Jajaran pengurus pusat Persaudaraan 212 saat mengadakan konferensi pers di Masjid Ittihad, Tebet, Jakarta, Sabtu, 27 Januari 2018. Tempo/Adam Prireza

JAKARTA � Alumni 212 punya target �menjegal� calon kepala daerah yang diusung partai tertentu di Pilkada 2018. Meski tak menyebut nama, namun partai yang dimaksud dimungkinkan PDIP.

Adalah Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif, yang mengatakan hal itu dalam �konferensi pers di Masjid Al Itihad, Tebet, Jakarta, Sabtu (27/1/18).

“Kami akan perjuangkan agar calon yang diusung oleh partai biang kerok tersebut untuk bisa dikalahkan di Pilkada 2018,” ujarnya.

Meski menolak menyebut partai yang dia maksud, Slamet menegaskan partai tersebut identik dengan warna merah dan saat ini sedang berkuasa di pemerintahan. “Kalian pura-pura tidak tahu? Bajunya sama dengan (seragam) TVOne,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu, Slamet mengungkapkan kekecewaannya karena terpecahnya Koalisi 212 yang terdiri dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerindra, dan Partai Amanat Nasional (PAN) di beberapa daerah untuk Pilkada 2018.

Ia pun mengatakan Alumni 212 akan tetap mendukung ketiga partai tersebut selama tidak berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Adapun Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari yang dimintai tanggapannya soal pernyataan Slamet yang menyebut “partai merah” sebagai biang kerok permasalahan, mengatakan partainya siap berdialog soal demokrasi dan pemilihan kepala daerah.

“Alumni 212 bisa meminta pendidikan politik dari Komisi Pemilihan Umum atau PDIP terkait demokrasi terutama pilkada,” ujar Eva seperti dilansir Tempo.co.

Menurut Eva, hingga saat ini PDIP masih memimpin sebagai partai dengan elektabilitas paling tinggi. Dengan begitu, dia beranggapan partainyalah yang saat ini memiliki kinerja, internal demokrasi, dan kualitas sumber daya manusia yang paling baik.

“Jadi paling pas untuk diajak debat, dialog, atau diskusi dengan Alumni 212 supaya bisa jadi warga negara yang kategori pemilih cerdas,” katanya.

Meski demikian, Eva menambahkan, jika ukuran yang digunakan selain Pancasila, dialog tidak akan nyambung. Ia menegaskan, PDIP adalah partai ideologis yang pro-Pancasila sehingga memiliki legalitas dan legitimasi untuk dipilih.

Terkait dengan penyebutan biang kerok oleh Ketua Persaudaraan Alumni 212 untuk “partai merah”, menurut Eva, kalau itu ditujukan kepada PDIP, harus ada data dan faktanya.

Jika menyerang PDIP, dia melanjutkan, berarti Alumni 212 juga menyerang partai-partai yang berkoalisi dengan partainya di berbagai daerah.

“Sebaiknya alumni (212) bikin partai, ikut demokrasi sehingga compatible. PDIP kerja sama dengan semuaa partai di banyak pilkada, Jadi kalau nyatroni kandidat PDIP, ya nyatroni partai-partai sah yang lain,” pungkasnya. (tmp)