PANARAGAN – Bambu umumnya dikenal sebagai tanaman kerajinan oleh orang-orang desa yang digunakan sebagai peralatan rumah tangga seperti anyaman, lincak ataupun besek untuk tempat makanan, genteng bambu, peralatan rumah. Padahal, tanaman ini juga manfaat lebih besar, yakni menjaga ketahanan air serta mencegah banjir dan tanah longsor.
Tanaman ini dinilai lebih efektif mencegah banjir dan longsor dibandingkan dengan metode beton.
Banjir dan longsor, bencana alam rentan terjadi di tanah air. Bukan hanya karena curah hujan tinggi, tetapi hulu rusak hingga minim resapan air. Tanaman batang beruas ini, bisa jadi salah satu solusi jangka panjang.
Namun sayangnya, pemerintah baik kota maupun pemerintah desa terutama daerah yang banyak di lewati sungai tidak respon dengan hal yang biasa-biasa saja. Padahal bila dibandingkan dengan beton biaya yang dikeluarkan untuk penangkal tanah longsor dan banjir jauh lebih murah dibandingkan dengan tanaman beton seperti talud, bronjong dan lain-lain.
�Bambu salah satu keragaman hayati sering tak dianggap penting, padahal mampu menangani permasalahan longsor, banjir, erosi dan kekeringan ketimbang betonisasi,” jelas Kepala LIPI.
Hilman Nugroho, Direktur Jenderal Pengendali DAS dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berpendapat sama. Penanaman bambu bagian solusi perbaikan DAS.
Lahan kritis di Indoneisia, sekitar 24,3 juta hektar. Dari 1.439 jenis bambu di dunia, 162 jenis di Indonesia. Sekitar 124 jenis asli Indonesia dan 88 endemis, jelasnya
Lanjutnya, luas tanaman dan budidaya bambu di Indonesia, terbilang masih rendah. �Industri olahan bambu terbatas, namun bukan soal olahan yang kita bahas namun betapa pentingnya konsep penanggulangan banjir yang diakibatkan oleh luapan sungai dan tanah longsor dapat diatasi dengan cara mudah dan murah yakni dengan membudidaya tanaman bambu di sepanjang bantaran sungai, katanya.
Enny Sudarmonowati, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI menyatakan, betonisasi hanya menyetabilkan tanah kinetik dan tak menyebabkan tanah sempadan tak stabil. Betonisasi juga mampu berdampak buruk pada sumber mata air sekitar sungai. �Mata air akan hilang,� katanya.
Tanam sesuai kondisi
�Betonisasi bisa langkah tercepat, namun tak solusi jangka panjang dan tak berkelanjutan,� kata Elizabeth A Widjaja, pakar taksonomi bambu dari Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Berdasarkan penelitian, penanaman bambu kurun lima tahun mampu menahan erosi. Jika semula, 4.235 ton/km2 mampu berkurang hingga 436 ton/km2. Adapun, bambu akan efektif menahan erosi dari usia tiga tahun.
Dalam penanaman tak bisa asal. Bambu memiliki keragaman jenis dan fungsi masing-masing tergantung lokasi dan kebutuhan. Untuk sempadan sungai, perlu bambu ampel atau haur (Bambusa vulagaris) atau bambu ampel kuning, bambu kuning (Bambusa vulgaris var striata) untuk lokasi terendam air. (Jazuli)