalah ini,� tandas Alzier waktu lalu.

Selain itu, lanjut Alzier yang harus diingat pengembalian uang korupsi milik negara, tak menghilangkan kasus pidana atau perbuatan melawan hukum. Melainkan hanya menjadi salahsatu pertimbangan jaksa dan hakim untuk menentukan tuntutan dan vonis penjara.

�Karenanya sekali lagi saya minta KPK berani mengusut kasus ini hingga keakar-akarnya. Dalam hukum, jangankan ratusan juta. Menikmati Rp1juta hasil korupsi, itu kejahatan. Lalu Sahroni, jelas disurat dakwaan berperan memuluskan praktek suap mengatur proyek di Lamsel. Kemudian ada nama Ahmad Bastian dan Bobby Zulhaidir, sebagai kontraktor. Ini harus diproses dan dibui semua. Bila perlu tetapkan sebagai tersangka TPPU. Jangan hanya Zainudin Hasan,� harap Alzier.(red)